Selasa, 17 Mei 2016

KAITAN KERJA DENGAN STATUS SOSIAL ORANG MELAYU



A.    Kaitan Kerja dengan Status Sosial
Pekerjaan dapat pula mengangkat status sosial seseorang. Seseorang yang ahli akan dihormati oleh masyarakat, dijadikan tauladan dan ikutan. Sebaliknya, orang yang malas bekerja, atau bekerja asal jadi saja, tentukan dilecehkan. Kalau tukang asal jadi, disebut tukang pak sendul maksudnya tukang-tukangan atau orang bodoh mengaku tukang. Dalam kelakar dikatakan:
Kalau kerja tukang pak sendul
Yang gelegar menjadi bendul

Kalau tukang tidak senonoh
Belum ditunggu rumahpun roboh

Kalau tukang tidak semenggah
Pagi tegak petangnya rebah

Orang yang bekerja dengan keahliannya, bekerja dengan cermat dan pengetahuan yang memadai, mendapat kedudukan yang terhormat dalam masyarakat Melayu, apapun bentuk keahlian dan bidang kerjanya. Mereka dijadikan tempat bertanya, tempat meminta petuah amanah. Orang tua-tua mengatakan:
Kalau kerja hendak semenggah
Carilah orang yang manakah

Ungkapan-ungkapan diatas menunjukkan, bahwa masyarakat Melayu menghormati ilmu pengetahuan dan keahlian seseorang dalam lapangan kerjanya. Namun bila seseorangyang memiliki keahlian dan ilmu pengetahuan tinggi, tetapi malas bekerja dan tidak mau mengamalkan ilmunya, dianggap terbuang oleh masyarakat, bahkan cenderung dilecehkan. Dalam ungkapan dikatakan:
Apa tanda orang yang malang
Ilmu didada terbuang-buang

Apa tanda orang merugi
Ilmu dituntut tak ada arti

Apa tanda orang yang cacat
Ilmu ada tidak bermanfaat

Ungkapan ini secara jelas mengambarkan, bahwa pekerjaan menjadi salah satu tolak ukur untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Gambaran tentang Etos dan etika kerja Melayu, yang sebagian besar masih terdapat dalam masyarakat Melayu, baik yang tinggal di kota maupun di kampung-kampung. Nilai luhur budaya Melayu ini tentulah akan memberikan manfaat bila disimak, dicerna, dan dihayati dengan baik dan benar. Mudah-mudahan, dengan informasi ini, orang akan mau mengingat bahwa orang Melayu memiliki etos kerjanya.
Secara teoritis dan filosofis, orang Melayu memiliki etos dan etika kerja yang hampir sempurna. Kalaupun sekarang ada anggapan bahwa orang Melayu serba ketinggalan, perajuk dan sebagainya, tentulah bukan karena tidak adanya etos kerja dalam budaya mereka, tetapi karena mereka yang tidak memahami atau tidak peduli terhadap nilai-nilai luhur budayanya itu. Apalagi dalam era pembangunan dan era globalisasi sekarang ini berbagai perubahan dan pergeserab nilai-nilai budaya terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Melayu Riau. Bila mereka tidak mau mengali dan merujuk kepada nilai-nilai luhur budayanya, tidak mustahil mereka semakin jauh tercabut dari akar budaya, tentulah tidak dapat diharapkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaannya dan mereka akan tetap hidup dalam ketertingalan dan keterbelakangan.
Dan kepada pihak-pihak yang terkait, diharapkan untuk terus mengali, mengolah, membina dan mengembangkan kebudayaan Melayu, agar keberadaannya tidak ahanya sekedar menjadi buah bibir tetapi benar-benar mampu mewarnai hidup dan kehidupan masyarakatnya, memberi manfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar