Sayuti melik
lahir di desa Kadilobo, Rejondani, kabupaten Sleman, Yogyakarta, 25 November
1908. Memiliki istri bernama Tri Murti dan istri kedua Siti Ranjari serta
memiliki dua orang putra, yaitu Musafir Kurma Budiman (1939) dan Heru Baskoro
(1942), Bergama islam. Ayahnya bernama Abdul Muin Alias Purtoprawiro, lebih
dikenal dengan panggilan Dulmaini, seorang bekel jajar ( jabatan Pamong Praja pada
tingkat desa di daerah Yogyakarta pada zaman Kolonial Belanda ). Ibunya bernama
Sumilah seorang pedagang kecil barang-barang kain di pasar. Sebenarnya nama
sayuti malik adalah panggilan saja, nama
lengkap beliau adalah mohammad ibnu sayuti, dan dipanggil sayuti atau yuti.
Sedangkan melik adalah nama samara yang ia gunakan di semarang sekitar tahun
1938 pada majalah pesat sebagai
“penjaga pojok “. Majalah pesat ini diteritkan sendiri oleh sayuti melik[1].
Kata melik juga digunakan olehnya saat di Yogyakarta setelah kemerdekaan dan
hingga sekarang kita kenal beliau dengan nama Sayuti Melik .
Pada masa balita
dia sudah dikenl sebagai anak pemberani dan suka protes terhadap apa yang menurutnya tidak adil. Ada yang menyebut
dia pemberani sejak kecil itu karena pada saat kecil tersebut dia di culik
gendruwo. Pada usia batita ia sering dikatakan “begu” (hantu), karena belum
bisa berbicara tapi sudah memiliki cara berpikir. Pada saat berusia enam tahun
dia sudah masuk sekolah yakni sekolah desa di srowolan, Yogyakarta. Kemudian
dia masuk sekolah Ongko Loro sekolah ini setingkat dengan sekolah dasar masa
sekarang Pada usia delapan tahun. Di
sekolah terseut beliau termasuk anak yang pintar dan rajin, boleh dikatakan
beliau selalu menjadi nomor satu dalam hal pembelajaran berhitung. Sekolah itu
terletak cukup jauh dari rumahnya yakni sejauh 9 KM.
Ibu Sayuti melik
sangat menginginkan sayuti ini menjadi seorang guru. Maka untuk memenuhi
keinginan ibunya di sleman ia pernah mengikuti ujian untuk menjadi guru, namun
dia belum menjadi guru. Kemudian saat di ajak menjenguk kakaknya di mutilan di
pernah menikuti tes sekolah guru katolik dan ia lulus serta dibolehkan
mengikuti pembelajaran. Di sekolah guru katolik dia mengikuti pemelajaran hanya
sekitar sebulan, karena di mutilan dia hanya sekedar menjenguk family saja.
Kemudian setelah itu dia pergi ke Solo dan sekolah di sana, dan juga pada
sekolah guru berlangsung dari tahun 1920-1924 namun tidak sampai tamat.
Semenjak sekolah di Solo inilah dia mulai pandai berbicara, juga mulai
mencoba-coba berkecimpung dalam organisasi dengan mendirikan suatu perkumpulan
pelajar [2].
Yang membentuk
sikap pemberani seorang sayuti melik adalah dari seorang ayahnya yang memiliki
sikap keras dan pengaruh dari suasana keluarga di mana dia melihat adanya cara
hidup yang berbeda antara ayah dan ibunya yang mencerminkan ketidakadilan. Dan juga ada dorongan dari guru sejarahnya
berkebangsaan belanda tuan H. A. Zurink. Mengenai sifat ayahnya yang sangat
pemberani dan tidak segan-segan menentang kebijakan belanda yang sangat merugikan
apalagi melanggar auran yang sudah disepakati. Di lain hal ayahnya adalah
seorang yag suka berfoya-foya. Sementara
ibunya yang bernama Sumilah yang mencerminkan hidup bekeja keras dan ulet.
Berdagang, mejahit pakaian, dan mengerjakan sawah. Memang pada saat itu sudah
enjadi kebiasaan bagi masyarakat Yogyakarta di mana perempuan lebih banyak
bekerja dari laki-laki. Dan sikap ia sudah mulai menentang ayahnya saat ia
kecil karena melihat ketidakadilan ayahnya pada sang ibu. Dan seorang H. A.
Zurink yang merupakan guru sejarah beliau juga medorong semangat sayuti melik
untuk berjuang, karena seorang Zurink juga tidak tega melihat penindasan
belanda terhadap bangsa Indonesia, meskipun H. A. Zurink adalah seorang belanda. Kemudian
H. A Zurink menyuruh sayuti melik dan kawan-kawannya menumui suwardu
suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ) mengenai bagaimana tata cara pergerakannya.
Karena H. A. Zurink sangat mengenalnya sewaktu dia masih sekolah di belanda.
Kemudian sikap H. A. Zurink diketahui oleh PID ( politikie inliethingen dienst
)/ polisi rahasia belanda. Kemudian dia diusir dari hindia belanda dan kembali
ke negeri asalnya belanda[3].
Semboyan hidup
sayuti sewaktu sekolah adalah belajar sambil berjuang, setelah dia tidak
sekolah lagi dia bersemboyan berjuang sambil belajar. Setelah H. A Zurink
sebagai pendorong ia masuk ke politik dan orang selanjutnya adalah Haji
Misbakh. Haji Misbakh adalah seorang tokoh dri serikat islam merah yang
berpaham marxisme, kemudian sarekat islam merah berubah menjadi sarekat rakyat.
Sayuti erasal
dari keluarga yang memeluk agama islam dan pamannya adalah seorang guru agama
islam di Yogyakarta. Semasa di solo,
pada sekolah guru kesematan yang ada digunakannya untuk mendalami islam dan
politik dari muhammadiyah yang ada waktu itu di asuh oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan. Namun saat belajar di muhammadiyah dia merasakan kurang adanya semangat
perjuangan dari organisasi ini elawan belanda, maka dari itu ia lebih
tertarik kepada islam bergerak versi
marxisnya haji misbakh. Jika seorang Zurink menyuruh sayuti melik mempelajari
nasionalisme sedangkan H. misbakh menyruh mendalami Historis Materialisme.
Pada tahun 1923
dia semakin mendalami ajaran marxisme kepada tokoh-tokoh marxis Indonesia
seperti Sekundar dari Semarang, Surat Hardjomartoyo dari Solo dan demikian pula
dia juga menemui beberapa tokoh sarekat islam merah seperti Darsono, Subaka,
dan Ali Arkham. Pada perkembangan selanjutnya sarekat ini menjadi partai
komunis Indonesia. Pada tahun itu juga sayuti melik mulai menerbitkan tulisan-tulisan
dalam surat kabar yang menentang kolonial belanda. Seperti islam bergerak yang
terbit di Solo, Penggugah terbit di Yogyakarta, Sinar Hindia terbit di
Semarang, pada waktu itu nama samara yang dipakai oleh sayuti melik adalah si
kecil. Karena tulisan-tulisan dari sayuti melik ini mengkritik pedas kebijakan
hindia belanda terhadap rakyat sehingga membuat PID / tentara rahasia belanda
curiga dan mencari tahu siapa sebenarnya si kecil ini[3].
Pada tahun 1924Entah
bagaimana critanya ternyata PID mengetahui tulisan-tulisan itu berasal dari
sekolah guru, dan PID mengetahui siapa sebenarnya si kecil yaitu sayuti melik.
Akhirnya sayuti belik dibawa ke Yogyakarta dan ditahan selama beberapa hari.
Pada perkembangan selanjutnya ternyata sayuti juga harus menerima kenyataan
bahwa ia diberikan sanksi tidak diperbolehkan untuk sekolah lagi di sekolah
guru tersebut. Begitu mendengar bahwa sayuti tidak boleh sekolah lagi maka
kawan-kawan seperjuangannya juga ikut keluar Karen kesetiakawanan yang tinggi,
seperti Marlan, Suwandi, Kasmeni, Jafar, Mudjiman dan Mudjijo[4]
Kemudian sayuti
pergi ke Semarang untuk menemui Darsono, Ali Harkam, Subakat, dan Sugono dan
beberapa tokoh lainnya untuk belajar soal perjuangan. Di Semarang dia juga
bekerja di Sinar Hindia salah satu erusahaan surat kabar. Di samping itu dia
juga membrikan kursus-kursus perjuangan kepada ibu-ibu. Kemudian dia pindah ke
Ambarawa, di kota ini dia juga aktif memberikan ursus-kursus di samping menjadi
guru sekolah rakyat. Sekolah ini awalnya adalah milik sarekat islam kemudian
terjadi perpecahan dan diambil alih oleh srekat islam merah. Pada masa ini
terjadi puncak perpecahan sarekat islam. Dikota ini pulalah dia juga masuk
penjara karena tuduhan menghasut rakyat untuk memberontak, kemudian
dipersalahkan karena belum cukup umur untuk menghadiri rapat-rapat politik pada
saat itu usianya masih 16 tahun pada 1924. Kemudian dia diperalat oleh tokoh
sarekat islam merah untuk menghadiri rapat sarekat islam meah dengan sarekat
islam putih. Dia sebagai wakil sarekat islam merah. Dan kemudian berdebat
dengan H. O. S. Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. karena tokoh-tokoh sarekat
islam merah memperlatnya untuk menghadapi kedua tokoh terkemuka sarekat islam
tersebut.
Kemudian dari
Ambarawa dia pindah ke Cilacap, sewaktu itu dia juga aktif memberikan
kursus-kursus perjuangan. Dan dia juga menjadi sekretaris VSTP ( vereniging van
spoor-en trammwegspersoneel) cabang Cilacap. Kemudian dia juga menjadi ketua
SPPL ( serikat pegawai pelabuhan lautan).
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sayuti melik diantu oleh H. Jubaidy
dan tidur serta makan di rumahnya. Orang inilah paman dari istri Jendral
Sudirman[5].
Pada tahun 1926
dia pergi ke bandung. Pada tahun dan tempat itulah ia bertemu dengan bung
karno. Sewaktu dia kembali dari bandung ke Cilacap, bersamaan dngan terjadinya
pemberontakan PKI 1926. Pada saat itu dia berada di kebumen tepatnya di rumah
Sukirno. Kemudian dia ditangkap bersama sukirno oleh pemerintah belanda dan
dibawa ke Banyumas. Pada tahun 1927 dia dibuang ke Digul Atas (Boven Digul)
Papua. Dan baru kembali ke pulau Jawa pada tahun 1933. Pada masa pembuangan itu
ia manfaatkan untuk belajar bahasa inggris dan bahasa prancis.
Setelah kembali
dari Digul, dia pergi ke Singapura untuk
menghadiri sebuah forum yakni pertemuan semua aktivis yang ada di asia
tenggara. Yang merintis sebuah gerakan anti penjajahan. Orng-orang ini terdiri
dari orang-orang Cina yang paling banyak, Vietnam, Filipina, orang Melayu dan ada
juga orang Inggris dan Prancis. Gerakan ini merupakan gerakan bawah tanah
bernama Southeast Asia Anti Imperialis League. Salah satu tokoh yang Indonesia
pada waktu itu ialah Amir Hamzah Siregar merupakan pejuang Indonesia yang
pulang dari Amerika. Saat dia mau ke Indonesia dia ditangkap oleh PID dan
diasingkan ke Digul. Dan perkembangan selanjutnya sayuti melik diangkat menjadi
ketua liga tersebut.
Pada tahun 1936
liga ini semakin meningkatkan kegiatan diskusi politiknya. Dia sering
mengadakan perjalanan keliling di tanah melayu untuk menghubungi anggota liga
tersebut. Dan pergerakannya ini diketahui oleh DSB (Detective Special Branch)
Polisi Rahasia Inggris. Langsung DSB mencurigainya setelah berhasil menemukan
tempat kerja yakni di Singapore rubber workd ltd, di pasir panjang. Kemudian
dia ditahan tahun 1936. Setelah setahun dipenjara keluarlah kebijakan dari
pemerintah inggris di singapura bahwa sayuti melik diusir dari daerah jajahan
inggris, dan tidak oleh lagi menginjakkan kaki di seluruh wilayah kekusaan
inggris di asia tenggara. Kemudian dia dibawa ke pelabuhan dan di sana sudah
menanti utusan dari PID polisi rahasia belanda, tampaknya ada kerjasama antara
PID dengan DSB [6]. Pada tahun1937 dia dimasukkan ke penjara Gang Tengah
Salemba Jakarta smpai tahun1938.
Setelah keluar
dari pnjara Gang Tengah, dia pulang ke Yogyakarta dan berusaha mendekati
partai-partai politik di sana seperti Parindra dan Gerindo. Di sanalah ia
bertemu dengan seorang wanita yang juga aktivis kemerdekaan yakni ibu Tri
Murti. Kemudian mereka menikah meskipun awalnya tidak disetujui oleh orang tua
Tri Murti karena menginginkan calon mantunya orang kaya. Namun karena berhasil
meyakinkan kedua orang tua Tri Murti mereka menikah pada bulan Juli 1938.
Kemudian sayuti
melik melanjutkan perjuangannya dengan menerbitkan tulisan-tulisan yang membuat
pemerintah hindia belanda geram, justru istrinya yang ditangkap oleh PID pada
tahun 1939 dikarenakan pers delict. Setelah Tri Murti hampir bebas giliran
Sayuti Melik yang masuk penjara karena pers delict. Lalu anaknya yang bernama
Budiman dititipkan ke Kartopandoyo di Solo. Dia dipenjara selama 20 bulan di
Sukamiskin Bandung dan baru bebas sekitar pertengahan 1941. Setelah jepang
menguasai Indonesia jepag mengajak bekerjasama dengan aktivis Indonesia ke
dalam pemerintahan dan persurat kabaran. Dibuatlah persuratkabaran sinar baru dan sayuti melik
sebagai pemimpin redaksinya. Selama menjadi pemimpi redaksi semua
tulisan-tulisan yang ada dalam surat kabar sinar baru harus lulus sensor
jepang. Termasuk tuisan dari sayuti melik. Kemudian dia protes agar tulisannya
tidak di sensor dan mengatakan hal tersebut merupakan ketidakpercayaan jepang
padanya, dan lebih baik pemimpin redaksi diganti saja. Selama dia menjadi pemimpin redaksi dia sempt
mengeluarkan artikel-artikel yang isinya cukup tajam mengkritik pemerintahan
jepang di Indonesia yang diantaranya adalah “petruk menjadi raja”, “tempelengan
saudara tua” dan sebagainya.
Kenudian pada
tahun 1942 itu dia ditangkap dan disiksa oleh tentara jepang. Kemudin thun 1943
dia diadili di Pan Koto Hoin. Tahun 1943 dia juga divonis 3 tahun penjara dan
ditempatkan di Ambarawa. Karena kena
getah dari ulah partai komunis Indonesia pada bulan januari 1942 yang
menyebarkan pamphlet agar membunuh seluruh tentara jepang yang masuk ke
Ambarawa. Akibatnya banyak para pejuang yang ditangkap tidak hanya orang-orang
komunis. Termasuk di sana Tri Murti istri Sayuti Melik. Dia disiksa oleh
tentara jepang dan berita ini kemudian sampai ke telinga soekarno. Dan atas
permintaan soekarno akhirnya Tri Murti dibebaskan dan menjadi sekretarisnya di
kantor besar putera.
Kemudian pada
tahun 1945 sayuti melik dibebaskan meskipun belum waktunya, dan pulang ke
Semarang. Saat di Semarang ia menerima surat dari bung Karno yang menyuruhnya
ke Jakarta. Saat itulh ia menduga yang menyebabkan dia keluar dari penjara
adalah karena soekarano. Soekarno adalah seorang yang sangat bepengaruh bagi
pemerintah jepang terutama dalam idang politik. Sehingga apapun yang di
inginkan soekarno mesti di hiraukan oleh pemerintah jepang. Setelah ia ke
Jakarta ternyata Soekarno dan Hatta pergi ke Saigon menemui jendral terauchi.
Baru tanggal 15 agustus ia dapat bertatap muka kemali dengan Soekarno di Jalan
Pegangsaan Timur. Pada tanggal 16 agustus malam harinya atas saran dari
laksamana tadashi maeda, soekarno memerintahkan Soekarni dan Sayuti Melik serta
Nizijima agar berkeliling kota agar mencegah terjadinya terjadinya pemerontakan
malam itu baik dari pemuda atupun masyarakat. Nizijima bertugas sbagai juru
bahasa saja jika bertemu dengan tentara jepang. Dan di jalan merdeka barat
terjadi perbantahan antara tentara jepang dengan Sayuti Melik dan Soekarni. Dan
akhirnya dia dan soekarni dibebaskan oleh tentara jepang karena penjelasan
Nizijima karena mereka disuruh oleh Laksamana Tadashi Maeda.
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung
Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo di rumah Laksamana Muda Maeda. Wakil
para pemuda, Sukarni dan Sayuti Melik. Masing-masing sebagai pembantu Bung
Hatta dan Bung Karno, ikut menyaksikan peristiwa tersebut. Setelah selesai,
dinihari 17 Agustus 1945, konsep naskah proklamasi itu dibacakan di hadapan
para hadirin. Namun, para pemuda menolaknya. Naskah proklamasi itu dianggap
seperti dibuat oleh Jepang. Dalam suasana tegang itu, Sayuti memberi gagasan,
yakni agar teks proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas
nama bangsa Indonesia. Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera memerintahkan
Sayuti untuk mengetiknya. Ia mengubah kalimat "Wakil-wakil bangsa
Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia.
Setelah
Indonesia Merdeka ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pada tahun 1946 atas perintah Mr. Amir Syarifudin, ia ditangkap oleh Pemerintah
RI karena dianggap sebagai orang dekat Persatuan Perjuangan serta dianggap
bersekongkol dan turut terlibat dalam "Peristiwa 3 Juli 1946. Setelah
diperiksa oleh Mahkamah Tentara, ia dinyatakan tidak bersalah. Ketika terjadi
Agresi Militer Belanda II, ia ditangkap Belanda dan dipenjarakan di Ambarawa.
Ia dibebaskan setelah selesai KMB. Tahun 1950 ia diangkat menjadi anggota MPRS
dan DPR-GR sebagai Wakil dari Angkatan '45 dan menjadi Wakil Cendekiawan.
Sebenarnya
Sayuti dikenal sebagai pendukung Sukarno. Namun, ketika Bung Karno berkuasa,
Sayuti justru tak "terpakai". Dalam suasana gencar-gencarnya
memasyarakatkan Nasakom, dialah orang yang berani menentang gagasan Nasakom
(nasionalisme, agama, komunisme). Ia mengusulkan mengganti Nasakom menjadi
Nasasos, dengan mengganti unsur "kom" menjadi "sos"
(sosialisme). Ia juga menentang pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur
hidup oleh MPRS. Tulisannya, Belajar Memahami Sukarnoisme dimuat di sekitar 50
koran dan majalah dan kemudian dilarang. Artikel bersambung itu menjelaskan
perbedaan Marhaenisme ajaran Bung Karno dan Marxisme-Leninisme doktrin PKI.
Ketika itu Sayuti melihat PKI hendak membonceng kharisma Bung Karno. Setelah
Orde Baru nama Sayuti berkibar lagi di kancah politik. Ia menjadi anggota
DPR/MPR, mewakili Golkar hasil Pemilu 1971 dan Pemilu 1977. Sayuti Melik
meninggal pada tanggal 27 Februari 1989 setelah setahun sakit, dan dimakamkan
di TMP Kalibata
Sayuti Melik
menerima Bintang Mahaputra Tingkat V (1961) dari Presiden Soekarno dan Bintang
Mahaputra Adipradana (II) dari Presiden Soeharto (1973)
NOTES:
[1]. Priyadi, Arief. 1986.
Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And International
Studies. Hal: 4.
[2]. Priyadi, Arief.
1986. Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And
International Studies. Hal: 10.
[3]. Priyadi, Arief. 1986.
Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And International
Studies. Hal: 11.
[4]. Priyadi, Arief. 1986.
Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And International
Studies. Hal: 11.
[5]. Priyadi, Arief.
1986. Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And
International Studies. Hal: 13.
[6]. Priyadi, Arief.
1986. Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And
International Studies. Hal: 17.
DAFTAR PUSTAKA
- Priyadi, Arief. 1986. Wawancara Dengan Sayuti Melik. Jakarta. Centre For Strategic And International Studies.
- http/sejarah_kita.blogspot.com
- id. Wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar