A.
Kaitan
Kerja dengan Status Sosial
Pekerjaan dapat pula mengangkat status
sosial seseorang. Seseorang yang ahli akan dihormati oleh masyarakat, dijadikan
tauladan dan ikutan. Sebaliknya, orang yang malas bekerja, atau bekerja asal
jadi saja, tentukan dilecehkan. Kalau tukang asal jadi, disebut tukang pak
sendul maksudnya tukang-tukangan atau orang bodoh mengaku tukang. Dalam kelakar
dikatakan:
Kalau kerja tukang pak
sendul
Yang gelegar menjadi
bendul
Kalau tukang tidak
senonoh
Belum ditunggu rumahpun
roboh
Kalau tukang tidak
semenggah
Pagi tegak petangnya
rebah
Orang yang bekerja dengan keahliannya,
bekerja dengan cermat dan pengetahuan yang memadai, mendapat kedudukan yang
terhormat dalam masyarakat Melayu, apapun bentuk keahlian dan bidang kerjanya.
Mereka dijadikan tempat bertanya, tempat meminta petuah amanah. Orang tua-tua
mengatakan:
Kalau kerja hendak
semenggah
Carilah orang yang
manakah
Ungkapan-ungkapan diatas menunjukkan,
bahwa masyarakat Melayu menghormati ilmu pengetahuan dan keahlian seseorang
dalam lapangan kerjanya. Namun bila seseorangyang memiliki keahlian dan ilmu
pengetahuan tinggi, tetapi malas bekerja dan tidak mau mengamalkan ilmunya,
dianggap terbuang oleh masyarakat, bahkan cenderung dilecehkan. Dalam ungkapan
dikatakan:
Apa tanda orang yang
malang
Ilmu didada
terbuang-buang
Apa tanda orang merugi
Ilmu dituntut tak ada
arti
Apa tanda orang yang
cacat
Ilmu ada tidak
bermanfaat
Ungkapan ini secara jelas mengambarkan,
bahwa pekerjaan menjadi salah satu tolak ukur untuk mengangkat harkat dan
martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Gambaran tentang Etos dan etika kerja
Melayu, yang sebagian besar masih terdapat dalam masyarakat Melayu, baik yang
tinggal di kota maupun di kampung-kampung. Nilai luhur budaya Melayu ini
tentulah akan memberikan manfaat bila disimak, dicerna, dan dihayati dengan
baik dan benar. Mudah-mudahan, dengan informasi ini, orang akan mau mengingat
bahwa orang Melayu memiliki etos kerjanya.
Secara teoritis dan filosofis, orang
Melayu memiliki etos dan etika kerja yang hampir sempurna. Kalaupun sekarang
ada anggapan bahwa orang Melayu serba ketinggalan, perajuk dan sebagainya,
tentulah bukan karena tidak adanya etos kerja dalam budaya mereka, tetapi
karena mereka yang tidak memahami atau tidak peduli terhadap nilai-nilai luhur
budayanya itu. Apalagi dalam era pembangunan dan era globalisasi sekarang ini
berbagai perubahan dan pergeserab nilai-nilai budaya terus berlangsung dalam kehidupan
masyarakat, terutama masyarakat Melayu Riau. Bila mereka tidak mau mengali dan
merujuk kepada nilai-nilai luhur budayanya, tidak mustahil mereka semakin jauh
tercabut dari akar budaya, tentulah tidak dapat diharapkan untuk membina dan
mengembangkan kebudayaannya dan mereka akan tetap hidup dalam ketertingalan dan
keterbelakangan.
Dan kepada pihak-pihak yang terkait,
diharapkan untuk terus mengali, mengolah, membina dan mengembangkan kebudayaan
Melayu, agar keberadaannya tidak ahanya sekedar menjadi buah bibir tetapi
benar-benar mampu mewarnai hidup dan kehidupan masyarakatnya, memberi manfaat
bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar