Senin, 19 Mei 2014

lennin

Vladimir Ilyich Ulyanov (Lennin)
1.   Sketsa Hidup
Lenin, adalah nama singkat yang lebih populer dari valadimir ilyich ulyanov. nama Lenin sebenarnya adalah sebuah nama samaran dan diambil dari nama sungai Lena, di Siberia. Ia lahir pada tanggal 22 april 1870 di simbirsk. Ia adalah seorang revolusioner komunis rusia, pemimpin partai Bolshevik, Perdana mentri Uni Soviet pertama, Kepala Negara de facto pertama Uni Soviet dan pencipta paham Leninisme. Ia adalah orang uni soviet yang berdarah yahudi. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah dengan jabatan inspektur sekolah di daerah tempat tinggalnya yang meninggal di tahun 1886, saat lenin belum dapat mandiri. Lenin dengan saudara tua yang lelaki tidaklah rukun, mereka kurang dapat bekerja sama. Saudara lelakinya bernama Alexander, merupakan kakak kandung yang pendiam namun menyipan benih perlawanan terhadap penguasa pada masa itu. Alexander telah menikmati pendidikan sebagai mahasisiwa di universitas St. Petersburg, dengan memiliki ketekunan dan kecakapan yang tinggi. Sebagai mahasiswa sekaligus pembangkang pemerintah, dengan kepandaiannya dalam ilmu kimia, ia diserahi tugas oleh kawan-kawannya dalam komplotan itu untuk membuat bom guna membunuh Tsar, namun komplotan itu telah terlebih dahulu di gulung dan berakhir dengan penangkapan dan hukuman gantung.
                  Akibat dari tindakan Alexander, seluruh keluarga menanggung beban penderitaan atas peristiwa itu.Lenin sendiri menghadapi kesukaran tidak dibolehkan untuk melanjutkan pendidikan di universitas St. Petersburg, demikian pula di universitas lain di seluruh negeri. Permohonannya untuk mengikuti pendidikan di luar negri pun di tolak. Pada saat ia tidak dapat memasuki pendidkan universitas, digunakannya untuk mempelajari pemikiran marx atau ajaran marxisime. Ia tampil sebagai pemimpin golonga social demokrat yang memnentang pemerintahan tsar. Akhirnya atas permohonan yang sangat dari piehak ibu kepada pemerintah izin itu didapatkan, yakni diperkenankannya mengikuti pendidikan sendiri di universitas sebagai orang luar. Lenin mampu membuktikan kemampuan, ia lulus terbaik nomor satu di antara 124 peserta. 
Pada tahun  1892 ia mulai bekerja sebagai pengacara. Ia mulai masuk ke dalam berbagai kelompok marxis dan menulis artikel-artikel tentang masalah-masalah sosialisme. Ia menentang anggapan kaum “Narondniki” (kawan-kawan rakyat) bahwa di rusia proletariat industri dapat diganti oleh kaum tani dalam revolusi sosialis. Karena agitasi politiknya pada tahun 1896 lenin diukum pembuangan ke Siberia, walaupun dalam pembuangannya ia tidak begitu menderita, karena ia dibolehkan menerima makanan dari rumahnya serta diberikan kesempatan untuk menjaga kesehayan dengan berbagai latihan. Dan pada saat itu lah lenin akhirnya bertemu dengan seorang gadis yang akan menjadi istrina yang bernama Nadyeshda K. Krupskaya.
Pada tahun 1898 didirikan partai buruh sosial demokrat rusia. Pada tahun 1900 lenin kembali dari pembuangan , namun segera melarikan diri ke eropa barat. Ia menetap di swiss. Bersama Plechanov, Mortov dan  Vera Sassulic, lenin menerbitkan majalah Marxis-revolusioner Iskra (bunga api). Dalam masa pembuangan di luar negeri sesekali lenin menyelundup  untuk pulang. Dari tempat pembuangannya di swiss, ia dengan kawan-kawan seperjuangan ditolong oleh pemerintah jerman dengan maksud sebagai cara kepentingan jerman untuk mengurangi kekuatan Tsar dalam pepersngsn dangan jerman di Perang Duni ke-I, namun pada masa akan dating justru lenin dan kawan seperjuanagannya menjadi musuh. Lenin baru kembali menetap di negaranya ketika berlangsung revolusi Merah –Bolshevik pada tahun 1917. Kalangan pendiri komunis dalam manifesto komunis mengatakan bahwa revolusi yang mungkin terjadi di uni soviet sebagai rentetan revolusi yang terjadi di Negara barat itu. Lenin hanya berkuasa selama 7 tahun dari sejak revolusi Bolshevik hingga wafat tahun 1924 yaang diawali dengan serangan stroke setahun sebelum wafat.

2.  Filosofi
                       
Lenin selalu menganggap dirinya sebagai pengikut setia marx, akan tetapi sebagai seorang prektisi, ia melakukan perannya di uni soviet bukan di kawasan eropa barat, tentu memiliki karakteristik sosial masyarakat yang berbeda. Oleh sebab itu, lenin melakukan modifikasi marxisme. Ia memperkenalkan pendekatan baru dalam perjuangan kelas , strategi organisasi komunis yang hakikatnya menjadi berbeda. Dengan cara itu, lahirlah konsep Marxisme-Leninisme: konsep yang mengkombinasikan beberapa pemikiran marx yang orisinil dengan berbagai formulasinya yang disusun lenin.
Lenin lebih kepada seorang yang aktif dari pada yang dikerjakan oleh marx yang pada umumnya lebih banyak mengemukakan pikiran. Sumbangan yang diberikan lenin dalam melanjutkan dan mengaplikasikan Marxisme-Komunisme lbih bersifat praktis. Lenin memiliki pandangan yang berbeda dengan marx.bagi lenin, partai itu haruslah partai kader, artinya tidak perlu memilki masa yang besar tetapi anggotanya terdiri atas orang-orang yang revolusioner. Partai nantinya yang akan menggerakkan kalangan pekerja atau buruh untuk melakukan perubahan secara revolusioner dan radikal. Orang-orang yang revolusionerr itu adalah orang yang aktif. Lenin berpandangan partai seperti inilah sebagai alat ampuh untuk merobohkan kekuasaan tsar di uni soviet.
Adanya sikap politik yang berbeda antara lenin dangan pemikiran marx mengenai pendirian sebuah partai, ini menyebabkan terjadinya dua pengelompokan di kalangan pengikiut revolusi di uni soviet. Pada tahun 1903, dengan pendirian lenin ini merela terpecah menjadi dua golongan, yakni golongan, Bolshevik (mayoritas) dan golongam Menshevik (minoritas). Lenin sendiri berada sebagai pemimpin di kalangan golongan Bolshevik, sebuah golongan yang militant dan sesuai dengan konsep lenin tentang partai. Pada tahun 1918, golongan ini membentuk partai komunis setelah kekuasaan Tsar di uni soviet runtuh dan kendali kekuasaan berada di tangan mereka. Lenin tidak mengikuti konsep marx mengenai revolusi tahap pertama, baginya cara ini akan melemahkan semanngat pejuang revolusioner dengan mengikutkan kaum Borjuis dalam revolusi akan menghilangkan kepercayaan masa. Oleh sebab itu, apa yang dilakukan  Tsar dalam  Duma (dewan perwakilan) yang dibentuk tahun 1905 di uni soviet berdasar pada konsepsi yang diberikan kaisar atas desakan kalangan sosialdemokrat, menurut lenin petut ditolak. Selain menerima konsesi untuk duduk di Duma  itu akan menimbulkan reaksi dari kalngan borjuis yang waktu itu pada umumnya masih konservatif berbanding dengan kalangan borjuis di eropa barat. Oleh karena itu, lenin tidak bersedia bekerja sama dengan golongan borjuis dengan lebih dulu menumbangkan Tsar, sebaliknya goongan Bolshevik dan lenin  sebagai pemimpin sekaligus berhadapan dengan Tsar dan kelompok borjuis. Pada tahun 1905, lenin menganjurkan agar kaum pekerja atau buruh agar langsung memegang pimpinan revolusi, bukan membiarkan kepemimpinan diserahkan kepada kalangan Borjuis.
Model organisasi partai yang dibangun lenin dengan pengikutnya, pada umumnya menjadi contoh yang ditiru oleh pengikut Komunis-Marxis dalam mendirikan partai di Negara di luar uni soviet. Lenin juga mengemukakan kalangan petani dapat memberikan sumbangan berharga, sebab revolusi yang dipimpin kelas pekerja itu akan menghasilkan diktator demokrasi yang revolusioner dari proletar dan petani,” Jadi tidak hanya dipimpin kelas pekerja saja.
Golongan Menshevik, tetap setia dengan ajaran marx, cara pandang mereka mengikuti pakem yang diajarkan marx, yakni perlu adanya revolusi tahap pertama-revolusi borjuis. Memang di moskow dalam tahun 1927, telah ada pertentangan antara dua golonagan yang saling menuduh sebagai penyeleweng, yang satu sebagai mekanis yang monistis yang lain sebagai idealis. Lenin menyediakan dasarnya sebagai seorang ideology untuk menerapkan gagasannya di uni soviet. Dengan melihat dunia seluruhnya sebagai suatu kesatuan dan berpendaapat bahwa tidaklah tergantung pada lokasi tempat untuk melaksanakan Marxisma dan keadaan yang paling menguntungkan waktu itu adalah uni soviet. Oleh sebab itu, Antonio gramci, sosok tikoh komunis dari italia menyebut revolusi Bolshevik 1917 sebagai Revolusi Againts Das Capitall.
Pada bidang ekonomi di tahap awal usai revolusi dalam kenyataanya tidak seluruhnya harus dikuasai Negara. Sektor tertentu atas kebijakan lenin tetap dibenarkan untuk dikelola secara pribadi atau swasta. Lenin pun dalam bidang ekonomi, pada tahun 1921, mulai melancarkan politik perekonomian barunya. Perusahan milik pribadi di beberapa sektor ekonomi dibenarkan, dan orang-orang yang benar ahli (yang dahulu tidak diperluakn) dipakai kembali dengan memperoleh bayaran yang besar. Lenin juga memiliki visi mengenai pentingnya melakukan revolusi komunisme pada wilayah terbelakang guna perimbangan dunia menghadapi ancaman kapitalisme. Ia merupakan tokoh politik penting pertama yang melihat dunia ini lbih dari sekedar wilayah eropa, wilayah lain memiliki arti penting sebagai faktor yang berpengaruh dalam percaturan politik dunia. Soal ini dikemukakannya: “begitu perut bagian bawah yang lembut dari kapitalisme sudah ditaklukkan oleh komunisma, maka eropa barat dan amerika utara tidak akan memberikan perlawanan berarti.
Sumbangan pemikiran lenin yang diterima oleh semua orang komunis dewasa ini; kediktatoran proletariat hanya mungkin melalui kediktatoran partai komunis. Jika tdak ada kediktatoran partai komunis, maka tidak ada kediktatoran proletar, sebab menurut lenin; orang-orang komunis mengetahui apa yang terkandung dalam kepentingan utama golongan buruh. Mereka mengetahui lebih baik daripada kaum buruh sendiri. Jika mereka mengikuti keinginan yang lain, mereka akan kehilagan garis revolusi. Akan tetapi, partai komunis yang telah mempelajari sejarah, yang paham akan materialisme histiris, perjuangan kelas, dan teori nilai, mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Kediktatoran partai hanya mungkin melalui kediktatoran politburo, ini mrupakan dktrin sentralisme demokrasi. Nicholai Bukharin yang menderita karena teori ini memberikan jawaban bahwa kaum Bolshevik percaya akan politik ganda, yaitu yang stu berkuasa dan selebihnya berada di penjara.  

3.    Karya-Karyanya

Sumbangan yang terpenting dari lenin dengan karyanya What Is To Be Done (1902), konsep yang menjelaskan mengenai kaum revolusioner yang professional. Lenin sebenarnya kurang memmiliki kepercayaan kemampuan masyarakat juga kaum proletariat sekalipun. Oleh sebab itu, aktivis komunnins harus dilakukan dalam dua jalur: Pertama, para buruh harus membentuk organisasi buruh, bila perlu partai komunis beroperasi secara terbuka, sesuai hukum serta melibatkan public sejauh kondisi mengizinkan. Sebagai pendamping dicipakan berbagai kelompok kecil, ini yang dinamakan tenaga revolusioner professional yang dibentuk menurut pola tentara dan polosi, bersifat selaktif dan rahasia. Peran kelompok ini adalah membina, mengawasi semua asosiasi politikdan ekonomi yang dipimpin kaum komunis; Kedua, melakukan infiltrasi, membentuk sel-sel dalam berbagai lembaga sosial juga terhadap tentara dan polisi serta lembaga pemerintah; Ketiga, harus melibatkan dalam kegiatan ilegal demikian pula kesempatan yang legal harus digunakan semaksimal mungkin untuk selalu mengambil alih dan peran sampai kedua perebutan kekuasaan secara revolusioner; Keempat, tenaga revolusioner professional bertanggung jawab melakukan perekrutan untuk mata-mata, pelaku sabotase dan sgen semua aktifitas yang berhubungan dengan intelajen. Di sini ada kelompok penghubung di antara kelompok komunis yang legal, kelompok inti dengan tenaga revolusioner yang profesioner. Secara ideal organisasi komunis legal dengan perangkat revolusioner professional lembaganya terpisah.
4.Partai jenis baru
 Masalah besar yang dihadapi oleh lenin waktu terjun di gelanggang perjuangan politik adalah apakah di rusia sosialisme harus dicapai melaui jalan yamg sama dengan di Negara-negara industry maju, ataukah ada sebuah jalan khusus, langsung dari feodalisma ke sosialisme. Sebagai seorang marxis, bagi lenin jawabannya jelas: tak ada jalan khusus rusia ke sosialisme. Di rusia pun sosialiisme hanya dapat tercapai melalui sebuah revolusi anti-kapitalis. Tahap kapitalisme tidak dapat di loncati.
Apakah hal iti berarti bahwa revolusi sosialis di rusia pun sosialisme harus menunggu puluhan tahun sampai kapitalisme pada akhir abad ke 19 baru mulai meluas di rusi sudah matang?  Lenin menolak kesimpulan ini. Untuk membenarkan penolakan itu lein kemudian merumuskan teorinya tentang “imperialism sebagai tahap akhir kapitalisme”. Mengikuti Robson dan Hilferding,  lenin berpendapat bahwa imperialisme merupakan sarana Negara-negara kapitalis maju untuk sementara dapat mengekspor ketegangan-ketegangan internal mereka ke Negara-negara pra-kapitalis. Tetapi dengan demikian itulah kesimpulan asli lenin- revolusi sosialis jusru lebih mungkin akan pecah di Negara-negara pra-kapitalis. Negara-negara itu adalah mata rantai yang paling lemah dalam sistem kapitalis internasional. Jadi revolusi sosialis akan pecah bukan di pusat kapitalisme, melainkan di pinggirannya. Dengan demikian sebuah revolusi sosialis di rusia justru sangat mungkin, dan revolusi itu diharapkan akan menjadi pemicu revolusi sosialis internasional.
Oleh karena itu,  lenin mati-matian menentang pendapat di kalangan Menshevik bahwa untuk memjatuhkan feodalisme dan mendirikan pemerintah demokratis, kelas buruh harus terlabih dahulu bergebderangan tangan dengan borjuasi. Menurut lenin, proletariat harus bersekutu dengan kelas borjuasi, tetapi sebagai yang memimpin gerakan revolusioner. Apabila kekuasaan Tsar sudah dihancurkan,  proletariat lalu sudah berada dalam posisi untuk dalam waktu tidak terlalu lama meneruskan revolusi dan mengakhiri kekuasaan borjuasi. Karena itu,  lenin selalu menegaskan bahwa proletariat harus dibentuk sebagai kekuataan politik mandiri yang tidak hanya melawan kekuasaan feodal Tsar, melainkan senantiasa sadar bahwa musuhnya yang sebenarnya adalah para pemilik modal. Gagasan yang bagaikan benang merah ditemukan dalam segala tulisan, seruan dan pidato lenin adalah peningkatan kesiap-siagaan dan tekad untuk berevolusi dalam gerakam buruh rusia. Revolusi sosialis di rusia lalu akan menyulut revolusi sosialis sedunia.
Namun usaha mempersiapkan kaum buruh bagi revolusi mengalami hambatan dari suatu pandangan yang cukup luas dipegang di kalangan kaum sosialdemokrat, yang oleh para pengkritiknya disebut sebagai “ekonomisme”. Menurut ekonomisme, kelas buruh hendaknya membatasi diri pada perjuangan di bidang ekonomi, sedangkan perjuangan politik diserahkan terlebih dahulu kepada borjuasi saja. Jadi cukup kalau kaum buruh memperjuangkan kepentingan-kepentingan langsung mereka melalui serikat buruh, misalnya untuk memperoleh upah lebih tinggi. Tujuan perjuangan politik, penggantian feodalisme dengan demokrasi, adalah kepentingan borjuasi.
Ekonomisme itu menjadi sasaran kemarahan lenin dalam bukunya Berbuat Apa? (1902). Soalnya, lenin khawatir bahwa apabila kaum buruh membatasi diri pada perjuanganan ekonomis, mereka akhirnya akan kerasukan ideologi politik borjuasi. Untuk melawan bahaya itu; kaum buruh juga harus diberi kesadaran politik dan melakukan perjuangan di medan politik, misalnya melalui partai buruh. Namun kesalahan terbesar ekonomisme adalah pengandaian bahwa semangat revolusioner-sosialis kaum buruh akan berkembang dengan sendirinya melalui pengalaman perjuangan di bidang ekonomi. Bagi lenin harapan itu sama dengan percaya bahwa kaum buruh akan memperoleh kesadaran sosialis secara spontan.  “Kesalahan dasar semua kaum ekonomis adalah keyakinan bahwa kesadaran politik kelas buruh dapat dikembangkang dari dalam, seakan-akan dari perjuangan ekonomis mereka” (Berbuat Apa, lenin 1970 I, 98).  Lenin mengejek ekonomisme sebagai “pemujaan spontanitas” yang menganut” kebijakan asal-asal ikut saja” (ib., 77). Menurut lenin, kalau kaum buruh dibiarkan mengikuti spontanitas mereka saja, mereka hanya mengembangkan sebuah “kesadaran trade-unionistik’. Tetapi trade-unionisme berarti berfikir menurut polo borjuasi. “Hanya perlu sedikit pemikiran untuk memahami mengapa setiap pemujaan spontanitas gerakan masa,  setiap prendahan politik sosialisdemokrat ke politik trade-unionalistik justru akan berarti mempersiapkan tanah bagi pengalihan gerakan buruh menjadi alat demokrasi borjuis. Gerakan buruh spontan hanya mampu menghasilkan trade-unionisme…, tetapi trade-unionistik kelas buruh adalah politik borjuis kelas buruh” (ib., 111)
Ada dua alasan mengapa lenin tidak percaya bahwa sosialis-revolusioner dapat berkembang secara spontan.  Pertama, karena kepentingan yang langsung di rasakan oleh para buruh terarahkan pada kepentingan-kepentingan langsung mereka dan bukan pada revolusi sosialis. Maka menurut lenin buruh yang masuk ke dalam partai dan menunjukkan kemampuan berpolitik sebaiknya segera dicopot dari proses produksi dan dididik menjadi orang revolusioner purna waktu. Kedua, semangat revolusi sosialis mengendaikan sebuah teori revolusioner. Teori itu adalah sosialisme ilmiah. Tapi tidak mungkin kaum buruh yang hanya berpendidikan rendah secara spontan dapat sampai ke sosialisme ilmiah itu. “Sejarah semua Negara membuktikan bahwa kelas buruh dari kekuatannya sendiri hanya dapat menghasilkan sebuah kesadaran kaum buruh tidak boleh dibiarkan berkembang menurut irama pengalaman perjuangan mereka sendiri adalah bahwa sosialisme berdasarkan sebuah teori ilmiah dan teori ilmiah hanya dapat dikembangkan dan dipahami sepenuhnya oleh para ilmuwan, artinya, oleh kaum intelektual. Itulah pengendalian dasar lenin.

Dari kenyataan itu lenin menarik kesimpulan logis bahwa kesadaran revolusioner harus dimasukkan ke dalam kelas buruh dari luar. Dalam keyakinan ini lenin mengikuti karl kautskty yang menulis pada tahun 1901: “kesadaran sosialis modern hanya dapat muncul atas dasar pengertian ilmiah mendalam. Adapun ilmu ekonomi kontemporer merupakan prasyarat produksi  sosialis, mirip seperti juga tektnik kontempoorer, hanya proletariat debgan seegala upaya tidak mampu untuk mencapai dua-duanya; ilmu ekonomi dan teknik merupakan  hasil proses sosial. Namun yang mengembangkan ilmu pengetahuan bukan proletariat, melainkan kaum intelgensia borjuis. Maka sosialisme modern lahir dalam beberapa anggota lapisan itu dan baru oleh mereka sosialisme diteruskan kepada orang-orang proletar yang unggul secara intelektual yang lalu memasukkannya kedalam perjuangan kelas proletariat di mana keadaan mengizinkannya”(dikutip dari Berbuat Apa, lenin 1970 I , 67)
Dengan demikian jelaslah peranan kaum intelagensia dalam pembentukan kesadaran sosialis. Hanya dengan dipimpin oleh mereka kelas buruh dapat menjadi kelas revolusioner. Bentuk organisatoris kepemimpinan kelas adalah partai revolusioner. “Perjuangan spontan proletariat menjadi ‘perjuangan kelas’ sungguhan selama perjuangan itu dipimpin oleh sebuah organisasi kaum revolusioner yang kuat” (ib., 143). Oleh karena itu sebagian besar pemikiran lenin menyangkut bentuk dan peran “partai revolusioner” itu. Tesk kunci lenin tentang paham partai jenis baru itu adalah Berbuat Apa?
Partai jenis baru itu harus berbeda dari sebuah organisasi buruh pada umumnya. Melawan Martov dan para pemimpin Partai Sosialdemokrat lain yang dalam kongres Partai 1903 akan membentuk sayap Menshevik, lenin menegaskan bahwa partai itu memerlukan struktur organisatoris sedemikian rupa, hingga betul-betul dapat memimpin perjuangan buruh. Partai itu tidak boleh terbuka luas, melainkan terdiri atas orang-orang yang “pekerjaan pokoknya adalah kegiatan revolusioner” (ib., 134). Partai itu harus merupakan sebuah organisasi tertutup dan konspiratif yang terdiri atas orang-orang revolusioner purna waktu, dengan tidak membedakan antara kaum buruh dan kaum intelaktual (ib., 123). “Satu-satunya prinsip organisasi sungguhan bagi para peserta gerakan kita harusnya: Konspirasi seketat mungkin, pembentukan orang revolusioner profesional. Apabila ciri-ciri itu terdapat, yang jadi terjamin adalah sesuatu yang lebih dari pada sekedar ‘demokratisme’: kepercacayaan sepenuhnya antar-kaum revolusionersebagai kawan” (ib.,148).
Dari situ lenin menarik kesimpulan: “perjuangan spontan proletariat akan menjadi ‘perjuangan kelas’ sungguh-sungguh selama perjuangan itu dipimpin oleh sebuah organisasi kaum revolusioner yang kuat” (ib.,143). Lenin ssangat menegaskan bahwa partai itu harus disusun secara sentralistik dan birokratis dalam arti bahwa mutlak harus taa terhadap unsur-unsur atas. Apalagi karena kaum intelektual, lain daripada kaum buruh, cenderung suka tidak disiplin dan tidak mantap dalam sikap politik ( Maju Satu Langkah, Mundur Dua Langkah, lenin I, 216). Maka mereka harus diikatkan ka dalam tertib partai: ”Birokratismee melawan demorkratisme, artinya ya sentralisme melawan otonomisme, itu lah prinsip organisasi kaum sosialdemokrat opurtunis” (ib., 211) partai harus “dibangun dari atas kebawah”. Pandangan bahwa partai harus dibangun dari bawah adalah “demokratisme” keliru (ib.).
Namun hal itu tidak berarti berarti bahwa partai boleh lepas dari kaum buruh. Melwan kritik kaum Menshevik bahwa paham partai perintis merupakan “Blanquisme” dan “Yakobinisme”, dimana sebuah organisasi teroris kecil berkonspirasi untuk menggulingkan struktur kekuasaan, lenin menegaskan bahwa partai harus bersatu dengan kaum buruh. “Orang Yakobin yang secara tak terpisah bersatu dengan organisasi proletariatya yang sadar akan kepentingan-kepentingannya sebagai kelas – itulah sang Sosialdemokrat revolusioner” (ib. 199).ib. 199). Ang khas bagi konsepsi lenin adalah kombinasi partai sebagai organisasi konspiratif ketat dengan masa buruh dan kelas revolusioner lain.
Partai itu harus dipimpim dengan ketat dari ataas. Sebagai organisasi terlarang yang terpaksa bekerja dibawah tanah, kehidupan partai harus diatur dengan disiplin baja. Pimpinan pusat memiliki wewenang mutlak. Organisasi partai harus mirip dengan militer. Berulangkali lenin mengaskan bahwa apabila partai berada dalam situasi gawat pemerintahannya harus berpola sentralisme mutlak. Mencoba melaksanakan “demokratisme”- yang cirri utamanya adalh keterbukaan dan pemiliha semua fungsionaris oleh para anggota partai--- dalam situasi partai ditindas oleh pemerintah otokratik Tsar akan berarti bunuh diri (Berbuat Apa?, lenin 1970 I, 145).
  Namun dalam keadaan lebih biasa prinsip dasar organisasi partai adalah sentralisme demokrtis. Begitu dalam statute Partai Sosial democrat Russia yang disahkan pada tahun 1906 oleh Kongres Partai ke-4 dinyatakan bahwa “ semua organisasi partai berdasarkan prinsip sentralisme demokratis “[dikutip dari kernig II, 337]. Dan 14 tahun kemudian Lenin menegaskan kepada Komintern bahwa “partai-partai yang termsuk dalam Asosiasi Komunis Internasional harus diorganisasi menurut prinsip-prinsip sentralisme demokratis “[Lenin 1966, Jl.31, 210]. Maksud sentralisme demokratis itu sederhana :” Demokratis” berarti bahwa dalam kongres partai sekali setiap beberapa tahun para anggota partai, dan para pemimpin partai dipilih dalam kongres itu. Sesudah itutetap berlaku sentralisme, artinya partai harus taat pada keputusan “komite sentral” yang memiliki wewenang mutlak untuk menentukan kebijakan, strategi dan taktik perjuangan partai.
5.    Pandangan Dunia Menyeluruh
Agar kelas buruh kebal terhadap pengaruh ideologi borjuasi, kesadaran revolusioner kelas buruh menurut Lenin harus dilengkapi oleh sebuah pandangan dunia yang lengkap. Hal itu sudah disadari oleh Friedrich Engels. Maka dalam bukunya Anti- Diibring12 Engels melengkapkan Materialisme Historis Karl Marx dengan pandangan dunia materialis:Realitas pada dasarnya bersifat materi atau merupakan perkembangan dari materi. Materi itu selalu berada dalam keadaan bergerak yang berlangsung menurut hokum dialektika. Dialektika berarti bahwa materi secara hakiki begerak dalam kontradiksi-kontradiksi; kontradiksi-kontradiksi itu merupakan mesin pengembangannya. Melalui loncatan “dialektis”suatu perubahan “kuantitatif” materi bisa menjadi “kualitatif”. Dengan demikian “ materialisme dialektis” menjelaskan bagaimana dari materi tak bernyawa dapat berkembang materi bernyawa dan akhirnya, sebagai produk tertinggi materi, manusia. Bertolak dari “ pandangan materialistis” itu, Engels membagi seluruh filsafat kedalam gua “kubu”: Kubu “idealisme” dan kubu “ materialism”. Yang pertama mendahulukan roh terhadap materi; dan kedua mendahulukan materi. Yang pertama menyatakan bahwa pengetahuan manusia menciptakan apa yang dimengerti: yang kedua menyatakan ahwa pengetahuan manusia benar sejauh mencerminkan apa yang memang nyata-nyata ada.
Ditahun 1907 Bogdanov, seorang Marxis Russia, menerbitkan sebuah buku dengan judul Empiromonisme dimana ia menyatakan bahwa sebuah aliran filsafat baru yang bernama”empirokritisme” sangat cocok untuk Marxisme. Empirokritisme, bersama dengan Neokantianisme, memang agak menjadi “mode” dalam kalangan sosialis Jerman di awal abad ke-20. Neokantianisme, salah satu aliran filsafat Barat penting pada waktu itu, berusaha mengangkat kembali epistemology dan etika Immanuel Kant.Filsafat Kant dianggap paling cocok dengan pandangan dunia ilmiah. Nah, etika Neokantian itu oleh beberapa tokoh partai social democrat Jerman dianggap sangat cocok untuk mengisi sebuah kekosongan yang mereka rasakan ada dalam Marxisme, yaitu bahwa Marxisme tdak memiliki sebuah etika. “Sosialisme etis” itu memang di tentang keras oleh kaum marxis ortodoks pimpinan Karl Kautsky, akan tetapi cukup berpengaruh.
Empirokritisme yang dikembangkan oleh Richard Avenarius, seorang filosof, dan Ernst Mach, seorang ahli fisika, memberikan penjelasan positivistic terhadap pengetahuan ilmiah: menurut mereka, manusia dalam pengetahuan ilmiah tidak berurusan dengan benda-benda, melainkan dengan data-data. Bagaimana relitas pada dirinya sendiri bukan urusan kaum ilmuan. Semua hasil penelitian ilmiah diperlakukan sebagi data saja.14
Waktu Lenin menbaca buku Bogdanov ia “mengamuk kemarahan”.itu bukan Marxisme!” celanya [dikutip dari Kolakowski II, 501]. Apa sebabnya Lenin begitu marah? Ada dua alasan. Pertama, Empirokritisme bagi Lenin berbau” idealisme”. Kalau pengetahuan ilmiah adalah mengenai “data” dan bukan mengenai realitas sungguh-sungguh, maka yang benar adalah “idealisme” dan bukan “materialism”.padahal pandangan dunia proletariat menurut Lenin bersifat materialis. Oleh karena itu, Lenin mempertahankan dengan tegas bahwa pengetahuan “mencerminkan “ realitas objektif yang ada diluar  manusia. Itulah “teori pencerminan kembali” termasyur Lenin tentang pengetahuan. Alasan kedua adalah bahwa kalau yang kita ketahuai hanya data-data saja dan bukan kenyataan sungguh-sungguh, maka hokum-hukum alam maupun hokum-hukum perkembangan masyarakat juga tidak dapat diketahui dengan pasti, hal mana akan berarti bahwa tak mungkin ada” pandangan dunia ilmiah proletariat”dan Marxisme tidak dapat disebut sosialisme ilmiah.
Karena marahnya Lenin yang bukan seorang filosof langsung menulis sebuah buku filosof yang diberinya judul Materialisme dan Empirokrtisme. Buku itu bersama dengan Anti-Diibring Engels kemudian menjadi dasar “ Materialisme Dialektik”, filsafat alam dan epistemologipo resmi Marxisme-Leninisme. Dalam buku ini Lenin disatu pihak mengkritik habis-habisan “idealisme”dan “subjektivisme”dalam filsafat Kantianisme dan Empirokritisme, dilain pihak mengembangkan sebuah Epistemologi sendiri. Melawan Kant, Lenin mengulangi argument sederhana Engels. Menurut Engels keberhasilan eksperimen ilmiah dan teknik membuktikan bahwa alam luar ada pada dirinya sendiri tak tergantung dari pemikiran manusia. Lenin mengutip Engels.”Apabila kita sanggup untuk membuktikan ketepatan paham kita tentang sebuah prose salami dengan cara membuat prose situ sendiri “ yang menurut Kant tidak dapat diketahui “ [Materialism and Empirio-Criticism, Lenin 1952 (ME), 96]. Kalau kita memperkirakan bahwa batu bara mengandung zat alizarin, lalu kita berhasil memproduksikan alizarin dari batu bara, maka menurut Engels hal itu membuktikan bahwa kita mengetahui apa batu bara itu secara objektif : jadi pengetahuan kita mencerminkan realitas sebagaimana adanya [ME 98].Jadi menurut Engels kita dapat memastikan benda pada dirinya sendiri dengan cara kita membuatnya, sama seperti kita dapat membuktikn bahwa ada emas dalam gunung dan bukan hanya pikiran tentang gunung dengan menggali ditanah dan mengangkat emas itu.
Dalam konteks ini Lenin mengembangkan “teori pencerminan kembali “tadi: Pengetahuan harus dipahami mirip dengan pemotretan. Kesadaran kita mencerminkan kembali dunia yang ada diluar.apa yang ditangkap oleh indra kita adalah “ gambar realitas yang ada diluar kita [ME 111].Ada “kecocokan antara kesadaran yang mencerminkan alam dan alam yang dicerminkan oleh kesadaran.”[ME 135].Teori itu bertitik tolak dari Anti Diibring:”Materi adalah yang pertama, dan gagasan, kesadaran, persepsi indrawi adalah produk perkembangan [materi] yang sangat tinggi”[ME 69].”Alam dan dunia luar bereksistensi lepas dari kesadaran dan perasaan manusia “[ME 68].
Seperti Engels, Lenin tidak sadar bahwa ia di situ mencampurkan dua hal yang berbeda, materialisme ontologis dan realisme epistimologis.16 Yang pertama adalah anggapan khas materialism bahwa yang ada hanyalah materi atau apa yang berasal dari materi (karena itu materialisme menolak eksistensi Allah). Yang kedua mengatakan bahwa manusia mengetahui raelitas karena realitas itu memang ada, dan bukan sebalinknya, realitas itu ada karena manusia mengetahuinya. Dalam kenyataan, kebanyakan filosof menolak materialism, tetapi menganut salah satu bentuk realisme.17Argumentasi Engels yang diangkat Lenin mau membuktikan kebenaran pengetahuan mausia melalui prakteknya: Apabila sebuah eksperimen ilmiah berhasil dan kemudian teknik berhasil memakai pengetahuan hasil ekperimen itu untuk memproduksikan apa yang sebelumnya sudah diperkirakan mesti bisa dproduksi, terbuktilah bahwa manusia bisa mencapai “kebenaran mutlak” tentang realitas. Hasil positif eksperimen membuktikan bahwa manusia mengetahui hokum alam. Setiap eksperimen memang terbatas dan relatif, tetapi dengan terus memperluas bidang pengetahuan tentang alam, manusia terus menerus menyempurnakan pengetahuannya.”Pemikiran manusia karena kodratnya mampu untuk memberikan, dan memang memberikan, kebenaran mutlak yang merupakan jumlah kebenaran-kebenaran relative”[ME 133]
Dapat  ditambah bahwa pandangan epistemologis Lenin sangat sederhana ini kemudian mengalami perkembangan. Dari catatan-catatannya 18 diketahui bahwa dalam suasana sepi dipengasingan di Swiss dimasa perang Dubia I Lenin sempat mempelajari Hegel, khususnya buku Logika. Studi itu membuka cakrawala baru bagi Lenin.19 Sebagai akibatnya Lenin merumuskan teorinya bahwa pengetahuan terjadi sebagai pencerminan kembali realitas material dengan lebih canggih. Kesan-kesan indrawi yang kita dapat dari apa yang kita pandang harus direfleksikan dulu, baru bisa dimengerti dan dapat membimbing perbuatan.”kalau pemikiran naik dari yang kongret ke yang abstrak, pemikiran tidak.....menjauhi kebenaran, melainkan lebih mendekatinya. Abstrak dari benda, hukum alam, abstraksi dari nilai dan sebagainya, dengan lain kata, semua abstraksi ilmiah (yang betul, yang harus dipandang dengan sungguh-sungguh, bukan yang aneh-aneh) mencerminkan alam dengan lebih mendalam, lebih setia, lebih lengkap. Dari memandang langsung kepemikiran abstrak dan dari pemikiran abstrak ke praktek –Itulah jalan dialektik pengetahuan kebenaran, pengetahuan realitas objektif ‘[Lenin 1963,171]. Hegel membuat Lenin memahami pengetahuan sebagai proses dialektis pendekatan pengetahuan terhadap realitas melalui tiga langkah: persepsi indrawi,imaginasi dan pemikiran. Namun “Catatan-catatan” itu baru dipublikasikan jauh kemudian dan tidak mempengaruhi ajaran resmi Marxisme-Leninisme.
Iring Fetcher [1975,176] mencatat bahwa rumusan ini juga mempunyai arti praktis politis bagi Lenin. Kalau Lenin menegaskan bahwa arti pengalaman indrawi langsung jangan dilebih-lebihkan, maka hal itu juga berlaku bagi pengalaman ditempat kerja setiap hari jangan dilebih-lebihkan. Baru ditingkat lebih abstrak bisa tercapai pengertian sosialis yang sebenarnya, yaitu kesadaran kelas. Pengertian sosialis itu mengatasi kesadaran yang langsung terbentuk pada buruh dalam perjuangan ekonomis, karena memerlukan kemampuan refleksi ilmiah dan karena itu kemampuan intelektual tinggi. Kelihatan bahwa Lenin menemukan logika Hegel suatu pembenaran atas anggapannya bahwa kaum buruh kalau dibiarkan mengikuti irama perkembangan kesadaran mereka sendiri tidak akan sampai ke kesadaran kelas sosial demokrat yang sebenarnya. Sekaligus Lenin melegitimasikan klaim bahwa partai sebagai kumpulan kaum intelek dan bukan serikat buruh, harus memimpin kelas buruh.
Ada unsur penting lagi yang sangat ditekankan Lenin dalam Materialistisme dan Empirokritisisme, yaitu “sifat berpihak filsafat dalam masyarakat modern “[ME 364/370]. Filsafat dan ilmu pengetahuan tidak pernah netral.”Filsafat yang tidak berpihak bukan lain adalah pengabdian terselubung bagi idealisme dan fideisme”[ME 371].Keberpihakan filsafat bagi Lenin berarti dua [cf.Kolakowski II.504]:pertama, seorang filosof harus memilih apakah mau termasuk kubu idealisme atau kubu materialisme.20 Yang pertama adalah reaksioner, yang kedua progresif. Kedua, semua teori filosofis dan ilmiah selalu mengungkapkan suatu kepentingan kelas. Anggapan bahwa ilmu pengetahuan bersfat netral merupakan tipuan dari borjuasi. Anggapan bahwa pemikiran filosofis dan ilmiah adalah netral menguntungkan borjuasi. Sebaliknya, para ilmuan dan filosof yang berpihak pada proletariat melakukannya secara terbuka. Namun dengan berpihak pada proletariat, filsafat dan ilmu pengetahuan justru menjadi bebas dari distorsi. Titik pandang proletariat bukan salah satu titik pandang, melainkan titik pandang  kelas yang akan membawa umat manusia kepembebasan menyeluruh. Oleh karena itu, titik pandang proletariat memiliki kebenaran objektif. Apabila para filosof dan ilmuan berpihak pada kepentingan proletariat, mereka berpihak pada kepentingan seluruh umat manusia dan berpartisipasi dalam kebenaran sejarah.21 Dengan berpihak pada proletariat ilmuan menempatkan diri dalam kubu revolusi duai yang akan membebaskan manusia yang dengan demikian merupakan kubu kebenaran objektif sejarah. Lenin menulis:”Makin berpihak ilmu pengetahuan, makin benar dan objektiflah dia; makin keras dan tegas kita berpegangan pada titik pandang subjektif proletariat, makin benar dan objektif posisi kita”[dikutip dari Fetscher 1960,78].dan karena kepentingan ploretariat diperjuangkan oleh Partai-Komunis, maka Marxisme-Leninnisme dengan tegas-tegas menuntut agar semua filosof dan teoretisi selalu taat pada garis partai.
6.    Lenin dan Agama
Kita melihat bahwa sejak Engels dan Lenin dasar pandangan dunia proletariat adaalh materialisme. Dengan demikian “sosialisme ilmiah” versi Lenin tidak mempunyai tempat bagi agama. Materialisme berarti kepercayaan bahwa semula hanya ada materi dan apa saja yang ada berkembang dari materi. Padahal Allah memang tidak bermateri dan bahkan oleh kaum beriman diyakini menciptakan alam semesta dengan segala isinya, termasuk seluruh materi. Suatu pandangan yang berpendapat bahwa segala apa yang ada berasal dari materi dengan sendirinya menyangkal Allah dan penciptaan. Materialisme selalu mengandung ateisme. Dan kalau tidak ada Allah, tidak dasar bagi agama,. Lenin menulis:’proletariat modern mengaku menganut sosialisme melawan kabut keagamaan dan membebaskan buruh dari imannya akan hidup alam baka dengan mempersatukan meraka dalam perjuangan di hidup ini demi kehidupan lebih baik di dunia.”[Lenin 1956,7].
Dalam praktek politik Lenin selalu bersikap pragmatis. Juga dalam hal agama. Dalam sebuah karangan dari tahun 1905 tentang”sosialisme dan agama” [Lenin 1956,6-11] Lenin menjelaskan posisinya. Merebut hati buruh adalah lebih penting dari ada menyebarkan ateisme. Oleh karena itu orang yang bukan ateis pun boleh masuk partai komunis. Partai harus memperhatikan prasangka-prasangka religius kaum buruh, jangan sampai mereka terasing dari partai karena sikap partai yang anti-agama. Dalam arti ini Lenin menyatakan mengakui kebebasan beragama. Akan tetapi propaganda komunis niscaya juga memuat propaganda ateis.
Namun mengenai prinsip ateisme Lenin tidak mengenal kompromi. “Bagi partai proletariat sosialis agama bukan urusan pribadi. Partai kita merupakan serikat pejuang demi kebebasan kelas buruh yang sadar akan kedudukan kelas mereka dan progresif. Serikat semacam itu tidak dapat dan tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap ketidaktercerahkanan, ketidaktahuan dan kebodohan dalam bentuk kepercayaan religius”[Lenin 1956,9].dalam negara yang dikuasai oelh partai komunis, agama tidak boleh berperan sama sekali. Dalam kenyataan, gereja ortodoks Russia sesudah revolusi oktober segera diserang. Hak milik Gera dan sekolah-sekolahnya diambil alih. Gereja dilarang untuk melakukan kegiatan apa pun diluar gedung gereja; tidak boleh menerbitkan buku dan majalah; pelanjaran agama dilarang dan ditempat pendidikan calon pastor ditutup. Kebanyakan biara diwilayah Uni Soviet ditutup. Ribuan pastor,biarawan dan biarawati dibunuh [Bochenski/Niemeyer 1958,54322].
Lenin sendiri sudah tidak beragama sejak umur muda. Baginya ateisme begitu biasa sehingga tak pernah dianggap perlu dibuktikan. Berbeda dengan Karl Marx yang juga seorang ateis, tetapi bersikap dingin terhadapa agama karena menganggapnya masalah sekunder, Lenin rupa-rupanya secara pribadi benci terhadap agama. Kritik agama Lenin tajam: “Agama adalah candu bagi rakyat. Agama adalah semacam wisky rohani murahan, didalamnya para budak modal menenggelamkan muka manusianya, hak mereka atas hidup yang masih pantas bagi manusia “[Lenin 1956,7]. Yang menarik dalam kutipan ini adalah bahwa Lenin menggantikan istilah Marx “ agama candu rakyat” dengan “agama candu bagi rakyat”. Bagi Marx agama berfungsi sebagi hiburan dalam situasi buruk, sedangkan menurut Lenin agama menjadi sarana yang dengan sengaja dipakai oleh kelas-kelas berkuasa untuk menipu kleas-kelas dibawah. Agama dianggap sebagai sarana kekuasaan. “Marxisme menganggap semua agama dan gereja dewasa ini, segala dan segenap organisasi religius selalu sebagai alat reaksi borjuis yang dipakai untuk melindungi eksploitasi dan mengelabuhi kelas buruh “[Lenin 1956,20].Dan kepada penyair komunis Maxim Gorkij yang bergabung dengan sebuah kelompok agama bebas, Lenin menulis: “Justru karena segenap gagasan religius, segenap paham tentang Allah terlalu amat memuakkan, padahal gagasan itu diterima oleh borjuis demokratis dengan amat toleran........justru karena itu agama merupakan barang memuakkan yang paling berbahaya,wabah yang paling menjijikkan.......”[Lenin 1956,45]. Sejak Lenin, kebencian terhadap agama menjadi ciri khas semua rezim komunis dikemudian hari.
7.    Negara Dan Kediktatoran Proletariat  
Penjajahan Lenin kedalam wilayah filsafat tadi menunjukkan kekhasan sosok Lenin: Pemikirannya seluruhnya terfokus pada revolusi sosialis. Ia berfilsafat bukan demi filsafatnya sendiri, melainkan ia berpendapat bahwa hanya sebuah pandangan dunia menyeluruh dapat mengamankan kesadaran revolusioner proletariat. Mempersiapkan revolusi sosialis secara kongkret berarti mempersiapkan proletariat supaya dapat menghancurkan kekuasaan Tsar, merebut kekuasaan ke dalam tangannya sendiri dan menghancurkan borjuasi. Dalam arti ini pemikiran Lenin seratus persen pragmatis. Bukan kecocokan dengan teori Marxisme, melainkan kecocockan dengan tercapainya tujuan, yaitu revolusi sosialis, yang merupakan kriteria pemikiran yang tepat baginya. Maka Lenin di satu pihak bersikap keras. Terutama mengenai peran partai dan kesadaran revolusioner ia tidak mengenal kompromi. Dilain pihak ia bersikap fleksibel dan tidak dogmatis. Apa pun yang mendukung perebutan kekuasaan ditangan kelas proletariat dapat dibenarkannya. Lenin menyadari bahwa proletariat Russia terlalu kecil untuk sendirian mengahncurkan kekuasaan Tsar dan Borjuasi. Oleh karena itu ia bicara tentang koalisi proletariat dengan kelas tertindas terbesar di Russia, yaitu kaum tani, dan dengan borjuasi kecil, yati orang-orang kecil dikota yang hidup pas-pasan. Sesudah pemerintahan Tsar digulingkan pada bulan Pebruari 1917 dimana kaum Bolshevik tidak memainkan peranan yang berarti-Lenin merumuskan program politik partai Bolshevik yang bermaksud mencari dukungan dari dua kelas penting itu. Progran itu disingkat dalam semboyan “roti dan perdamaian”(chleh da mir) dan terdiri dari tiga tuntutan: Akhirilah perang (Perang Dunia I) sekarang juga!, negarakan perusahaan-perusahaan industri, dan bagikan tanah para tuah rumah kepada para petani.Lenin tidak pernah mengkompromikan prinsipnya bahwa revolusi harus dipimpin oleh proletariat dan sesudah revolusi proletariat harus memegang hegemoni atas kelas-kelas revolusioner lain, maka Lenin tanpa ragu-ragu membubarkan persekutuan itu pada waktu kaum tani mulai melawan kebijakan ekonomis pemerintah komunis. Lenin tidak pernah menyembunyikan bahwa apa yang didirikannya sesudah revolusi sosialis bukan” kediktatoran proletariat,kaum tani miskin dan borjuasi kecil”, melainkan “kediktatoran proletariat”. Kekalahan besar partai Bolshevikdalam pemilihan bulan November 1917 untuk Konstituante Russia sedikitpun tidak merisaukan Lenin. Ia memang tidak pernah mengakui prinsip mayoritas. Masih sebelum Revolusi Oktober Lenin menulis:   “ Dimasa revolusioner tak cukup mempermaklumkan kehendak mayoritas-bukan, disaat yang menentukan orang harus membuktikan diri sebagai yang lebih kuat, orang harus menang....kita melihat banyak contoh bagaimana sebuah minoritas yang terorganisasi lebih baik, sadar akan tujuannya dan bersenjata dengan lebih baik memaksakan kehendaknya pada mayoritas dan mengalahkannya.”[Lenin 1966,25,203].
Sikap pragmatis Lenin dala hal kemungkinan persekutuan antara proletariat dan kelas-kelas tertindas lainnya kemudian menjadi bagian penting ajaran Marxisme Leninisme tentang “strategi dan taktik perjuangan revolusioner”dan “anti-fasis”lain. Namun apabila dianggap lebih tepat secara strategis atau taktis, kaum komunis tanpa ragu-ragu akan menghantam para bekas sekutu sebagai “kaum fasis-sosial”23. Ditingkat internasional kebijakan persekutuan itu diwujudkan oleh Moskwa dengan mengusahakan aliansi-aliansi strategis, misalnya dengan negara-negara bekas jajahan atau “non-blok” melawan “kubu neo-kolonialis dan neo-imperalis”. Namun prinsip hegemoni partai komunis dalam negara komunis tidak akan pernah dilepaskan.
Adalah menarik bahwa Lenin sampai pecahnya Revolusi Oktober tidak pernah menulis apaun tentang susunan masyarakat sosialis sesudah revolusi. Masalah yang semakin mendesak untuk dipikirkan pada tahun revolusi 1917 menyangkut negara. Sesudah revolusi sosialis negara harus diapakan? Pertanyaan itu dijawab Lenin dalam brosur “Negara dan Revolusi”24.seperti biasanya, Lenin memaparkan pandanganya dengan menghantam pandangan-pandangan yang dianggapnya akan mengancam daya revolusioner kelas buruh. Dalam “ Negara dan Revolusi” dua pihak diserang dengan ganas. Pertama, kaum sosialdemokrat yang mengharapkan bahwa sosialisme dapat diwujudkan melalui mekanisme demokratis. Kedua,  kaum anarkis yang menuntut agar sesudah revolusi negara langsung dihapus.
Pandangan pertama waktu itu cukup luas diterima dalam partai sosial demokrat Jerman. Di satu pihak semakin banyak penganut sosialisme memang meyakini demokrasi. Di lain pihak, mereka berargumentasi bahwa menurut Karl Marx, kapitalisme, karena dinamikanya sendiri, akan menyebabkan semakin banyak warga masyarakat tersapu kedalam proletariat, sehingga lama kelamaan proletariat dengan sendirinya akan menjadi mayoritas. Begitu proletariat menjadi mayoritas, proletariat akan menang dalam pemilihan umum dan dengan demikian dapat mengambil alih kekuasaan negara secara demokratis, sehingga mereka dapat menghapus hak milik atas alat-alat produksi melalui undang-undang biasa. Dengan demikian sosialisme dapat diwujudkan tanpa perlu memakai kekerasan. Pandangan itulah yang pada akhir Perang Dunia I mendasari perpecahan partai-partai  sosialdemokrat kedalam sayap mayoritas yang moderat dan demokratis, dan sayap komunis yang mengikuti pandangan Lenin.
Lenin menolak jalan demokratis mentah-mentah. Baginya, membatasi perjuangan kelas pada kampanye pemilihan umum berarti mengkhianati sosialisme dan revolusi. Lenin tidak pernah percaya  kepada demokrasi yang menjadi cita-cita borjuasi. Anggapan bahwa pemilihan umum betul-betul bisa mengungkapkan ilusi khas borjuasi picisan.25. demokrasi hanyalah tipuan belaka yang dipakai oleh borjuasi untuk merusak semangat revolusioner proletariat, dan hanya sebuah alat untuk menyelamatkan kapitalisme.26 Pendapat kedua yang ditolak tega oleh Lenin adalah pandangan kaum anarkis. Anggapan mereka, bahwa sesudah kemenangan revolusi sosialis negara harus dihapus, menurut Lenin naif. Negara memang akan layu dan hilang apabila sosialisme sudah seluruhnya mantap, tetapi kapan dan bagimana hal itu terjadi belum bisa ditentukan. Negara baru akan menghilang apabila sudah tidak dibutuhkan lagi. Padahal sesudah revolusi kekuasaan negara masih sangat dibutuhkan, karena tiga alasan. Pertama, pembangunan sosialisme masih terancam oleh kekuatan kapitalis disekeliling yang mengahancurkannya. Kedua, sesudah revolusi disamping proletariat masih terdapat pelbagai kelas sosial lain yang dapat saja mengancam kemenangan proletariat. Negara ditangan proletariat masih diperlukan untuk memastikan hegemoninya atas kelas-kelas itu. Alasan ketiga adalah bahwa kemenangan revolusi proletariat belum berarti bahwa sosialisme sudah langsung terwujud.
Lenin membedakan dua tahap perwujudan sosialisme. Dalam tahap pertama, yang diubah secara radikal baru tatanan hak milik: Hak milik pribadi atas alat-alat produksi diganti dengan “milik sosial”, artinya sarana-sarana produktif seperti pabrik,toko, bengkel dan tanah pertanian menjadi hak milik negara atau koperasi. Keadaan itu masih ditandai oleh kekurangan dalam segala bidang. Dalam tahap itu masih berlaku prinsip” kepada siapa menurut kecakapannya, kepada siapa menurut prestasinya” [ Negara dan Revolusi,Lenin 1966,344]. Perbedaan dalm kebutuhan dan kemampuan bekerja orang belum bisa diperhitungkan, sehingga pada permulaan masih akan ada ketidaksamaan material dan banyak kekurangan.[ib.,341,ss] Menurut Lenin pada tahap itu perlu pendekatan yang realis.pembangunan sosialisme harus sesuai” dengan kodrat manusia seperti apa adanya, kodrat manusia yang tidak jalan tanpa ketaatan, kontrol dan menejer-menejer’”, [ib.307] oleh karena itu, aparat penindas negara masih dperlukan.27 Namun akan layu menghilang sama sekali apabila masyarakat dapat menerapkan peraturan: dari siapa menurut kemampuannya, bagi siapa menurut kebutuhann-kebutuhanya.’[ib.344]
Jadi menurut Lenin negara jelas masih akan diperlukan unutk waktu yang sama. Pandangan ini menunjukkan bahwa Lenin memahami negara pada hakikatnya sebagai aparat penindas.”Negara itu pengorganisasian khusus paksaan; negara adalah pengorganisasiankekerasan demi penidasan salah satu kelas. Gagasan darai tradisi Aris toteles dan Hegel menyatakan bahwa negara juga merupakan sesuatu yang pada hakikatnya  positif, sebuah tatanan rasional yang ditaati karena sesuai dengan kebutuhan dan rasionalitas para warga, dimana ancaman penindasan hanya sebagai penunjang. Gagasan seperti itu benar-benar asing bagi Lenin. Paham negara berat sebelah semata-mata sebagai alat penindas itu kiranya dapat menjelaskan  ketidakmampauan komunisme untuk mewujudkan pola kenegaraan, termasuk aparat pemaksa (yang memang kiki bagi negara),yang rasional dan berwibawa berdasarkan pengakuan masyarakat dan bukan hanya berdasarkan daya ancamnya.
Lalu negara macam apa yang masih diperlukan sesudah revolusi sosialis? Disini Lenin dengan sangat tajam melawan pandangan Karl Marx Kautsky. Melawan “ demokratisme” kaum sosialdemorat tadi kautsky memang mempertahankan bahwa sosialisme hanya dapat diciptakan lewat revolusi, akan tetapi revolusi sosialis itu dipahami secara politis dalam arti bahwa melalui revolusi proletariat sekedar merebut kekuasaan negara, negara borjuis, lalu memakai kekuatan negara itu untukl mendirikan sosialisme. Jadi aparat negara sendiri dibiarkan berjalan terus, yang diganti adalah pemerintah. Sama seperti setiap pemerintahan demokratis, pemerintah yang dipegang oleh proletariat akan menciptakan struktur-struktur sosialis melalui undang-undang.
Tetapi, menurut Lenin, membebaskan kaum buruh dan menmbangun sosialisme dengan memakai negara borjuis adalah mustahil. Soalnya, sesudah proletariat merebut kekuasaan, negara borjuis masih tetap dikendalikan oleh birokrasi lama yang akan menggagalkan segala usaha untuk betul-betul menjatuhkan kekusaan borjuasi. Karena itu, tidak cukup lah kalau negara borjuis hanya dikuasai, dia harus dihancurkan. Tegas-tegas Lenin menyatakan bahwa menurut Karl Marx “ kelas pekerja harus membongkar, menghancurkan’ aparat negara siap pakai’ dan tidak hanya membatasi diri untuk menguasainya”. Kata menghancurkan terus- menerus diulang-ulang Lenin. “ Revolusi proletariat tidak mungkin tanpa penghancuran paksa aparat negara borjuis dan tanpa penggantianya oleh aparat negara baru yang menurut kata-kata Engels ‘ sudah bukan negara dalam arti yang sebenarnya”.karena itu, perlu langsung menghancurkan aparat birokrasi lama dan membangun aparat baru”. Dan terhadap pendapat Kautsky bahwa pemerintahan pasca revolusi pun memerlukan keahlian departemen-departemen negara lama, Lenin bertanya: “ mengapa departemen-departemen tidak dapat digantikan oleh, katakan, komisi-komisi orang spesialis yang bekerja dibawah soviet-soviet, deputi kaum buruh dan serdadu yang berdaulat, maha kuasa?
Jadi tujuan langsung revolusi sosialis adalah penghancuran negara borjuis, tetapi, berbeda dengan harapan naif kaum anarkis, tidak untuk menghilangkan negara sama sekali, melainkan untuk langsung membentuk negara penindas baru ditangan proletariat. Dengan kata lain, hasil revolusi sosialis adalah kediktatoran proletariat.
Istilah kediktatoran proletariat berasal dari Karl Marx (dalam kritik dan progran ghota). Marx tidak memberi banyak keterangan, tetapi maksudnya cukup jelas. Dalam tahap langsung sesudah revolusi sosialis sisa kapitalisme masih merupakan ancaman terhadap kemenangan sosialisme. Maka kaum buruh yang baru saja merebut kekuasaan negara perlu memakai kekusaaan itu untuk merebut segala usaha kaum kapitalis untuk berkuasa kembali. Begitu ancaman sisa kapitalisme tidak ada lagi, kediktatoran proletariat dengan sendirinya berakhir pula karena tidak ada yang perlu didiktatori lagi.
Inilah paham yang dipakai oleh Lenin untuk melegimitasikan pemakaian kekerasan oeh negara komunis sesudaha revolusi sosialis. Apa itu kediktatoran proletariat dijelaskan Lenin dalam polemiknya “ Revolusi proletar dan Renegat Kautsky” dari tahun 1918, yang merupakan jawaban Lenin atas kritik Kautsky terhadap sistem Soviet (dalam tulisannya Kediktatoran proletariat). Dengan kata “kediktatoran” Lenin mau membuat jelas posisinya tentang negara pasca revolusi. Untuk merampungkan penghancuran kapitalisme dan penciptaan masyrakat sosialis, proletariat harus memegang kekuasaan negara. Yang mau ditegaskan Lenin adalah bawa negara proletariat ini jangan dipahami menurut demokratisme kaum sosialdemokrat di barat. “ Revolusi berarti bahwa proletariat akan menghancurkan’ aparat administratif’ dan seluruh parat negara, dan menggantikannya dengan aparat aru yang terdiri dari buruh-buruh bersenjata” [ Negara dan Revolusi, Lenin 1966,360]. Kediktatoran berarti bahwa prletariat akan mengambil segala tindakan tanpa kenal ampun untuk menghancurkan segenap ancaman dan perlawanan terhadap sosialisme.” Kediktatoran adalah kekuasaan yang langsung berdasarkan paksaan, yang tidak terikat sama sekali pada undang-undang. Kediktatoran revolusioner proletariat adalah kekuasaan yang disebut dengan paksaan oleh proletariat dari borjuasi dan dipertahankan, sebuah kekuasaan yang tidak terikat oleh undang-undang apapun “[Revolusi Proletar dan Renegat Kautsky, Lenin II, 285].
Akan tetapi, siapa yang secara nyata harus menjalankan kediktatoran proletariat? Adalah cukup menarik bahwa Lenin dalam Negara dan Revolusi tidak membahas sedikit pun peran partai dalam negara pasca revolusi. Dalam kenyataan, sesudah kaum Bolshevik merebut kekuasaan dalam Revolusi Oktober, peran dewan buruh dan serdadu yang begitu penting didalamya justru dimatikan. Tak pernah soviet-soviet itu menentukan segala-galanya secara eksklusif dan diktatoris adalah Komite Sentral Partai. Dapat diperkirakan bahwa dalam situasi yang pada permulaan masih sangat kacau, dimana kekuasaan komunis masih terancam, harapan bahwa partai akan melepaskan kekuasaan dari tangannya tidak realistik. Namun yang tragis adalah bahwa partai komunis kemudian tidak pernah melepaskan monopoli kekuasaan itu. Begitu pula di semua Negara komunis tanpa kecuali, kekuasaan selalu dijalankan secara sentral dan total oleh komite sentral partai komunis, bahkan dalam kenyataan oleh polit bironya.
Akan tetapi, dalam negara dan revolusi sebenarnya terdapat cukup banyak petunjuk bahwa lenin sebelum revolusi oktober sudah menyadari bahwa kediktatoran   proletarian dalam kenyataan akan dijalankan oleh partai. Lenin selalu menegaskan bahwa peralihan kesosialisme sesudah revolusi harus dipimpin oleh proletariat: proletariat membutuhkan kekuasaab negara, paksaan terorganisasi dan tersentralisasi, pengorganisasian kekerasan, demi tujuan penghabcuran perlawaran para pengisap dan untuk tujuan memimpin masa besar rakyat- kaum tirani, borjusi kecil, semi proletariat-dalam pekerjaan mengorganisasikan ekonomi sosialis” (negara dan resolusi, Lenin 1966,288). Tetapi ia langsung melanjutkan : “ dengan mendidik partai kaum buruh, Marxisme mendidik barisan depan proletariat yang mampu untuk merebut kekuasaan dan untuk mengantar seluruh rakyat kesosialisme, mampu untuk memimpin dan mengorganisasikan tatana baru, untuk menjadi guru, pandu dan pemimpin semua [orang] yang bekerja dan terekploitasi dalm tugas membangun kembali kehidupan sosial tanpa borjuasi dan melawan borjuasi.
Disini sudah ada sindiran bahwa kediktatoran proletariat dalam kenyataan akan merupakan kediktatoran partai diatas proletariat. Kalau kita lalu membaca ucapan-ucapan tegas Lenin bahwa “ berjuta-juta buruh”harus” dilatih dan ditertibkan “ bahwa” kita akan memasang disiplin keras, baja didukung oelh kekuasaan negara para buruh bersenjata, maka munculnya totalitarisme kekuasaan partai pasca revolusi tidak lagi kelihatan begitu mengherankan. Lenin selalu melihat segala tugas sebagai masalah “pembuatan”, jadi masalah teknis yang memerlukan kekuasaan. Sebagaimana kesadaran sosialis harus dimasukkan kedalam proletariat dari luar, begitu pula tatanan sosialis tidak tumbuh dari suatu kepentingan atau kecondongan dalam buruh sendiri,melainkan harus diciptakan dari atas oleh partai yang menguasai teori sosialisme ilmiah. Partai mewakili proletariat karena partai memiliki pengertian ilmiah tentang sejarah dan sosialisme. Maka ia juga mengetahui apa yang harus dibangun sesudah proletariat merebut kekusaaan dan bagaimananya. Sebagai pasukan garis depan kelas buruh, partailah yang harus mengemudikan proletariat. Karena itu kediktatoran proletariat dalam kenyataan harus dijadikan oleh partai.
Bahkan ada tempat dimana Lenin bicara tentang “ kediktatoran partai”. Terhadap kritik Kautsky dan kaum Sosialdemokrat Barat, Lenin menegaskan: “ apabila kami dituduh endirikan kediktatoran sebuah partai...........maka kami mengatakan: betul, kediktatoran sebuah partai! Kami mempertahankan itu, dan kami tidak dapat meninggalkan dasar itu karena partai itu adalah partai yang selama berpuluh-puluh tahun merebut kedudukan sebagai pasukan depan seluruh proletariat indistri “Tidak mungkin massa buruh langsung menjadi mampu untuk menjalankan negara.” Apakah setiap buruh tahu bagaimana memerintah negara? Orang-orang praktek tahu bahwa itu sebuah ceritera utuk anak-anak.
              Dalam masyarakat pasca revolusi pun selalu akan ada pelbagai konflik. Konflik-konflik itu selalu harus diselesaikan oeh instansi lebih tinggi, oleh partai komunis dan kalai masalahnya menyangkut hubungan antara partai-partai komunis internasional, maka oleh komintern. Dalam radikalisme kiri, penyakit kanak-kanak komunisme (1920), Lenin berpolemik terhadap para pengkritik revolusi Soviet yang bertanya” kediktatoran partai atau kediktatoran kelas? Menurut Lenin kelas-kelas sosial mana pun yang selalu dipmpin oleh partai politik yang sendiri dipimpin oleh orang-orang yang paling berwibawa dan berpengalaman. Maka “ seluruh omongan apakah’dari atas’ atau ‘dari bawah’apakh kediktatoran para pemimpin atu kediktatoran massa,dan seterusnya, kelihatan sebagai omong kosong, menggelikan, kekanak-kanakan.
8.    Lenin dan Marx
Belum lama Lenin meninggal,Stalin sudah membukukan ajaran-ajaranya sebagai “Leninisme”. Sebagai bagaian Marxisme-Leninisme, Leninisme dengan demikian menjadi unsur kunci dalam sosok ideologis Komunisme diseluruh dunia. Tidak berlebihan dikatakan bahwa hanya karena “ Leninisme” Marxisme menjadi alat perjuangan sebagian besar dari gerakan-gerakan revolusioner abad ke-20, dan tidak hanya masuk al-mari musem sejarah filsafat sosial. Dan betul juga bahwa Komunisme, yang merupakan salah satu kekuatan poitik abad ke-20 yang paling ditakuti, tidak akan ada tanpa Lenin.
Pertanyaan mengenai bagaimana sampai pemikiran seorang Lenin, yang mengerahkan seluruh hidupnya demi pembahasan kelas-kelas tertindas bisa menjadi bagian sebuah ideologi yang menjadi legitimasi bebrapa dari kejahatan paling mengerikan dalam sejarah manusia, akan saya ajukan dalam bagian terakhir buku ini. Disini saya membatasi diri pada pertanyaan: sejauh mana pemikiran Lenin tentang revolusi masih dapat disebut “ Marxis”,artinya dapat mengklaim sebagai pengembangan sah teori Karl Marx. Ada dua hal yang akan saya pertanyakan : pertama paham partai kader, kedua pandangan Lenin tentang kediktatoran proletariat.
Pertanyaan tentang partai dapat dirumuskan: kalau kesadaran revolusioner proletariat tumbuh dari “ situasi kehidupannya,dari kedudukannya dalam proses produksi, untuk apa masih diperlukan peran partai dalam mewujudkan kesadaran itu? Tetapi kalau proletariat sendiri tidak dapat mengembangkan kesadaran revoluisner, yang lalu harus dimasukkan kedalamnya oleh partai, bukanlah proletariat tetap hanya sebagai objek kekuasaan, (kekuasaan epistemis, kemuadian kekuasaan kepemimpinan politis) dan bukan sebagai subjeknya, dan itu akan berarti bahwa keterasingannya, ketertundukkanya, dibawah pihak yang lebih tahu dan lebih kuasa, berlangsung terus, alias pembebasan proletariat justru gagal? Kerena pertimbangan itu Rosa Luxemburg menolak argumentasi Lenin.
Tidak sulit untuk memperlihatkan bahwa konsepsi Lenin tentang partai kader membabat pengertian kunci Marx muda tentang kesatuan anatar teori dan praxis pada akarnya. Bagi Marx pemikiran filosofis merupakan bagian dalam dialektika perjuangan yang memotori sejarah. Teori Marx bukan produk pemikiran orang pintar yang kemudian dipakai untuk mengarahkan perjuangan proletariat, melainkan ungkapan teoretis perjuangan itu sendiri. Apa yang nyata-nyata dirasakan proletariat dalam kedudukannya sebagai kelas tertindas, dirumuskan dalam dimensi teori oleh Karl Marx untuk dikembalikan ke proletariat yang mengenalnya sebagai ungkapan konseptional realitasnya sendiri. “tujuannya dan tindakan historis proletariat (apa yang dirumuskan dalam Marx tentang Sosialisme,FMS)  sudah digariskan secara indrawi, tak terbantah dalam situasi kehidupannya maupun dalam seluruh masyarakat borjuis sekarang”. Dalam konsepsi ini kesadaran proletariat tentang sosialisme hanya dapat, dan memang akan, tumbuh dari perjuangannya.begitu kesadaran sosialis-revolusioner dipisahkan dari perjuangan buruh sendiri dan menjadi sesuatu yang harus dipompakan kedalamnya dari luar, seluruh gagasan ini Marx tetang emansipasi manusia menguap. Manusia tetap terasing dari dirinya sendiri, kekuatan-kekuatan hakikatnya”tetap”terpecah belah” dan buruh, dari pada memiliki diri dan mengalami revolusi sosialis keutuhan dirinya, tetap tergantung dari kekuatan diluarnya.   Dari perspektif Marx muda konsepsi Lenin menanamkan kembali diinti teorinya apa yang mau dihapus denganya, yaitu ketergantungan dan ketertindasan baru.
Akan tetapi masalah tidak sesederhana itu. Marx sendiri tidak mempertahankan keterkaitan dialektis teorinya dengan praxis revolusioner proletariat secara konsisten. Sebagaimana akan saya bahas dalam kaitan dengan pemikiran Korsh,Marx, dalam obsesinya untuk membedakan pemikirannya dari apa yag disebutnya “sosialisme Utopis” semakin memahanminya sebagai teori” ilmiah” sosialismenya adalah “ sosialisme ilmiah” haisl penemuanya tentang hukum-hukum perkembangan masyarakat objektif,yang oleh Engels, dengan persetujuan Marx sendiri, diperbandingkan dengan teori evolusi Charles Darwin. Teori objektif semacam itu tidak mempunyai kaitan internal dengan perjuangan kelas. Menurut Jurgen Habermas, Marx jatuh kedalam “ salah satu positivistik” terhadap teorinya sendiri. Akhirnya “materialisme historis” , nama resmi teori Marx, menjadi “pandangan dunia ilmiah proletariat”. Teori itu bukan lagi proletariat sendiri, melainkan teori “demi proletariat” yang lalu harus disosialisasikan dudlu kedalamnya.
Dalam kenyataannya, seluruh Marxisme pasca- Marx, dan bukan hanya Lenin, sama sekali lupa akan konsepsi Marx muda (yang kemudian diangkat kembali oleh lukacs dan Korsh). Penegasan Marx tentang kaitan antara teori tentang revolusi sosisalis dan perjuangan praktis proletariat sudah lama diabaikan. Pengertian Marxisme sebagai”teori yang sudah benar tentang hukum-hukm perkembangan kapitalisme” pada abad ke-19 menimbulkan perbedaan serius dikalangan kaum Marxis. Bagaimana kenyataan yang semakin tidak terbantah ini harus dijelaskan, yaitu kapitalisme dunia bukannya semakin rapuh sebagimana diramalkan oleh Marxisme, melainkan semakin jaya? Berhadapan dengan masalah ini muncul empat posisi: (1) Eduard Bernstein berpendapat bahwa Marxisme, seperti setiap teori ilmiah, harus “direvisi” sesuai dengan tingkat pengetahuan baru yang lebih memadai. Ia menarik kesimpulan bahwa transisi dari kapitalisme ke sosialisme bisa terjadi, secara demokratis, tanpa revolusi, langkah kecil demi langkah kecil. “Revisionisme” ini dikutuk oleh tiga posisi lainnya. (2) Karl Kautsky, si penjaga “ Marxisme ortodoks” mempertahankan bahwa revolusi sosialis adalah keharusan sejarah akibat niscaya kontradiksi-kontradiksi internal kapitalisme, tetapi menolak segala usaha revolusioner sebelum kapitalisme sendiri sudah “matang”. Artinya masuk kedalam krisis akhir. (3) Rosa Luxemburg sependapat dengan Kautsky, tetapi mencela keras penolakannya terhadap usaha revolusioner buruh. Kesadaran revoluisoner adalah syarat mutlak keberhasilan revolusi sosialis, dan kesadaran itu harus dan akan berkembang dalm kelas buruh sendiri sebagai hasil buah dari pengalaman perjuangan ekonomis maupun politis revolusioner mereka. (4) Lenin sependapat dengan Luxemburg bahwa tidak ada revolusi tanpa ada kesadaran revolusioner kelas buruh, tetapi menyangkal anggapan luxemburg bahwa kesadaran kaum revolusioner kaum buruh akan berkembang secara spontan sebgai naif. Dengan sendirinya kelas buruh tidak bisa melampaui, kesadaran serikat buruh. Hanaya dibawah pimpinan sebuah partai kader revolusioner kelas buruh dapat membentuk kesadaran teoretis benar yang akan membuat mereka melaksanakan revolusi sosialis (anggapan mana segera ditolak Luxemburg sebagai “Blanquisme”).
Yang mencolok disini adalah betapa dekat posisi dua orang yang paling berlawanan, Lenin dan Bernstein. Kedua-duanya berpendapat bahwa kaum buruh sendiri tidak revolusioner. Yang berbeda hanyalah kesimpulan yang mereka tarik. Bernstein bertolak dari kenyataan bahwa kaum buruh tidak revolusioner dan karena itu melepaskan anggapan Marx bahwa sosialisme hanya dapat tercapai melalui revolusi. Lenin, sebaliknya, bertolak dari perlunya revolusi dan karena itu menggagagaskan partai revolusioner yang bertugas menggiring kaum buruh yang sebenarnya tidak revolusioner ke revolusi itu. Karena bagi Lenin revolusi bukan lagi hal yang tak terelakkan,revolusi tergantung dari adanya kehendak revoluisoner. Karena itu, Marxisme Lenin bersifat voluntaristik. Lenin menghendaki revolusi. Bernstein tidak.itulah perbedaan mereka. Keduanya menolak otomatisme revolusi Kautsky maupun Luxemburg konsepsi mereka berdua yang sangat jauh dari Karl Marx ini oleh sejarah kemudian dibuktikan realistik, karena yang akhirnya menjadi kenyataan adalah sosialdemokratisme reformasi keturunan Bernstein yang menjadi salah satu sokoguru”demokrasi Barat” dan Komunisme yang dibidani Lenin.
Begitu kaum Bolshevik merebut kekuasaan di Russia, Lenin melakukan apa yang sudah diantisipasinya dalam tulisannya Negara Dan Revolusi (1917): atas nama kediktatoran proletariat ia menghapus hak-hak demokratis masyarakat dan secara sistematik memakai teror untuk menghancurkan segala perlawanan. Ia yakin bahwa adanya melaui kediktatoran kelas buruh dapat mempertahankan kekuasaan yang diperlukan untuk membangun sosialisme. Sebagai akibanya, gerakan sosialis sedunia pecah kedalam dua kubu: pertama, sosialisme demokratis yang menolak kediktatoran komunis dan meyakini hak-hak asasi manusia sebagai dasar kehidupan bersama masyarakat yang etis:kedua, partai-partai komunis yang memecahkan diri dari partai-partai sosialis demokratis dan menempatkan diri dibawah payung Komintern. Sejauh nama Lenin berhak mengatasnamakan paham Karl Marx tentang kediktatoran proletariat?
Sebagaimana sudah diuraikan diatas, Marx tidak pernah memikirkan kediktatoran proletariat sebagai keadaan semi permanen yang bisa berjalan selama berpuluh-puluh tahun sebagaimana diantisipasi Lenin. Pengandaian Marx dan Lenin sama sekali berbeda. Menurut Marx revolusi sosialis baru mungkin dilaksanakan apabila yang berhadapan dengan segelintir pemilik modal. Proletariat memang untuk sementara waktu harus menjalankan kediktatoran keras untuk menindas usaha dari sisa-sisa kaum kapitalis untuk bangkit sekali lagi. Tetapi, begitu usaha itu ditumpas, masyarakat yang seluruhnya terdiri atas pekerja tidak mempunyai “ musuh kelas” lagi dan karena itu aparat penindas negara tidak diperlukan lagi.
Situasi Lenin saam sekali lain. Di Russia kelas buruh industri yang merebut kekuasaan dalam Revolusi Oktober merupakan minoritas kecil diantara kelas-kelas lain (kelas tani, borjuasi, dan kaum feodal). Kelas-kelas itu, mayoritas besar bangsa Russia, menentang mati-matian monopoli kekuasaan kaum Bolshevik dan pemaksaan sosialisme. Jelaslah bahwa dalam situasi itu hanyalah penindasan tanpa ampun, kediktatoran tanpa kompromis,yang dapat menyelamatkan sosialisme. Begitu pula, hanya kediktatoran total yang akn mampu menciptakan sosialisme dalam masyarakat dimana mayoritas kelas sosial, dan bahakan sebagian proletariat yang masih “diracuni” oleh semangat serikat buruh”melawan. Hanya dengan menindas segala perlawanan dan melalui tindakan-tindakan diktatoris sosialisme akan dapat dibangun dan kelas-kelas yang berbeda lama-kelamaan dileburkan menjadi satu kelas pekerja. Mengingat keterbelakangan Russia, pembangunan sosialisme,dan karena itu kediktatoran proletariat yang dilaksanakan oleh partai komunis, akan berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya.
Tentu saja, argumentasi ini tidak dapat dibantah. Yang menjadi salah satu masalah adalah apakah masuk akal memaksakan sosialisme apabila prasyarat yang dianggap menentukan oleh Marx, yaitu proletariat seluruh masyarakat, sama sekali belum terjadi? Itulah sudut balik voluntarisme Lenin yang menggantikan dialektika keharusan sejarah dengan tekad revolusioner partai. Bukankah Lenin, dengan bersedia memaksakan sosialisme dalam situasi dimana sebagian besar masyarakat belum siap, sudah salah sejak semula? Bak orang naik harimau tidak bisa lagi turun, begitulah sosialisme Lenin. Alih-alih menjadi kebutuhan organik masyarakat sendiri,sosialisme Lenin mau dipaksakan dari atas oleh partai. Sosialisme seperti itu selalu akan melahirkan perlawanan baru yang hanya dapat ditindas dengan kediktatoran yang lebih keras lagi. Alih-alih melahirkan “ kerajaan kebebasan” (Engels), sosialisme komunis Lenin itu menjadi penjara terbesar dunia. 
9.    KARIR POLITIK

Rusia adalah negara petani, salah satu negara Eropa paling tertinggal. Sosialisme tidak dapat langsung di sana. Akan tetapi, karakter petani negara itu, dan kepemilikan tanah yang luas oleh para tuan tanah, boleh jadi, dilihat dari pengalaman tahun 1905, memberi lingkup yang luar biasa luas bagi revolusi demokrasi Borjuis di Rusia, dan menjadikan sebagai  pengantar dan langkah awal menuju revolusi sosialis dunia. Berkat pengalaman tahun 1905 serta musim semi 1917, seperti dikemukakan Lenin Parta Komunis dibentuk dan menyatakan perang terhadap partai-partai lain. Kami akan berjuang demi gagasan itu.
Lenin memiliki tujuan yang pasti dibandingkan Marx dalam merealisasikan konsep komunisme, yakni merebut kekuasaan dinegerinya (Uni Soviet) dengan melakukan perubahan radikal dalam struktur politik, sosial, dan ekonomi.  Berbeda dengan Marx, ia lahir di abad 19, tetapi sikapnya lebih kepada pemahaman akan pertumbuhan mengenai keunggulan dan kematangan yang terjadi di abad 20. Ia percaya kepada keunggulan politik atas ekonomi, tidak semata berakar dari penafsirannya mengenai sejarah dari segi ekonomi, lebih dari itu didasari juga atas prasangka yang khas abad-19 bahwa kepercayaan yang tidak terbatas akan kekuatan ekonomi. Ia mengerahkan sebagian dari kekuatan revolusionernya untuk membangun suatu peralatan organisasi dalam zaman Tsar Uni Soviet. Betapa pun ia menetap selama 17 tahun di Swiss, ia secara intens melakukan hubungan yang erat dengan kegiatan harian kelompok Bolshevik yang dipimpinnya.  
               
10. POLITIK

Gagasan Marx dengan bungkusan ilmiahnya mengenai pembebasan manusia dari keadaan tertindas dengan aksi revolusioner memang menjadi magnit kuat dikalangan kelompok radikal. Bahkan Das Kapital, karya Marx yang penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa Uni Soviet sebelum ke bahasa lain. Lenin, merupakan di antara pengikut Marx yang secara teoritis sekaligus politikus yang cerdas dan berhasil.
Apa yang menjadi gagasan Lenin mengenai bagaimana menerapkan teori Marx dalam interpretasinya yang lebih praktis itu, benar-benar dioperasionalisasikan secara politik praktis. Pada tahun 1917, saat pemerintahan    Kerensky terbentuk sebagai hasil revolusi Maret dengan memperlihatkan tanda-tanda untuk mengadakan perubahan politik seperti yang diwujudkan oleh golongan Borjuis di Eropa Barat, Lenin dengan tegas menolaknya. Dengan semboyannya: “ia memperjuagkan cita-citanya ini. Akan tetapi, revolusi Oktober 1917 berhasil, Lenin menjadikan kediktatoran proletar dan petani itu menjadi kediktatoran partai. Partai memegang posisi kunci di atas segala-galanya, bukan semata partai dari kelas proletar, melainkan lebih penekanan kepada golongan komunis, jadi bukan lagi menjadi masalah kelas yang diutamakan, melainkan partainya. Lenin adalah tokoh komunis yang lebih merasakan kenyataan bahwa di tahun-tahun awal (setidaknya) setelah usai revolusi Oktober 1917 bahwa yang mewujudkan masyarakat komunis, membagun struktur kenegaraan yang baru, tidaklah mudah dan tidak semudah apa yang dikonsepkan oleh Marx. Lenin menulis bahwa bila kekuasaan itu berada ditangan dictator proletar, aparat pemerintahan yang ruwet (dengan segala hierarki, pembagian dan susunan) tidak akan diperlukan. Tingkat pengetahuan akan sangat menolong dalam hal ini.
Ia juga berseberangan dengan konsep Marx yang mengatakan dibeberapa negara secara politik sudah maju revolusi tidak perlu terjadi. Lenin dalam State and Revolution (1918), sebagai sebab risalah politik yang terkenal menegaskan bahwa menjelang tahun 1917, “pengecualian yang dibuat oleh Marx ini tidak berlaku lagi”. Ia dalam konteks memandang negara-negara Barat yang telah maju, tetapi dimata Lenin tidaklah demikian, apa yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat antara tahun 1872 sampai 1917 bertentangan dengan dogma Lenin. Bagi Lenin berpendirian bahwa revolusi Borjuis di Rusia akan menjelma menjadi revolusi Sosialis, ia berpendirian baha revolusi tidak terputus-putus, dari brosurnya “Dua Taktik” (1905) dan dari artikelnya yang terkenal: “Sikap Sosial Demokrat terhadap Gerakan Tani” dalam tahun 1905, dengan tegas mengatakan bahwa kita menyetujui revolusi yang tidak terputus-putus dan kita tidak akan berhenti di tengah jalan.
Ia tidak mengakui bahwa Inggris dan Amerika Serikat telah bergerak menuju demokrasi politik dan sosial yang lebih luas sejak 1872, bahkan malah dia tetap mempertahankan pendapat bahwa kedua negara itu telah menjadi semakin menindas, otoriter, dan plutokratis. Konsep Lenin, mengenai diktator mengandung arti yang lebih bersifat politik yakni diktator komunis dan kaum proletariat, sebab ia meragukan kaum buruh memiliki pemahaman politik atau kemampuan organisasi yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menjamin eksistesi dan perluasan suatu negara komunis.
Ekspansi Ideologis Menembus Pakem Marxisme. Lenin, lebih melihat persoalan komunisasi masyarakat dan negara lebih menitikberatkan sudut pandangan politik (bukan ekonomi sebagaimana Marx). Oleh karena itu, tugas utama kaum revolusioner profesional adalah menyerang dan menghancurkan sistem sosial dan politik yang ada dalam kondisi yang paling lemah, yakni di sejumlah negara berkembang yang perekonomiannya belum maju seperti di Eropa Timur, Amerika Latin, kawasan Asia, dan Afrika. Ini berarti bagi Lenin tidak harus revolusi dilancarkan sampai kapitalisme itu matang, sebagaimana dilakukannya di Uni Soviet. Untuk ekspansi ideologis dalam rangka perluasan pengaruh diperlukan kekuatan yang relatif kecil, tetapi berdisiplin tinggi serta terorganisasi dengan baik, kekuasaan dapat direbut dari aparat sistem yang ada. Ia mengemukakan: “Berikan kepada kami sekelompok kaum revolusioner, dan kami akan menguasai seluruh Uni Soviet”. Tampaknya Lenin mengambil pandangan yang agresif, ekspansif serta mendunia, setelah keberhasilan revolusi Oktober lalu, Uni Soviet akan menjadi basis dan pusat, tempat dimulainya perekayasaan revolusi komunis di negara lain.
Demokrasi Marxis-Leninisme. Suatu negara demokrasi yang dibangun atas penjabaran konsep Marxisme yang dikembangkan oleh Lenin ketika membentuk negara sosialis komunisme di Uni Soviet (kini Uni Soviet). Dalam membangun struktur politik dan kenegaraan, pemerintahannya dikendalikan oleh segelintir orang yang memiliki kedudukan berpengaruh dan strategis (elite). Ini dikenal dengan vanguard dalam terminologi komunis; kelompok terdidik; paling revolusioner, memiliki kesadaran kelas yang tinggi serta cita-cita komunisme berperan sebagai agen transformasi sosial dan penggerak revolusi komunis. Tanpa vanguard cita-cita komunis merupakan konsep idealis yang tidak akan terwujud dalam kenyataan politik. Elite itu bergabung dalam partai dinamakan sebagai politbiro.
Dalam demokrasi Marxisme-Leninisme ini memiliki ciri-ciri yang meliputi:
Pertama, negara merupakan penentu dan yang mengatur segala aspek kehidupan yang berlaku dalam masyarakat.oleh sebab itu, yang dinamakan kebebasan baik bersifat individu, lembaga sosial, agama dan ekonomi sampai kepada politik tidak ada. Demikian pula dalam soal hak pemilikan bersifat pribadi maupun kelompok dan institusi swasta sangatlah dibatasi secara ketat. Kedua, dalam kegiatan ekonomi selain hak pemilikan individu, kelompok dan swasta sangat dibatasi secara ketat, hal lain sistem ekonomi yang diberlakukan bukan berdasarkan ekonomi pasar (anti pasar; dengan catatan penulis telah ada pengecualian dalam perkembangan di negara sosialis komunis dewasa ini). Harga dari suatu produksi barang kita lempar ke pasar, negaralah yang menentukan bukan yang melakukan transaksi. Ketiga, tidak adanya kompetisi politik yang didasarkan artisipasi politik yang tumbuh dari kekuatan kelompok masyarakat sebab partai yang diberlakukan dan diakui hanya satu yang dikenal sebagai sistem partai tunggal (single party atau one party) sistem, dan tidak berlakukanya kebebasan berserikat dalam politik yang di luar partai komunis yang berlaku. Demikian pula dalam soal kebebasan pers dan kebebasan mengemukakan pendapat merupakan barang yang asing dalam kultur kehidupan demokrasi ala Marxisme-Leninisme. Hal yang legal dalam politik hanya berlaku yang dating dari penguasa pengendali utama partai, di luar itu merupakan tindakan ilegal bahkan dianggap subversi politik.
Dapat dikatakan demokrasi Marxisme dan Leninisme itu merupakan wujud pembentukan negara yang kuat, negara yang stabil dalam politik namun tidak ada pengakuan adanya dalam keberagaman aspirasi, bersifat mobilisasi politik baik suka rela atau tidak rela. Ini yang dikatakn oleh Antonio Granci, dengan keberhasilan Lenin membentuk negara komunis pertama itu telah terjadi penyimpangan mendasar dalam penerapan konsep-konsep demokrasi Marx. Sebab Antonio Granci, sosok tokoh komunis dari Italia menyebut Revolusi Bolshevik 1917 sebagai Revolusi against Das Capital.
Gagasan Ekonomi Baru. New Economic Policy, adalah gagasan Lenin yang memperkenalkan pemilikan perorangan secara terbatas. Tujuan utama kebijaksanaa ini adalah mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian, bengkel pabrik dengan tetap menerapkan insentif efisien dan laba dari system kapitalis. Ini dilakukan selama 7 tahun, ini dilakukan untuk member ruang kepada para penguasa baru mengkonsolidasikan kekuasaannya secara lebih efektif serta memberikan kepada rakyat Uni Soviet semacam ilusi sementara bahwa gonggongan komunisme lebih buruk daripada giginya. Hal ini dilakukan oleh Lenin dengan melihat akibat Perang Dunia II serta perang saudara mempersulit pembaruan sosial yang segera, dan bila konsep prinsip komunis segera diterapkan dapat menimbulkan kelaparan bagi rakyat Uni Soviet.
Dengan demikian jelaslah, bahwa negara adalah badan pelaksana kelas penguasa dan bahwa kelas penguasa telah hilang, kelas-kelas baru timbul. Jilas menulis buku The New Class (Kelas Baru), ia menekankan bahwa tidaklah cukup banyak mensosialisasikan alat-alat produksi. Anda dapat memiliki pemerintah yang menguasai alat-alat produksi, tetapi Anda masih dapat juga memiliki kelas-kelas. Trostky, ketika menyerang Stalin mengatakan bahwa seperti seorang laksamana yang berkata kepada seorang kelasi: “Kapal ini adalah milik negara, jadi milik bersama kita berdua menggunakannya. Saya (jelas Laksamana) di kabin kelas satu di atas dan saudara di kabin kelas empat itu. Sang Laksamana tetap merupakan anggota suatu kelas lain sekalipun dia ataukah negara yang memiliki kapal tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar