Kamis, 09 Juni 2016

SILSILAH MELAYU DAN BUGIS

Setidak-tidaknya ada tiga naskah silsilah melayu dan bugis yang tersimpan di beberapa perpustakaan di dunia. Naskah pertama tersimpan pada perpustakaan Universitas Leiden dengan penyalinan bernama Abdul Aziz Ibni Almarhum Al-Haj Nawawi Al-Araqiah. Naskah yang kedua terdapat di museum Negara Kuala Lumpur yang dipindahkan dari museum negeri Perak pada tahun 1962. Dan naskah yang ketiga berada pada perpustakaan Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur dengan penyalin Haji Abdul Ghani yang mulai penyalinan pada 5 Rabiul Akhir 1282 Hijriah.
Karya ini pertama kali dicetak dengan huruf arab di Singapura pada tahun 1900, kemudian dicetak kembali oleh Mathaba’at Al-Imam pada tahun 1911 di Singapura. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh H. Overbeck dan dimuat  Journal Of The Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society IV / 3 / 1926 hlm. 339-381. Terbitan ini berdasarkan salinan dari Haji Abdullah Bin Khairuddin keturunan negeri juanan pada tahun 1956, kemudian buku itu terbitkan juga oleh kerajaan johor dalam huru arab dan di cetak di Government Printing Office Di Johor Bahru. Berdasarkan terbitan dari kerajaan Johor inilah arena wati mengalihaksarakan dari huruf arak e huruf latin dan diterbitkan oleh pustaka antara Kuala Lumpur pada tahun1973 [1].
Akan tetapi pengalih aksara yang dilakukan oleh Arena Wati itu sengaja meninggalkan suatu bagian uku tersebut yang tak kurang pntingnya. Malahan sangat penting bila ditinjau dari aspek tertentu yaitu bagian uku yang ditata dalam bentuk syair. Padahal silsilah melayu dan bugis dan sekalian raja-rajanya merupakan karya unik dan sangat istimewa jika dilihat  dari berbagai sisi.. umpamanya gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang dalam karya ini sangat kental mendukung gambaran sosok kebudayaan Melayu. Dalam pemakaian kosa kata silsilah melayu bugis lebih cenderung pada kosa-kosa kata melayu daripada kosa kata Bugis.
Sebagai contoh di bawah dapat dilihat bagaimn Raja Ali Haji membuat kesimpulan dari suatu babakan peristiwa yang diantaranya berbentuk prosa dengan syair-syair. Ketika terjadi kematian yang menimpa dua orang saudara upu-uupu yang lima, simpulan dalam bentuk syairnya ialah seperti berikut:
Wahai sayangnya akan saudara
Sebab bersama-sama mengembara
Tiada pernah mufakat cedera
Segala pekerjaan segala perkara

Dengan kehendak tuhan yang mulia
Dua orang saudara meninggalkan dunia
Hendak diusahakan tiada berdaya
Karena perbuatan tuhan yang sedia

Melainkan hamba berbanyak sabar
Akan perintah wahidul kahhar
Ialah tuhan bersifat jabbar
Akan hambanya kecil dan besar

Kitapun kelak demikian itu
Meninggalkan dunia juga yang tentu
Tidak memilih raja dan ratu
Semuanya itu pergi ke situ

Hendaknya kita tunduk tengadah
Lihat kepada datuk nenek yang sudah
Adil dan insyaf juga berfaedah
Menaikkan kita pangkat sa’adah

Rakyat dan sakai hendaklah pelihara
Kesenangan hidupnya dikira-kira
Istimewa pula sanak saudara
Jangan sekali diberi cedera

Ilmu yang benar hendaklah dimulia
Karena ia mu’arinya anbia
Tuntut ilmu jangan sia-sia
Yang lain itu tinggal di dunia

Ayuhai tuan-tuan coba pikirkan
Serta pandang amat-amatkan
Kematian datuk nenek teladankan
Kita sepertinya akan didatangkan [2].

Virginia Matheson menamakan buku silsilah melayu dan bugis dan sekalian raja-rajanya sebagai saudara perempuan dari tuhfat l-nfis. Sang saudara perempuan ditulis oleh raja ali haji sekitar 7 september 1865 dan  15 januari 1866.  Apapun alasan  untuk memberi penamaan itu yang trang memang penulisan buku itu tidak ersandar kepada sumber-sumber yang  banyak   dan beragam-ragam seperti halnya Tuhfat Al-Nafis. Lahi pula silsilah melayu dan bugis  tentulah lebih disenangi oleh kelompok von Ranke & Gibbon karena dalam banyak hal mengarah ke muara objektivitas dibandingkan dengan saudara laki-lakinya yakni Tuhfat Al-Nafis yang lebih memperhatikan karangan Hegelian yang senantiasa memakai lensa filosofi pada suatu karya sejarah.
Sumber penulisan sejarah silsilah Melayu dan Bugis adalah siarah Pontianak sebagaimana dinyatakan oleh penulisannya di bagian pembuka buku itu:
Telah ditaruh pada hatiku bahwa aku perbuatlah silsilah ini pada ketika aku perbuat akan satu kitab dari tangan saudara kami yang saleh yang kepercayaan yaitu sayid al-syarif abdul rahman bin sayid al-syarif  al-qasim sultan Pontianak bin sayid al-syarif abdul rahman l-qadri dan di dalam kitab ini disebutkan setengah daripada keturunan raja-raja dan anak raja-raja  yang mereka itu mengembara menjauhi daripada pihak pulau bugis [3].

Dengan memudiki ke hulu sungai sejarah, kisah awal pun dirangkai bertempat di negeri Luwu di pulau Sulawesi. Atau lebih jauh ke hulu lagi tentulah akan memasuki  Sempadan negeri penuh misteri yang biasanya hanya padan untuk jenis cerita khayal. Silsilah atau susur-susur meluas bertmabah rimbun seperti halnya pohon subur yang dahan, cabang dan rantingnya terus menumbuhkan tunas serta daun, patah tumbuh hilang berganti. Titik awalnya diletakkan pada lima orang anak-anak Raja Kerajaan Luwu di Sulawesi atau Upu-upu lima bersaudara yang menempuh gelombang  dan badai mengarungi laut dengan kapal Pinisi dan perahu lainnya, mengembara ke barat, ke Kalimantan, Kepulauan Riau, semenanjung tanah Melayu, Kamboja, Pesisir Pulau Sumatera, dan tempat-tempat lainnya.  Mereka adalah Daeng Perani, Daeng Menambun, Daeng Marewah, Daeng Celak Dan Daeng Kemasi.
Di Siantan, Daeng Perani menikah dengan anak perempuan Nakhoda Alang. Dari perkawinan ini lhirlah Daeng Kamboja, orang yang kelak bersama saudara sepupunya Raja Haji Ibni Daeng Celak berperang denganbelanda di linggi yeng terletak kira-kira 20 kilometer di sebelah uatara kota malaka. Dengan siantan sebagai pangkalan upu-upu berlima itu meneruskan pengembaraan lautnya yang mendebarkan sampai-sampai ke Kamboja dan temat-tempat lin di sekitarnya.
Kemelut perebutan tahta  di kerajaan Johor menyebabkan kelima orang bersaudara yang berasal dari kerajaan luwu itu diundang untuk membantu pihak anak laki-laki almarhum sultan jalil yang mati dibunuh di atas  sajadah sholatnya  di kuala Pahang. Awalnya  pihak Raja Kecil memenangi perebutan tahta itu lalu memindahkan pusat pemerintahan ke Riau. Sebuah tempat di pulau intan yang dulu didirian oleh Laksamana Abdul Jamil pada tahun 1673 dan pernah beberapa kali menajdi pusat pemerintahan kerajaan Johor. Setelah melalui beberapa peperangan akhirnya hasrat Raja Kecil untuk menaiki tahta Riau yang pernah dirasakannya dipatahkan pada tahun 1721.
Tahun berikutnya salah seorang diantara lima saudara upu-upu itu yakni daeng marewah berhasil menduduki jabatan sebagai orang kedua di kerajaan itu. Raja ali haji menggambarkan peristiwa tersebut ke dalam silsilah melayu dan bugis, sebagai berikut:

Kata orang yang empunya cerita
Takkala ini keduanya putra
Berjanji-janjian berdua saudara
Tiadalah berubah tiadalah cedera

Sampai kepala  anak cucunya
Yam tuan muda sebelah bugisnya
Yam tuan besar sebelah melayunya
Demikian konon kata setianya

Riau dengan takhluk daerah
Kepada yam tuan muda terserah
Perintah kerajaan tiada berarah
Jangan siapa mungkir sezarah [4].

Sebagaimana dinyatakan dalam sumpah setia yang berkali-kali dilakukan,  kedua jabatan itu bagaikan mata hitam dengan mata putih tak boleh bercerai selagi ada peredaran bulan dan matahari. Sebagai penguat ikatan demi jabatan tersebut berlangsung pula pernikahan di antara  kedua belah pihak. Karena itulah  pemegang jabatan yang dipertuan muda riau yang keempat setelah daeng marewah, daeng celak dan daeng kamboja yaitu Raja Haji tidak lagi dipandang sebagai orang bugis jati karena ibunya  berasal dari bangsawan kerajaan Riau, gelar kebangsawananpun tidak lagi daeng. Memang dari keturunan daeng celak sejak anaknya menjadi yang Dipertuan Muda Riau ke-4 yaitu raja haji berasal semua Raja Muda sesudahnya. Seperti dalam karya folklore atau dongeng yang piawai hal itu sudah diramalkan sebagaimana dinyatakan  dalam kedua  karya   raja ali haji yaitu: “apabila sudah siap maka mufakatlah ia hendak  masuk ke negeri  Johor dan melaka mengembara  pada sebelah tanah itu karena ia sudah dapat satu alamat tatkala masa ia semua hendak keluar dari tanah bugis yaitu upu daeng menambun ada bermimpikan akan zakar saudaranya upu daeng celak menjulur menjadi naga, adalah kepalanya menghadap ke johor, maka dita’birkan orang anak cucunya akan mendapat kerajaan di sebelh johor dan riau.
Setelah mendapat kedudukan yang kokoh di Kalimantan, Kepulauan Riau dan Johor, uppu-upu berlima itu mendapat undangan pula dari anak sulung kerajaan kedah yang disingkirkan oleh adiknya sendiri.  Peperangan di kedah ini merupakan bagian yang paling riuh rendah dalam buku tersebut karena pada bagian kedua ikut pula bekas musuh lama upu-upu itu. Raja Kecil.  Dalam gema gendang perang yang dipalu sepanjang perjalanan laut upu-upu itu berangkat dari riau dengan 60 penjajab dan menghancur leburkan perdagangan timah di Kedah.  Ajaran yang merupakan air mandi dan nasi sehari-hari bagi mereka ialah agar sentiasa  tidak membuang belakang dan mati dengan nama laki-laki.  Itulah sebebnya  penembakan daeng perani oleh raja kecil dari buritan kapal dianggap sebagai tindakan yang tidak jantan dan gema ejekan terdengar  melintasi zaman karena siapa yang memiliki pena akan leih jauh melangkah ke masa depan.  Daeng Perani tewas, tetapi perang dapat dimenangkan oleh pihak upu-upu tersebut. Raja Kecil di usir kembali ke negerinya di siak dan kekuasaan kedah ditegakkan kembali. Dari Kedah upu-upu itu  meneruskan perjalanan ke Perak, Selangor, dan ke masa depannya.

Notes:
[1]. Junus, Hasan. 2002. Raja Ali Haji Budayawan Abad XX. Pekanbaru. Unri Press hal: 148
[2]. Junus, Hasan. 2002. Raja Ali Haji Budayawan Abad XX. Pekanbaru. Unri Press hal: 149
[3]. Junus, Hasan. 2002. Raja Ali Haji Budayawan Abad XX. Pekanbaru. Unri Press hal: 152
[4]. Junus, Hasan. 2002. Raja Ali Haji Budayawan Abad XX. Pekanbaru. Unri Press hal: 154
DAFTAR PUSTAKA:
  1. Junus, Hasan. 2002. Raja Ali Haji Budayawan Abad XX. Pekanbaru. Unri Press.
  2. Liasmi, Rida. 2007. Bulang Cahaya Sebuah Novel . Pekanbaru. JP. Books Surabaya dan Yayasan Sagang Pekanbaru
  3. Id . Wikipedia . org
  4. http / portalbugis.com

Minggu, 22 Mei 2016

HADIST TENTANG BALASAN ORANG MUKMIN DARI KEBAIKAN-KEBAKANNYA DITERIMA DI DUNIA DAN DI AKHIRAT, SEDANGKAN BALASAN KEBAIKAN ORANG KAFIR DISENGSARAKAN DIDUNIA


Dari anas bin malik, beliau berkata: rasulullah saw bersabda: sungguh, allah swt tidak akan bertindak zalim kepada orang mukmin mengenai balasan amal aknya. Balasan tu dierikan di dunia dan diganjar pula di akhirat. Sedangkan orang kafir kepadanya dicicipkan alas an apa yang dia perbuat karena allah di dunia, hingga ketika ia menuju akhirat,  tidak ada lagi mempunyai kebaikan yang mesti dibalas.

Dari anas bin malik ra, beliau menceritakan dari rasulullah saw, beliau bersabda: sesungguhnya orang kafir itu bila melakukan perbuatan baik maka ia dibalas dengan balasan di dunia. Sedangkan orang mukmin, allah menyimpan kebaikan-kebaikannya di akhirat dan membalasnya pula dengan rezeki di dunia atas ketaatananya .

HADIST TENTANG PENDUDUK DUNIA YANG PALING SENANG (BAHAGIA) DICELUP KE NERAKA, DAN YANG PALING SENGSARA DICELUP KE SURGA

Dari Anas bin Malik, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda pada hari kiamat didatangkan penduduk dunia yang paling senang di antara penduduk neraka, lalu dibenamkan ke dalam neraka, kemudian difirmankan: hai anak turun adam! Apakah pernah engkau melihat kesenangan sekali saja? Apakah pernah engkau mengalami kenikmatan sekali sja? Orang itu menjawa sama sekali tidak, demi allah wahai tuhan. Dan didatangkan pula manusia di antara ahli surge yang pada waktu di dunia paling sengsara, lalu dibenamkan ke dalam sorga, kemudian difirmankan kepadanya: hai anak turun adam! Apakah pernah engkau mengalami kesengsaraan sekali saja? Apakah engkau pernah mengalami kepayahan sekali saja? Orang itu menjawa : sama sekali tidak, demi allah wahai tuhan. Aku tidak pernah mengalami kepayahan atau kesengsaraan.

HADST TENTANG ORANG KAFIR DIGIRING DI ATAS WAJAHNYA

Dari Anas bin Malik ra, bahwa seorang lelaki bertanya: ya Rasululah! Bagaimana orang kafir digiring diatas wajahnya di hari Kiamat?. Jawa rasulullah saw: bukankah dazt yng membuatnya berjalan d atas kedua kakinya di dunia, juga kuasa membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari kiamat.?

HADIST TENTANG HIDANGAN AHLI SORGA


Dari Abu Sa’id Alkhurdi, dari Rasullah saw, beliau bersabda : pada hari kiamat nanti, bumi bagaikan sepotong roti yang digoyang-goyangkan oleh Allah yang mahakuasa pada tangannya, sebagaimana seseorang dari kalian menggoyang-goyangkan rotinya dalam perjalanan. Itu adalah hidangan bagi ahli sorga. Tiba-tiba datang Yahudi. Dia berkata: semoga tuhan yang maha kuasa pengasih memberkatimu, hai Abul Qasim! Maukah kau mendengar pemberitahuanu tentang hidangan ahli sorga pada hari kiamat? Rasulullah saw bersabda : ya, silahkan. Orang itu  berkata: bumi agakan sepotong roti (seperti disabdakan oleh Rasulullah saw). Mendengar kata tersebut Rasulullah  saw memandang kepada kami, kemudian tertawa hingga kelihatan gigi geraha beliau orang itu berkata lagi: maukah kau kuberitahu tentang lauk pauk mereka? Rasulullah saw menjawa: ya!. Orang tu berkata lauk pauk mereka adalah balam dan nun. Para sahabat bertanya: apakah itu? Orang itu menjawab: lembu dan   Ikan Paus, yang kelebihan hatinya saja (bagian terpisah yang tergantung pada hati) dapat dimakan oleh tujuh puluh ribu orang).


HADIST KEBANGKITAN DARI KUBUR, HARI KIAMAT DAN KEADAAN BUMI PADA HARI KIAMAT


Dari Sahl bin Sa’ad ra, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda: pada hari kiamat manusia dikumpulkan pada tanah putih bersemu merah seperti roti yang lembut. Disana tidak ada tanda bagi seorangpun.

Dari Aisyah ra, beliau berkata: aku bertanya kepada Rasulullah saw mengenai frman Allah Ta’ala YAUMATUBADDALUL ARLDLU…. (Yaitu  pada hari bumi diganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit… surat IBRAHIM ayat : 48) dimanakah manusia ketika itu ya Rasulullah? Rasulullah saw bersabda: di atas Shirath (titian

HADIST ORANG-ORANG MUNAFIK DAN HUKUM BAGI MEREKA



Dari abu sa’id Alkhurdi ra, bahwa beberapa orang munafik pada masa rasulullah saw selalu tidak ikut, bla nabi saw pergi berperang. Mereka bergembira ria dengan etidak ikutan mereka ersama rasulullah saw, lalu apabila nabi saw telah kembali, mereka mengemukakan berbagai macam alasan kepada eliau sambl bersumpah dan mengharap dapat pujian dengan apa yang tidak mereka perbuat, maka turunlah ayat: laa tahsabannalladziena yafrahuuna….. janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang bergembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjaka, janganlah kamu menyangka mereka akan terleas dari siksa dan bagi mereka siksa yang pedih . (Ali Imran: 188) (HR. Muslim)


Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi saw: beliau bersabda: perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor domba bingung diantara dua ekor kaming. Domba tu hilir mudik, sekali waktu datang ke kambing yang satu dan pada waktu lain dia menuju kambing yant satunya lagi. (HR. Muslim)

SEJARAH KNIL, SEJARAH TENTARA BAYARAN


George MC T, kahin dalam karya klasiknya, nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia, mengatakan sebelum kedatangan Belanda masyarakat Indonesia telah memliki kelas menengah yang relative kuat. Bahkan para petani telah memiliki organisasi yang meski relative moderat, tetapi memiliki semangat perlawanan yang besar terhadap kekuasaan kaum aristocrat jawa yang menindasnya.
Tetap setelah belanda mengokohkan dominasi kekuasaannya dan sanggup membangun struktur kekuasaannya yang solid, kelas menengah yang pernah ada itu lenyap sama sekali. Kelas pedagang yang pernah berkembang, terutama di wilayah pesisir, hamper lenyap pula. Kahin mengatakan bahwa kemudian orang jawa menjadi penggarap dan nilai kehdupan sosialnya menjadi kerdil. Para petani semakin terpuruk dalam kemiskinannya. Bersamaan dengan itu, kekuatan tawar-menawarnya terhadap kaum aristocrat jawa berangsur-angsur ambruk, hingga akhirnya berhasil ditakhlukkan. Dampak lebih lanjutnya, rakyat indonesia Cuma menjadi budak. Negeri yang pernah mengalami zaman kejayaan itu hidup di bawah kuasa kolonial. Kekayaan alam Nusantara dieksploitasi habis-habisan untuk melayani kepentingan ekonomi colonial. Dengan ekploitasi ekonomi inilah tiang-tiang kekuasaan politik Belanda ditegakkan, dengan kaum aristocrat sebagai kaki tangannya. Tentang hal ini, sejarawan Onghokham menulis,
“kompeni umumnya nenihak para penguasa dalam menghadapi para pemberontak. Arena itu sedari awal penguasa setempat dipertahankan, bahkan diperkuat, artinya struktur social pribumi diawetkan,….dengan demikian voc berfungsi sebagai stabilisator politik ia menjaga perimbangan kekuasaan antara penguasa pusat (raja) dan penguasa setempat (bupati). Selain itu, ia berfungsi seagai sumber keungan bagie lit pribumi.”
Akibat penindasan dan penghisapan yang kian bertambah keras, penguasa colonial harus menuai perlawanan. Dimulai dari banten, perlawanan menentang kolonialisme menjalar ke Mataram, Maluku, Ternate, Makassar, Kalimantan, Padang, Aceh dan seterusnya. Pada masa itu perlawanan rakyat terjadi secara sporadic. Tidak mengenal prinsip-prinsip organisasi perlawanan modern, program perjuangan yang jelas kepemimpinan politik yang kuat serta organisasi yang rapi, begitu juga disipln masih kabur. Umumnya gerak dan kesolidan organisasi dipimpin oleh individu dengan charisma dan wibawa tradisional yang kuat. Karena berlangsung Sporadic dan sering bersifat spontan, bentuk-bentuk perlawanan itu mudah dipatahkan.
Tetapi, rakyat terus belajar dari kesalahan-kesalahan itu, taktik strategy perjuangan terus diperbaiki . abarat pepatah “mati satu tumbuh seribu” perlawanan tak pernah surut bahkan semakin terpimpin dan terorganisir. Penguasa colonial akhirnya merasa kewalahan juga, terutama setelah pecah perang Diponegoro tahun 1825-1830. Inilah perang pertama yang sangat menguras tenaga dan menghabiskan biaya. Perang selama lima tahun itu tercatat sebagai perang yang paling meletihkan dan paling merugikan keuangan Belanda. Onghokham menulis:
“ pada tahun 1825-1830 penguas belanda di jawa mengalami salah satu krisis esar, yakni menghadapi pemberontakan pangeran Diponegoro. Belum pernah ada dalam sejarah intervensi Belanda ke Jawa, demikian banyak tentara kolonal belanda dikrim dan belum pernah timbul korban demikian esar dari pihak belanda”
Setelah berhasil mematahkan Diponegoro intervensi Belanda dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa semakin dalam. Namun usai perang Diponegoro prajurit Belanda berkurang Drastis. secara total, belanda kehilangan 15000 prajuritnya dengan sekitar 8000 orang tewas dan sisanya 7000 orang Pribumi yang disuplai oleh raja-raja yang probelanda. Atas dasar itu pemerintah colonial secara resmi mulai membangun kembali tentaranya di Hindia, yang dikenal dengan KNIL ( Koninklijke Nederlands Indische Leger)
Para perwira KNIL pada umumnya adalah lulusan akademi militer breda atau leih dikenal dengan nama KMA Breda yang ternama di Belanda. Sementara itu para prajuritnya dari golongan Intara dan Tamtama, umumnya sukarelawan yang direkrut dari kawasan-kawasan miskin seluruh Eropa. Melalui handerwijk, yakni pusat tentara bayaran yang sering jadi sasaran ejekan, sebagai Comberan Eropa (the sink-hole of Europa). Tak heran j  ika dinas ketentaraan sering kali hanya diperuntukan bagi orang-orang Eropa pengangguran. Yang untuk mempertahankan hidup kesehariannya terpaksa memilih menjadi tentara. Ini suatu pertanda untuk menjadi tentara tidak pertama-tama di motivasi oleh semangat bela Negara, semangat patriotisme demi kejayaan tahta Kerajaan Belanda. Menjadi dinas ketentaraan bukan pilihan utama. Dan juga bukan pekerjaan yang dapat meningkatkan status social seseorang.
Memang ada juga kenyataan bahwa motivas menjadi tentara tidak semata-mata karena daya tarik uang. Ada hal lain yang tak kalah menggiurkan yakni, akses terhadap pelacuran. Tetapi yang terpenting adalah tantangan akan momen-momen petualangan di daerah Asia. Timur, dalam benak orang Eropa, menyimpan misteri keindahan misteri yang Barbar, mempesona, samar-samar, sekaligus eksotis. Dengan menjadi tentara, semangat dan naluri petualangan untuk merambah daerah tak berperadaban itu menjadi lempang. Dari sini terkadang misi suci (mission sacre) bertumpang tindih dengan nafsu penumpukan capital.
Karena menjadi tentara bukan pekerjaan yang terhormat, ditanah jajahan, para tentara Eropa ini hidup terasing lagi terisolir. Kehadiran mereka ditolak dalam masyarakat, baik oleh masyarakat Bumiputera juga masyarakat Eropa. Hanya perwira tinggilah yang mendapatkan status social yang cukup tinggi erta oleh menikah dengan sesama orang Eropa. Para prajurit rendahan kalau toh dihormati semata-mata karena keberaniannya sebagai umpan peluru.
Jumlah prajurit keseluruhan yang bersedia menjadi Tentara Kompeni adalah 109.000 orang.  Menurut Capt. RP Suyono, selama masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda telah dikirim sekitar 1500 hingga 1600 orang tiap tahun dengan kapal. Jumlah ini masih kurang karena yang dibutuhkan adalah 2000 orang tap tahunnya.  Dari jumlah serdadu Kompeni 61% adalah Belanda, 30% Belgia, Jerman (30%), Swis (20%) , Prancis (12%).belakangan serdadu Kompeni juga direkrut dari Afrika Barat (sekarang Ghana). Karenan berkulit hitam, mereka disebut Belanda Hitam atau mardjikers. Untuk menambah personei serdadu KNIL belanda melakukan rekrutmen terhadap masyarakat Indonesia juga.
Tetapi keanggotaan KNIL ternyata tidak terbuka bagi semua suku. Yang bisa diterima hanya teratas pada orang Ambon, Alfuru (orang Helmahera yang bukan kristen), Manado, Jawa, Sunda, Bugis, Timor, Aceh, Melayu dan sejak 1929 juga Batak. Menurut Peter Britton mayoritas prajurit  Bumiputera adalah orang Jawa 65%. Pada 1916, komposisi pasukan KNIL terdiri atas 17.854 orang jawa, 1792 Sunda, 151 Madura, 36 Bugis, 1066 Melayu, 3519 orang Ambon, 5925 Manado dan 59 orang Alfuru. Pada tahun 1923, menurut Larson 26000 orang terdaftar di KNIL. 8500 Maluku dan Minahasa. Dari Timor 1000, Jawa Barat 1500 Jawa Tengah dan Jawa Timur 15000 orang. Namun jumlah terbesar prajurit KNIL tetap dari golongan Eropa.
 Meskipun mayoritas prajurit KNIL berasal dari etnis Jawa namun perlakuan istimewa justru diberikan kepada pasukan KNIL yang berasal dari suku Minahasa, Timor dan Ambon karena kesamaan agama.  Hal ini juga terlihat dari fasilitas dan gaji yang diperoleh oleh orang-orang tersebut. Ketika soerang prajurit mendapat medali kuningan (voot moed en trouw) untuk keberanian dan kesetiaan seorang prajurit Ambon mendapat gaji sekitar 10,19 gulden sedangkan Jawa dan Sunda hanya sekitar 6,39 gulden. Diskriminasi lainnya adalah dari fasiltas berpakaian, misalnya prajurit Jawa tidak boleh memakai sepatu dan aturan ini kemudian dicabut tahun 1905  ketika protes dari perwira-perwira KNIL. perlakuan    diskriminasi itu bukan tanpa alasan tujuan utama adalah sebagai bagian devide at impera. Ini bisa dibuktikan ketika di masa-masa Revolusi Kemerdekaan, setimen anti Ambon muncul karena dianggap pro Belanda. Salah satu wujud politik tersebut adalah ketika Belanda menyerang Aceh pasukan yang diutus adalah orang Pribumi dari suku Jawa dan Ambon pasukan ini dinamai dengan pasukan Elit Morsase, namun perwiranya tetap dari golongan Belanda. Begitu juga pasukan KNIL melakukan penyerangan di Bali tahu 1846-1849, sebanyak 500 tentara KNIL berasal dari Madura dikerahkan. Kedua rekrutmen terbatas itu bertujuan agar tidak ada semangat persatuan dari orang Nusantara (Indonesia kini). Dalam buku KMA (koninklijke mlitaire academie) di breda tertulis pandangan pemerintah Kerajaan Belanda mengenai prajurit di Bumiputera.
mempertimbangkan nilai keprajuritan para parjurit prbumi di nusantara, kami berpendapat tidak ada pengikatan cinta terhadap tanah air dan nasionalsme pada mereka. Mereka hanyalah merupakan serdadu-serdadu yang disewa saja dan menganggap prajurit adalah sebagai suatu pekerjaan yang harus dibayar.
 Mayoritas prajurit KNIL dari Bumiputra direkrut dari golongan orang miskin dan budak atau golongan rendahan terutama dari masyarakat Jawa yang kehidupannya penuh dengan kemiskinan. Zaman terus berkembang dan KNIL terus dirasakan manfaatnya oleh Kerajaan Belanda di tanah jajahan.  Tetapi menjelang kekalahannya dari tentara Jepang, terdapat perkembangan lain yang menarik dari KNIL dalam rekrutmen Bumiputera. Terjadi pergeseran status social dari golongan Bumiputera yang direkrut ke dalam KNIL. Jika awalnya adalah golongan budak dan laisan social yang rendh, kemudian banyak dari tentara Bumiputera yang direkrut dari golongan terpelajar dan kaya bahkan dar golongan aristocrat. Misalnya: Didi Kartasasmita, seorang keturunan keluarga Menak yang sangat terhormat di Sunda, Surjadi Surjadarma seorang yang bergelar Raden bangsawan Jawa dari Banyuwangi, atau Gusti Kanjeng Pangeran Purbonegoro dan adiknya BKPH Djatikusumo, putra dari Susuhunan Pakubuwono X dari Surakarta, dan Ahmad Junus Mokoginta seorang aristocrat dari kota Moagu Sulawesi Utara,. Ada juga dari golongan terpelajar seperti Alex Kawilarang dan Abdul Haris Nasution , Tahi Bonar Simatupang, Rahmat Kartakusumah dan Asykari. 
KNIL juga mendapat tugas tambahan yang pada awalnya dimaksudkan untuk menjaga keamanan dalam negeri jajahan, kemudian knil juga menjadapat tugas sebagai tentara untuk mempertahankan Hindia dar serangan Jepang di Perang Dunia II.  Oleh karena itu mereka juga disebut sebagai KNIL generasi baru.  Ketika menjalani masa latihan di KNIL, mereka harus bersumpah setia kepada Ratu Belanda, bersedia mengorbankan jiwa raganya demi kejayaan tahta ratu. T.B Simatupang, yang merupakan angkatan pertama dari akademi KNIL Bandung, mengatakan bahwa satu tradisi yang mencerminkan watak pendidikan di akademi itu terpatri dalam sebuah ”lagu taruna” atau het cedettenled  yang sangat dihapalnya.
“kom wapenbronders, nederlands zonen
Door hetzelfde levensdoel verwant
Met heilig vuur bezield voor het ene
Kom zweert met ons dan deze woden
Die eenmaal onze vaderen zwoeren
Toen vreemd geweld hen zuchten deed
artinya
(marilah teman-teman seperjuangan, putra-putra negeri belanda
Yang dipersatukan oleh tujuan hidup yang sama
Dijiwai oleh api kudus untuk tanah air yang Satu
 setia kepada tanah air yang sama
marilah bersumpah bersama dengan kami-kami kata-kata ini
yang pernah diikrarkan oleh leluur kita
waktu mereka berkeluh kesah di bawah kekuasaan asing

KNIL sesungguhnya menganut ideology militer professional yang telah tumbuh di eropa barat. Termasuk pandangan  bahwa kekuasaan militer dan sipil harus dipisahkan. Bahkan militer harus tunduk di bawah kepemimpinan sipil atau yang kini kita kenal dengan istilah supremasi sipil.

Jumat, 20 Mei 2016

HADIST UNTUK BERTAUBAT DAN BERGEMBIRA DENGANNYA



Dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah saw, bahwabeliau bersabda “Allah Azza wa Jalla berfirman: “Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku selalu bersamanya, ketika ia mengingat-Ku. Demi Allah adalah benar-benar lebih gembira dengan taubatnya, daripada kegembiraan  seseorang di antara kalian yang menemukan barang hilangnya di padang luas. Barang siapa mendekat kepadaku sejengkal, maka aku akan mendekat kepadanya sehasta. Barang siapa mendekat kepadaku sehasta, maka aku akan mendekat kepadanya sedepa. Dan apabila dia datang kepadaku dengan berjalan biasa, maka aku akan dating kepadanya dengan bergegas. (HR. Muslim, no: 208). 

Dari abu hurairah r.a, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: sungguh Allah lebih gembira dengan taubat salah seorang di antara kalian, ketimbang seseorang dari kalian dengan barang hilangnya, ketika dia menemukannya. (HR. Muslim, no: 209).

HADIST TENTANG GUGURNYA DOSA SEBAB ISTIGFAR



Dari Abu Ayyub, bahwa beliau berkata menjelang wafatnya: “dulu, aku telah menyembunyikan kepada kalian, sesuatu yang pernahku dengar dari Rasulullah saw. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “andaikata kalian tak pernah berdosa, tentu allah menciptakan orang-orang yang berdosa, agar bisa memberi ampun mereka.” (hr muslim, no: 210)
Dar Abu Ayyub al Ansari , dari Rasulullah saw, beliau bersabda: seandanya kalian tidak pernah mempunyai dosa yang allah bisa mengampuninya untuk kalian, tentu allah akan mendatangkan suatu kaum yang mempunyai dosa yang akan diampuni bagi mereka”. (hr: muslim, no: 211)
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata Rasulullah saw bersabda: demi dzat yang menguasai diriku! Seandainya kalian tidak pernah berbuat dosa, niscaya Allah membawa pergi kalian dan dia mendatangkan kaum yang berbuat dosa, lalu mereka memohon ampun (istighfar) kepada allah, kemudian dia mengampuni mereka.”  (hr muslim, no: 212)