JUGUN IANFU
Dalam arti lurusnya
jugun ianfu berarti wanita penghibur yang mengikuti tentara. Dalam
dokumen-dokumen resmi tentara jepang, nama resmi para wanita penghibur ini
adalah teishintai atau barisan sukarela penyumbang tubuh. Pada kenyataan yang
sebenarnya banyak dari para jugun infu tidak berseia secara sukarela menghibur
tentara jepang. Praktik jugun ianfu pertama kali diadakan oleh jepang di korea,
wilayah yang dikuasai oleh jepang pada akhir abad 19. Korea juga menyumbang
kontingen jugun ianfu terbesar, dimana sekitar 200.000 orang yang dijadikan
udak seks.
Menurut laporan banyak
terjadi tindak kekejaman terhadap wanita-wanita malang itu. Apabila ada
diantara mereka ada yang menolak untuk melakukan perintah tentara jepang dia
akan dihukum dengan cara mengikatkan leher dan keempat anggota tubuhnya ke lima
ekor kuda kea arah yang berlawanan. Bahkan wanita penghibur yang diketahui
mengidap penyakit kelamin dibakar hidup-hidup atau diledakkan dengan granat.
Ketika jepang menuduki
Indonesia, mereka juga mengambil wanita-wanita Indonesia intuk menjadi jugun
ianfu. Pramoedya ananta toer mengenang nasib salah seorang wanita penghibur
ini. Ketika dipenjarakan ke pulau buru, seorang rekan tahanan bertemu dengan
seorang wanita paruh baya yang berbicara bahasa jawa tinggi. dia merupakan anak
perempuan dari seorang wakil kepala desa dari wonogiri di jawa tengah. Pada
tahun 1943 ketika ia berusia 14 tahun orang jepang membawanya ke luar pulau
jawa dengan janji akan diberi pendidikan. Dia dikirim ke ambon dan kemudian ke
pulau seram yang terpencil, di sana ia menemukan dirinya berada di asrama
dengan wanita-wanita muda lainnya. Tugas utama mereka ialah menjadi pemuas
nafsu tentara jepang.
Wanita lainnya adalah
mardiyem pada berusia 13 tahun dan telah ditinggal mati oleh ayahnya. Dia
diujuk oleh tentara jepang sebagai pemain sandiwara di Kalimantan bersama 48
wanita sebayanya. Dia bertolak ke stasiun tugu Jogjakarta. Dia sama sekali
tidak memiliki prasangka buruk terhadap tentara jepang yang ramah kepadanya.
Rombongan itu akhirnya berangkat dengan kapal laut dari Surabaya ke
Banjarmasin.
Akan tetapi,ketika tiba
di tempat tujuan di telawang, mardiyem ternyata dijadikan budak seksoleh
tentara jepang. Dia mendapatkan nama jepang momoye dan dipaksa melayani 20
orang pria setiap hari. Akhirnya ia hamil namun ketika hal itu diketahui
pimpinan asramanya, mardiyem dipaksa untuk menggugurkan kndungannya. Tanpa
menggunakan obat bius, perutnya diremas oleh empat orang pria sehingga dia
mengalami keguguran. Setelh beberapa hari istirahat ia dipaksa untuk beroperasi
lagi sebagai penghibur. Suhana seorang jugun ianfu di cimahi, jawa barat,
akibat dipaksa melayani sepuluh orang jepang setiap hari ia terpaksa melakukan
operasi Rahim sehingga membuatnya tidak memiliki anak lagi.lebih buruk lagi,
kedua orang tuanya yang berusaha mencari suhana dibunuh tentara jepang.
Tidak semua perekrutan
jugun ianfu dilakukan secra halus. Sebuah dokumen tertanggal 13 maret 1946 yang
ditulis oleh para penuntut belanda menyatakan kesaksian seorang pegawai sipil
jepang yang menceritakan bagaimana seorang perwira memaksa sejumlah wanita
pribumi di Kalimantan telanjang bulat dan melempari wajah mereka. “ kami
menahan mereka atas perintah kepala keamanan guna menemukan alasan agar dapat
memasukkan mereka ke dalam bordil”
Lama-kelamaan, praktik
perekrutan para jugun ianfu menimbulkan kemarahan dari kalangan penduduk
Indonesia. Di pulau saparua, ketika jepang berusaha menaikkan para gadis ke
kapal, penduduk pulau itu tiba-tiba berkumpul dan medekat ke kapal. “kembalikan
anak kami” sekalipun pada akhirnya tidak terjadi insiden dan misi penculikan
itu berhasil, tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa ketakutan rakyat Indonesia
terhadap jepang mulai terkikis. Di beberapa tempat, telah terjadi perlawanan
terhadap penguasa jepang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar