Biografi Imam At
Tirmidzi
Imam Tirmidzi rahimahullahu ta’ala. Beliau adalah salah satu Imam Ahli
Hadis terkenal yang memiliki kitab hadis yang monumental yaitu Kitab Al-Jami’
atau Sunan at-Tirmidzi.
Nama
Beliau
Salah satu ulama besar yang dimiliki
kaum muslimin ini bernama lengkap Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa
as-Sulami at-Tirmidzi. Dan beliau memiliki nama kunyah Abu ‘Isa.
Imam al-Tirmidzi
memiliki nama lengkap Abu ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa ibn Tsaurah ibn Musa ibn
al-Dhahak al-Sulami al-Bughi al-Tirmidzi. Namun beliau lebih popular dengan
nama Abu ‘Isa. Bahkan dalam kitab al–Jami’ al–Shahih-nya,
ia selalu memakai nama Abu ‘Isa. Sebagian ulama sangat membenci sebutan Abu
‘Isa, mereka menyandarkan argumennya dari hadis Abu Syaibah yang menerangkan
bahwa seorang pria tidak diperkenankan memakai nama Abu ‘Isa, karena Isa tidak
mempunyai ayah. Sabda Nabi Muhammad: “Sesungguhnya ‘Isa tidak mempunyai ayah”.
Al-Qari menjelaskan lebih detail, bahwa yang dilarang adalah apabila nama Abu
‘Isa sebagai nama depan atau nama asli, bukan kunyahatau julukan.
Dalam hal ini, penyebutan Abu ‘Isa adalah untuk membedakan al-Tirmidzi dengan
ulama yang lain. Sebab, ada beberapa ulama besar yang popular dengan nama
al-Tirmidzi, yaitu :
1.
Abu Isa al-Tirmidzi, pengarang kitab al–Jami’ al–Shahih.
2.
Abu al-Hasan Ahmad bin al-Hasan, yang popular dengan
sebutan al-Tirmidzi al-Kabir.
3. Al-Hakim al-Tirmidzi Abu Abdullah
Muhammad ‘Ali bin al-Hasan bin Basyar. Ia seorang zuhud, hafidz, mu’azin,
pengarang kitab dan popular dengan sebutan al-Hakim al-Tirmidzi.
Kelahiran
Beliau
Imam ahli hadis ini dilahirkan pada
tahun 209 Hijriyah di sebuah daerah bernama Tirmidz. Dan nama
beliau tersebut dinisbatkan kepada sebuah sungai yang ada di daerah tersebut
yang sering dikenal dengan nama Jaihun. Para ulama berbeda pendapat
akan kebutaan yang beliau alami pada waktu itu. Ada yang mengatakan bahwa
beliau mengalami kebutaan sejak beliau lahir. Akan tetapi yang benar adalah
beliau mengalami kebutaan pada masa tua beliau, yaitu masa setelah beliau
banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu.
Adapun nisbah yang melekat dalam nama al-Tirmidzi, yakni
al-Sulami, dibangsakan dengan Bani Sulaim, dari Kabilah Ailan. Sementara
al-Bughi adalah nama tempat di mana al-Tirmidzi wafat dan dimakamkan. Sedangkan
kata al-Tirmidzi sendiri dibangsakan kepada kota Tirmidz, sebuah kota di tepi
selatan sungai Jihun (Amudaria) yang sekarang, Uzbekistan (Ahmad Sutarmadi,
1998: 50), tempat al-Tirmidzi dilahirkan. Tokoh besar al-Tirmidzi lahir pada
tahun 209 H dan wafat pada malam Senin tangga 13 Rajab tahun 279 H di desa Bug
dekat kota Tirmidz dalam keadaan buta. Itulah sebabnya Ahmad Muhammad Syakir
menambah dengan sebutan al-Darir, karena al-Tirmidzi mengalami kebutaan di masa
tuanya
Kisah
perjalanan beliau dalam menuntut ilmu
Pada zaman kita saat ini, sangat jarang
kita temukan ada seorang anak muda yang sudah semangat menuntut ilmu agama di
umurnya yang masih belia. Biasanya, pada usia yang masih belia, mereka lebih
menyukai kebebasan bermain dan beraktivitas. Akan tetapi, dahulu para ulama
kita memiliki semangat untuk menuntut ilmu agama sejak usia mereka yang masih
muda. Termasuk di antaranya adalah Imam Tirmidzi. Beliau memulai jihadnya
dengan belajar agama sejak beliau masih muda. Beliau mengambil ilmu dari para
syekh yang ada di negara beliau.
Kemudian beliau memulai melakukan
perjalanan dalam menuntut ilmu ke berbagai negara yang ada di muka bumi ini.
Yang mana perjalanan beliau itu hanya ditujukan untuk menimba ilmu agama.
Beberapa daerah yang pernah beliau datangi pada saat itu adalah Khurasan, Iraq,
Madinah, Mekkah, dan yang lainnya.
Guru
Beliau
Bagi seorang penuntut ilmu, tidak bisa
hanya mencukupkan diri dengan membaca buku-buku dalam rangka menimba ilmu
agama. Karena jika hal tersebut dilakukan, maka kesalahanlah yang akan banyak
dia dapat daripada kebenaran. Oleh karena itu para penuntut ilmu itu sangat
membutuhkan kehadiran seorang guru dalam perjalanannya menuntut ilmu. Begitu
pula apa yang telah dilakukan oleh Imam Ahli Hadis ini. Berbagai negara telah
beliau singgahi, sehingga beliau telah banyak menimba ilmu dari para gurunya.
Di antara para guru beliau adalah:
1.
Ishaq bin Rahawaih,
yang merupakan guru pertama bagi Imam Tirmidzi.
2.
Imam Bukhari. Imamnya
para ahli hadis ini adalah termasuk salah satu imam besar yang mana Imam
Tirmidzi mengambil ilmu darinya. Beliau adalah guru yang paling berpengaruh
bagi Imam Tirmidzi. Dari beliaulah Imam Tirmidzi mengambil ilmu ‘ilalul
hadits.
3.
Imam Muslim. Beliau
dan Imam Bukhari adalah dua imam ahli hadis terkenal yang ada di muka bumi ini.
Kitab hadis karya mereka berdua adalah kitab yang paling benar setelah Alquran.
4.
Imam Abu Dawud.
5.
Qutaibah bin Sa’id.
Di antara ulama yang menjadi gurunya adalah; Qutaibah bin Sa’id al-Madani
(lama belajar al-Tirmidzi diperkirakan lebih dari 35 tahun), Ishaq bin Rahawaih
(di Khurasan), Muhammad bin ‘Amru as-Sawwaq al-Balki (di Naysabur), Muhammad
Ibn Ghilan (di Merw, w. 39 H), Isma’il bin Musa al-Fazari, Abu Mus’ab al-Zuhri,
Bisyri bin Mu’az al-‘Aqadi, al-Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib, ‘Ali bin Hujr,
Hannad, Yusuf bin Isa, Muhammad bin Yahya Khallad bin Aslam, Ahmad bin Muni’,
Muhammad bin Isma’il, dan masih banyak lagi yang lainnya. Adapun di antara
muridnya yang masyhur adalah Abu Bakar Ahmad bin Isma’il Ibn Amir
al-Samarkandi, Abu Hamid Ahmad Ibn Abdullah Ibn Dawud a-Marwazi al-Tajir, Ahmad
Ibn Yusuf al-Nasafi, Ahmad Ibn ‘Ali al-Maqari, al-Husain bin Yunus, Hammad bin
Syakir dan lain-lain.
Di kalangan kritikus
hadis, integritas pribadi dan kapasitas intelektual al-Tirmidzi tidak diragukan
lagi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan mereka sebagai berikut:
1.
Dalam kitab al–Tsiqat,
Ibn Hibban menerangkan bahwa al-Tirmidzi adalah seorang penghimpun dan
penyampai hadis, sekaligus pengarang kitab.
2.
Al-Khalili berkata,
“al-Tirmidzi adalah seorang tsiqahmuttafaq ‘alaih (diakui
oleh Bukhari dan Muslim)”.
3.
Al-Idris berpendapat
bahwa al-Tirmidzi seorang ulama hadis yang meneruskan jejak ulama sebelumnya
dalam bidang ‘Ulum al–Hadis.
4.
Al-Hakim Abu Ahmad
berkata, aku mendengar ‘Imran bin ‘Alan berkata, “Sepeninggal Bukhari tidak ada
ulama yang menyamai ilmunya, ke-wara’-annya, dan ke-zuhud-annya
di Khurasan, kecuali Abu ‘Isa al-Tirmidzi.
Ibn Fadil menjelaskan, Bahwa al-Tirmidzi adalah
pengarang kitab Jami’ dan Tafsirnya, dia juga ulama yang
paling berpengetahuan
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Murid-murid
beliau
Suatu keutamaan bagi orang yang berilmu
adalah dia akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak dan
keberadaannya sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang sadar akan pentingnya
ilmu. Setelah beliau menimba ilmu sekian lama dari para gurunya, beliau
mengajarkan dan menyebarkan ilmu-ilmunya kepada manusia. Dan di antara muridnya
adalah:
1.
Abu Bakar Ahmad bin
Isma’il as Samarqand
2.
Abu Hamid al Marwazi
3.
Ar Rabi’ bin Hayyan al
Bahiliy
Karya-karya
emas beliau
Kesungguhan al-Tirmidzi dalam menggali
hadis dan ilmu pengetahuan, tercermin dari karya-karyanya, yaitu:
Kitab al–Jami’ al–Shahih,
yang kenal juga dengan al–Jami’al–Tirmidzi, atau
lebih popular lagi Salah satu hal yang menyebabkan orang
berilmu akan selalu terkenang namanya dan terus mengalir pahalanya adalah
apabila dia menulis ilmu-ilmunya dalam suatu buku yang akan dibaca oleh manusia
hingga akhir zaman. Dan di antara karya-karya beliau yang sampai saat ini
dimanfaatkan oleh kaum muslimin terutama para ulama adalah:
1.
Al-Jami’ (Sunan
at-Tirmidzi). Kitab yang satu ini adalah kitab
beliau yang paling monumental dan dengan Sunanal–Tirmidzi.
2. Kitab al–‘Ilal al–Shaghir,
kitab ini terdapat pada akhir kitabal–Jami’ al–Tirmidzi.
3.
Kitab al–‘Ilal al–Mufrad atau al–‘Ilal Kabir yang
mendapat bahan dari al-Bukhari.
4.
Kitab al–Tarikh.
5.
Kitab al–Syama’il al–Muhammadiyyah.
6.
Kitab al–Zuhud yang
merupakan kitab tersendiri, yang tidak sempat diamankan, sehingga tidak dapat
ditemukan
7.
Kitab al–Asma’ wa al–Kunya.
8.
Kitab al–Asma’ al–Shahabah.
9. Kitab al–Atsar al–Mauqufah.
Di antara karya al-Tirmidzi yang paling
monumental adalah kitabal–Jami’ al–Shahih atau Sunan al–Tirmidzi,
sementara kitab-kitab yang lain, seperti al–Zuhud, dan al–Asma’ wa al–Kunya kurang
begitu dikenal di kalangan masyarakat umum.
Begitu populernya
kitab al–Jami’ al–Shahih, maka muncul
beberapa kitab syarah yang mensyarahi kitab tersebut. Di
antaranya:
1.
Aridat al–Ahwadi ditulis oleh Abu Bakar ibn al-‘Arabi
al-Maliki.
2.
Al–Munqih al–Syazi fi Syarh al–Tirmidzi oleh
Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad yang terkenal dengan Ibn Sayyid al-Nas
al-Syafi’i.
3.
Syarah Ibn Sayyid al–Nas disempurnakan
oleh al-Hafz Zainuddin al-‘Iraqi.
4.
Syarah al-Tirmidzi oleh al-Hafiz Abu al-Fajar Zainuddin ‘Abd
al-Rahman Ibn Syihabuddin Ahmad Ibn Hasan Ibn Rajab al-Baghdadi al-Hanbali.
5.
Al–Lubab oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani.
6.
Al-‘Urf al–Syazi’ ala Jami’ al–Timidzi oleh
al-Hafiz ‘Umar ibn Ruslan al-Bulqini.
7.
Qat al–Mughtadi’ ‘ala Jami’ al–Tirmidzi oleh
al-Hafiz al-Suyuti.
8.
Ta’liq al–Tirmidzi dan Syarah al–Ahwazi oleh
Muhammad Tihir.
9.
Syarah Abu Thayyib al–Sindi.
10.Syarah Sirajuddin Ahmad al–Sarkandi.
11.Syarah Abu al–Hasan ibn ‘Abd al–Hadis al–Sindi.
12.Bahr al–Mazi Mukhtashar Shahih al–Tirmidzi oleh
Muhammad Idris ‘Abd al-Ra’uf al-Marbawi al-Azhari.
13.Tuhfat al–Ahwazi oleh Abu ‘Ali
Muhammad Abd al-Rahman Ibn ‘Abd al-Rahim al-Mubarakfuri.
14.Syarah Sunan al–Tirmidzi dengan al–Jami’ al–Shahih oleh
Ahmad Muhammad Syakir.
15.Al-‘Urf al–Syazi ‘ala Jami’ al–Tirmidzi oleh
Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri.
Situasi dan Kondisi Ketika Kitab al–Jami’ al–ShahihDitulis.
Al-Tirmidzi adalah
pakar hadis yang msyhur pada abad ke-3 Hijriyyah. Abad ke-3 H adalah puncak
kemajuan ulama dalam mengembangkan pelbagai disiplin ilmu pengetahuan, di
antaranya : hadis, fiqih, filsafat, ilmu kalam dan tasawuf.
Dalam kawasan hadis,
periode ini merupakan periode “penyempurnaan dan pemilahan”, yaitu penanganan
terhadap persoalan-persoalan yang belum sempat terselesaikan pada periode
sebelumnya, seperti persoalan al–jarh wa al–ta’dil,
persambungan sanad dan kritik matan. Di samping
itu, pemisahan hadis Nabi dan fatwa sahabat juga dilakukan ulama pada periode
ini.
Upaya penyempurnaan
dengan pemilahan ini pada akhirnya memunculkan kitab-kitab hadis dengan corak
baru, yaitu kitabshahih yang hanya memuat hadis-hadis shahih yaitu
kitab al–Jami’al–Shahih oleh Bukhari (w. 256 H),
kitab al–Jami’ al–Shahih oleh Muslim
(w. 261 H), dan kitab-kitab Sunan yang memuat seluruh hadis
kecuali hadis yang sangat dha’if dan munkar,
seperti kitabsunan yang disusun oleh Abu Dawud (w. 273 H),
al-Tirmidzi (w. 279 H), al-Nasa’I (w. 303 H). Keberadaan kitab-kitab tersebut
dimaksudkan untuk menangkal pemalsuan hadis dari golongan para pendusta
dan mazhab teolog yang fanatik dalam membela golongannya.
Ulama pada abad itu
juga berupaya menata hukum Islam berdasarkan sumber al–Qur’an dan al–Hadis,
sehingga semua kitab hadis yang lahir pada abad ini berorientasi pada fiqih.
Hal ini dapat dicermati dari metode penyusunan kitab-kitab tersebut terdiri
atas bab-bab fiqih. Bahkan dengan tegas al-Tirmidzi mengatakan
“Tidaklah hadis-hadis yang terdapat dalam kitab ini kecuali yang dipilih
(diamalkan) fuqaha’”.
Pernyataan al-Tirmidzi tersebut menunjukkan, bahwa sebagai pakar hadis ia
ingin menjaga keutuhan hadis sebagai dasar syari’at Islam. Ia lebih memilih
menggunakan hadis dha’if laisa bihi matruk(hadis dha’if yang
kelemahannya tidak menghalangi pengamalannya) dari pada hukum qiyas dan ijma’.
Itulah sebabnya al-Tirmidzi menciptakan istilah hadis hasan, yang
kedudukannya di bawah hadis shahih dan di atas hadis dha’if,
namun dapat dipakai sebagai hujjah.
Pendapat Para Ulama
Terlepas dari kebesaran dan kontribusi yang telah diberikan oleh
al-Tirmidzi melalui kitabnya, tetap muncul pelbagai pandangan kontroversial
antara yang memuji dan mengkritik karya tersebut. Di antaranya adalah al-Hafiz
al-‘Alim al-Idrisi, yang menyatakan bahwa al-Tirmidzi adalah seorang dari para
Imam yang memberikan tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadis, mengarang al–Jami’, Tarikh, ‘Ilal,
sebagai seorang penulis yang‘alim yang meyakinkan, ia seorang
contoh dalam hafalan.[21]
Lain halnya dengan
al-Hafiz Ibn Asihr (w. 524 H), yang menyatakan bahwa kitab al-Tirmidzi adalah
kitab shahih, juga sebaik-baiknya kitab, banyak kegunaannya, baik
sistematika penyajiannya dan sedikit sekali hadis-hadis yang terulang. Di
dalamnya juga dijelaskan pula hadis-hadis yang menjadi amalan suatu mazhab disertai
argumentasinya. Di samping itu al-Timidzi juga menjelaskan kualitas hadis,
yaitu shahih, saqim dan gharib. Dalam
kitab tersebut juga dikemukakan kelemahan dan keutamaan (al–Jarh wa al–Ta’dil)
para perawi hadis. Ilmu tersebut sangat berguna untuk mengetahui keadaan perawi
hadis yang menetukan apakah dia diterima atau ditolak.
Sementara Abu Isma’il
al-Harawi (w. 581 H) berpendapat, bahwakitab al–Tirmidzi lebih
banyak memberikan faedah dari pada kitabShahih Bukhari dan Shahih Muslim,
sebab hadis yang termuat dalam kitab al–Jami’ al–Shahih al–Tirmidzi diterangkan
kualitasnya, demikian juga dijelaskan sebab-sebab kelemahannya, sehingga orang
dapat lebih mudah mengambil faedah kitab itu, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin,
dan lainnya.
Al-‘Allamah al-Syaikh’
Abd al-‘Aziz berpendapat, bahwa kitab al–Jami’ al–Shahih al–Tirmidzi adalah
kitab yang terbaik, sebab sistematika penulisannya baik, yaitu sedikit
hadis-hadis yang disebutkan berulang-ulang, diterangkan mengenai mazhab–mazhabfuqaha’ serta
cara istidlal yang mereka tempuh, dijelaskan
kualitas hadisnya, dan disebutkan pula nama-nama perawi, baik gelar
maupun kunyahnya.
Seorang orientalis
Jerman, Brockelman menyatakan ada sekitar 40hadis yang tidak
diketahui secara pasti apakah hadis–hadis itu
termasuk hadis Abi Isa al-Tirmidzi. Sekumpulan hadis itu
dipertanyakan apakah kitab yang berjudul al–Zuhud atau al–Asma’wa al–Kunya.
Ada dugaan keras bahwa kumpulan hadis itu adalahal–Fiqh atau al–Tarikh,
tetapi masih diragukan.
Ignaz Goldziher dengan
mengutip pendapat al-Zahabi telah memuji kitab al-Jami’ al-Shahih dengan
memberikan penjelasan bahwa kitab ini terdapat perubahan penetapan isnad hadis,
meskipun tidak menyebabkan penjelasan secara rinci, tetapi hanya garis
besarnya. Di samping itu, di dalam kitab al–Jami’ al–Shahih ini
ada kemudahan dengan memperpendek sanad.
Kendati banyak yang memuji
kitab al–Jami’ al–Tirmidzi, namun bukan
berarti kemudian luput dari kritikan. Al–Hafiz Ibn al–Jauzi(w.
751 H) mengemukakan, bahwa dalam kitab al–Jami’ al–Shahihli al–Tirmidzi terdapat
30 hadis maudu’ (palsu), meskipun pada akhirnya pendapat
tersebut dibantah oleh Jalaluddin al-Suyuti (w. 911 H) dengan mengemukakan,
bahwa hadis-hadis yang dinilai palsu tersebut sebenarnya bukan palsu,
sebagaimana yang terjadi dalam kitab Shahih Muslim yang
telah dinilainya palsu, namun ternyata bukan palsu.
Di kalangan ulama hadis, al-Jauzi memang dikenal
terlalu tasahul(mudah) dalam menilai hadis sebagai hadis palsu.
Mengacu kepada pendapat al-Suyuti, dan didukung oleh pengakuan mayoritas ulama
hadis seperti telah dikemukakan, maka penilaian Ibn al-Jauzi tersebut tidak
merendahkan al-Tirmidzi dan kitab al–Jami’al–Shahih-nya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar