Vladimir
Ilyich Ulyanov (Lennin)
1. Sketsa Hidup
Lenin, adalah nama
singkat yang lebih populer dari valadimir ilyich ulyanov. nama Lenin sebenarnya
adalah sebuah nama samaran dan diambil dari nama sungai Lena, di Siberia. Ia
lahir pada tanggal 22 april 1870 di simbirsk. Ia adalah seorang revolusioner
komunis rusia, pemimpin partai Bolshevik, Perdana mentri Uni Soviet pertama,
Kepala Negara de facto pertama Uni Soviet dan pencipta paham Leninisme. Ia
adalah orang uni soviet yang berdarah yahudi. Ayahnya adalah seorang pegawai
pemerintah dengan jabatan inspektur sekolah di daerah tempat tinggalnya yang
meninggal di tahun 1886, saat lenin belum dapat mandiri. Lenin dengan saudara
tua yang lelaki tidaklah rukun, mereka kurang dapat bekerja sama. Saudara
lelakinya bernama Alexander, merupakan kakak kandung yang pendiam namun
menyipan benih perlawanan terhadap penguasa pada masa itu. Alexander telah
menikmati pendidikan sebagai mahasisiwa di universitas St. Petersburg, dengan
memiliki ketekunan dan kecakapan yang tinggi. Sebagai mahasiswa sekaligus
pembangkang pemerintah, dengan kepandaiannya dalam ilmu kimia, ia diserahi
tugas oleh kawan-kawannya dalam komplotan itu untuk membuat bom guna membunuh
Tsar, namun komplotan itu telah terlebih dahulu di gulung dan berakhir dengan
penangkapan dan hukuman gantung.
Akibat dari tindakan
Alexander, seluruh keluarga menanggung beban penderitaan atas peristiwa
itu.Lenin sendiri menghadapi kesukaran tidak dibolehkan untuk melanjutkan
pendidikan di universitas St. Petersburg, demikian pula di universitas lain di
seluruh negeri. Permohonannya untuk mengikuti pendidikan di luar negri pun di
tolak. Pada saat ia tidak dapat memasuki pendidkan universitas, digunakannya
untuk mempelajari pemikiran marx atau ajaran marxisime. Ia tampil sebagai pemimpin
golonga social demokrat yang memnentang pemerintahan tsar. Akhirnya atas
permohonan yang sangat dari piehak ibu kepada pemerintah izin itu didapatkan,
yakni diperkenankannya mengikuti pendidikan sendiri di universitas sebagai
orang luar. Lenin mampu membuktikan kemampuan, ia lulus terbaik nomor satu di
antara 124 peserta.
Pada tahun 1892 ia mulai bekerja sebagai pengacara. Ia
mulai masuk ke dalam berbagai kelompok marxis dan menulis artikel-artikel
tentang masalah-masalah sosialisme. Ia menentang anggapan kaum “Narondniki”
(kawan-kawan rakyat) bahwa di rusia proletariat industri dapat diganti oleh
kaum tani dalam revolusi sosialis. Karena agitasi politiknya pada tahun 1896
lenin diukum pembuangan ke Siberia, walaupun dalam pembuangannya ia tidak begitu
menderita, karena ia dibolehkan menerima makanan dari rumahnya serta diberikan
kesempatan untuk menjaga kesehayan dengan berbagai latihan. Dan pada saat itu
lah lenin akhirnya bertemu dengan seorang gadis yang akan menjadi istrina yang
bernama Nadyeshda K. Krupskaya.
Pada tahun 1898
didirikan partai buruh sosial demokrat rusia. Pada tahun 1900 lenin kembali
dari pembuangan , namun segera melarikan diri ke eropa barat. Ia menetap di
swiss. Bersama Plechanov, Mortov dan
Vera Sassulic, lenin menerbitkan majalah Marxis-revolusioner Iskra
(bunga api). Dalam masa pembuangan di luar negeri sesekali lenin
menyelundup untuk pulang. Dari tempat
pembuangannya di swiss, ia dengan kawan-kawan seperjuangan ditolong oleh
pemerintah jerman dengan maksud sebagai cara kepentingan jerman untuk
mengurangi kekuatan Tsar dalam pepersngsn dangan jerman di Perang Duni ke-I,
namun pada masa akan dating justru lenin dan kawan seperjuanagannya menjadi
musuh. Lenin baru kembali menetap di negaranya ketika berlangsung revolusi
Merah –Bolshevik pada tahun 1917. Kalangan pendiri komunis dalam manifesto
komunis mengatakan bahwa revolusi yang mungkin terjadi di uni soviet sebagai
rentetan revolusi yang terjadi di Negara barat itu. Lenin hanya berkuasa selama
7 tahun dari sejak revolusi Bolshevik hingga wafat tahun 1924 yaang diawali
dengan serangan stroke setahun sebelum wafat.
2. Filosofi
Lenin selalu menganggap
dirinya sebagai pengikut setia marx, akan tetapi sebagai seorang prektisi, ia
melakukan perannya di uni soviet bukan di kawasan eropa barat, tentu memiliki
karakteristik sosial masyarakat yang berbeda. Oleh sebab itu, lenin melakukan
modifikasi marxisme. Ia memperkenalkan pendekatan baru dalam perjuangan kelas ,
strategi organisasi komunis yang hakikatnya menjadi berbeda. Dengan cara itu,
lahirlah konsep Marxisme-Leninisme: konsep yang mengkombinasikan beberapa
pemikiran marx yang orisinil dengan berbagai formulasinya yang disusun lenin.
Lenin lebih kepada
seorang yang aktif dari pada yang dikerjakan oleh marx yang pada umumnya lebih
banyak mengemukakan pikiran. Sumbangan yang diberikan lenin dalam melanjutkan
dan mengaplikasikan Marxisme-Komunisme lbih bersifat praktis. Lenin memiliki
pandangan yang berbeda dengan marx.bagi lenin, partai itu haruslah partai kader,
artinya tidak perlu memilki masa yang besar tetapi anggotanya terdiri atas
orang-orang yang revolusioner. Partai nantinya yang akan menggerakkan kalangan
pekerja atau buruh untuk melakukan perubahan secara revolusioner dan radikal.
Orang-orang yang revolusionerr itu adalah orang yang aktif. Lenin berpandangan
partai seperti inilah sebagai alat ampuh untuk merobohkan kekuasaan tsar di uni
soviet.
Adanya sikap politik
yang berbeda antara lenin dangan pemikiran marx mengenai pendirian sebuah
partai, ini menyebabkan terjadinya dua pengelompokan di kalangan pengikiut
revolusi di uni soviet. Pada tahun 1903, dengan pendirian lenin ini merela
terpecah menjadi dua golongan, yakni golongan, Bolshevik (mayoritas) dan
golongam Menshevik (minoritas). Lenin sendiri berada sebagai pemimpin di
kalangan golongan Bolshevik, sebuah golongan yang militant dan sesuai dengan
konsep lenin tentang partai. Pada tahun 1918, golongan ini membentuk partai
komunis setelah kekuasaan Tsar di uni soviet runtuh dan kendali kekuasaan berada
di tangan mereka. Lenin tidak mengikuti konsep marx mengenai revolusi tahap
pertama, baginya cara ini akan melemahkan semanngat pejuang revolusioner dengan
mengikutkan kaum Borjuis dalam revolusi akan menghilangkan kepercayaan masa.
Oleh sebab itu, apa yang dilakukan Tsar
dalam Duma (dewan perwakilan) yang
dibentuk tahun 1905 di uni soviet berdasar pada konsepsi yang diberikan kaisar
atas desakan kalangan sosialdemokrat, menurut lenin petut ditolak. Selain
menerima konsesi untuk duduk di Duma itu
akan menimbulkan reaksi dari kalngan borjuis yang waktu itu pada umumnya masih
konservatif berbanding dengan kalangan borjuis di eropa barat. Oleh karena itu,
lenin tidak bersedia bekerja sama dengan golongan borjuis dengan lebih dulu
menumbangkan Tsar, sebaliknya goongan Bolshevik dan lenin sebagai pemimpin sekaligus berhadapan dengan
Tsar dan kelompok borjuis. Pada tahun 1905, lenin menganjurkan agar kaum
pekerja atau buruh agar langsung memegang pimpinan revolusi, bukan membiarkan
kepemimpinan diserahkan kepada kalangan Borjuis.
Model organisasi partai
yang dibangun lenin dengan pengikutnya, pada umumnya menjadi contoh yang ditiru
oleh pengikut Komunis-Marxis dalam mendirikan partai di Negara di luar uni
soviet. Lenin juga mengemukakan kalangan petani dapat memberikan sumbangan
berharga, sebab revolusi yang dipimpin kelas pekerja itu akan menghasilkan
diktator demokrasi yang revolusioner dari proletar dan petani,” Jadi tidak
hanya dipimpin kelas pekerja saja.
Golongan Menshevik,
tetap setia dengan ajaran marx, cara pandang mereka mengikuti pakem yang
diajarkan marx, yakni perlu adanya revolusi tahap pertama-revolusi borjuis.
Memang di moskow dalam tahun 1927, telah ada pertentangan antara dua golonagan
yang saling menuduh sebagai penyeleweng, yang satu sebagai mekanis yang
monistis yang lain sebagai idealis. Lenin menyediakan dasarnya sebagai seorang
ideology untuk menerapkan gagasannya di uni soviet. Dengan melihat dunia
seluruhnya sebagai suatu kesatuan dan berpendaapat bahwa tidaklah tergantung
pada lokasi tempat untuk melaksanakan Marxisma dan keadaan yang paling
menguntungkan waktu itu adalah uni soviet. Oleh sebab itu, Antonio gramci,
sosok tikoh komunis dari italia menyebut revolusi Bolshevik 1917 sebagai
Revolusi Againts Das Capitall.
Pada bidang ekonomi di
tahap awal usai revolusi dalam kenyataanya tidak seluruhnya harus dikuasai
Negara. Sektor tertentu atas kebijakan lenin tetap dibenarkan untuk dikelola
secara pribadi atau swasta. Lenin pun dalam bidang ekonomi, pada tahun 1921,
mulai melancarkan politik perekonomian barunya. Perusahan milik pribadi di
beberapa sektor ekonomi dibenarkan, dan orang-orang yang benar ahli (yang
dahulu tidak diperluakn) dipakai kembali dengan memperoleh bayaran yang besar.
Lenin juga memiliki visi mengenai pentingnya melakukan revolusi komunisme pada
wilayah terbelakang guna perimbangan dunia menghadapi ancaman kapitalisme. Ia
merupakan tokoh politik penting pertama yang melihat dunia ini lbih dari
sekedar wilayah eropa, wilayah lain memiliki arti penting sebagai faktor yang
berpengaruh dalam percaturan politik dunia. Soal ini dikemukakannya: “begitu
perut bagian bawah yang lembut dari kapitalisme sudah ditaklukkan oleh
komunisma, maka eropa barat dan amerika utara tidak akan memberikan perlawanan
berarti.
Sumbangan pemikiran
lenin yang diterima oleh semua orang komunis dewasa ini; kediktatoran
proletariat hanya mungkin melalui kediktatoran partai komunis. Jika tdak ada
kediktatoran partai komunis, maka tidak ada kediktatoran proletar, sebab
menurut lenin; orang-orang komunis mengetahui apa yang terkandung dalam
kepentingan utama golongan buruh. Mereka mengetahui lebih baik daripada kaum
buruh sendiri. Jika mereka mengikuti keinginan yang lain, mereka akan kehilagan
garis revolusi. Akan tetapi, partai komunis yang telah mempelajari sejarah,
yang paham akan materialisme histiris, perjuangan kelas, dan teori nilai,
mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Kediktatoran partai hanya mungkin
melalui kediktatoran politburo, ini mrupakan dktrin sentralisme demokrasi.
Nicholai Bukharin yang menderita karena teori ini memberikan jawaban bahwa kaum
Bolshevik percaya akan politik ganda, yaitu yang stu berkuasa dan selebihnya
berada di penjara.
3. Karya-Karyanya
Sumbangan yang
terpenting dari lenin dengan karyanya What Is To Be Done (1902), konsep yang
menjelaskan mengenai kaum revolusioner yang professional. Lenin sebenarnya
kurang memmiliki kepercayaan kemampuan masyarakat juga kaum proletariat
sekalipun. Oleh sebab itu, aktivis komunnins harus dilakukan dalam dua jalur:
Pertama, para buruh harus membentuk organisasi buruh, bila perlu partai komunis
beroperasi secara terbuka, sesuai hukum serta melibatkan public sejauh kondisi
mengizinkan. Sebagai pendamping dicipakan berbagai kelompok kecil, ini yang
dinamakan tenaga revolusioner professional yang dibentuk menurut pola tentara
dan polosi, bersifat selaktif dan rahasia. Peran kelompok ini adalah membina,
mengawasi semua asosiasi politikdan ekonomi yang dipimpin kaum komunis; Kedua,
melakukan infiltrasi, membentuk sel-sel dalam berbagai lembaga sosial juga
terhadap tentara dan polisi serta lembaga pemerintah; Ketiga, harus melibatkan
dalam kegiatan ilegal demikian pula kesempatan yang legal harus digunakan
semaksimal mungkin untuk selalu mengambil alih dan peran sampai kedua perebutan
kekuasaan secara revolusioner; Keempat, tenaga revolusioner professional
bertanggung jawab melakukan perekrutan untuk mata-mata, pelaku sabotase dan
sgen semua aktifitas yang berhubungan dengan intelajen. Di sini ada kelompok
penghubung di antara kelompok komunis yang legal, kelompok inti dengan tenaga
revolusioner yang profesioner. Secara ideal organisasi komunis legal dengan
perangkat revolusioner professional lembaganya terpisah.
4.Partai jenis baru
Masalah besar yang dihadapi oleh lenin waktu
terjun di gelanggang perjuangan politik adalah apakah di rusia sosialisme harus
dicapai melaui jalan yamg sama dengan di Negara-negara industry maju, ataukah
ada sebuah jalan khusus, langsung dari feodalisma ke sosialisme. Sebagai
seorang marxis, bagi lenin jawabannya jelas: tak ada jalan khusus rusia ke
sosialisme. Di rusia pun sosialiisme hanya dapat tercapai melalui sebuah
revolusi anti-kapitalis. Tahap kapitalisme tidak dapat di loncati.
Apakah hal iti berarti
bahwa revolusi sosialis di rusia pun sosialisme harus menunggu puluhan tahun
sampai kapitalisme pada akhir abad ke 19 baru mulai meluas di rusi sudah
matang? Lenin menolak kesimpulan ini.
Untuk membenarkan penolakan itu lein kemudian merumuskan teorinya tentang “imperialism
sebagai tahap akhir kapitalisme”. Mengikuti Robson dan Hilferding, lenin berpendapat bahwa imperialisme
merupakan sarana Negara-negara kapitalis maju untuk sementara dapat mengekspor
ketegangan-ketegangan internal mereka ke Negara-negara pra-kapitalis. Tetapi
dengan demikian itulah kesimpulan asli lenin- revolusi sosialis jusru lebih
mungkin akan pecah di Negara-negara pra-kapitalis. Negara-negara itu adalah
mata rantai yang paling lemah dalam sistem kapitalis internasional. Jadi
revolusi sosialis akan pecah bukan di pusat kapitalisme, melainkan di
pinggirannya. Dengan demikian sebuah revolusi sosialis di rusia justru sangat
mungkin, dan revolusi itu diharapkan akan menjadi pemicu revolusi sosialis
internasional.
Oleh karena itu, lenin mati-matian menentang pendapat di
kalangan Menshevik bahwa untuk memjatuhkan feodalisme dan mendirikan pemerintah
demokratis, kelas buruh harus terlabih dahulu bergebderangan tangan dengan
borjuasi. Menurut lenin, proletariat harus bersekutu dengan kelas borjuasi,
tetapi sebagai yang memimpin gerakan revolusioner. Apabila kekuasaan Tsar sudah
dihancurkan, proletariat lalu sudah
berada dalam posisi untuk dalam waktu tidak terlalu lama meneruskan revolusi
dan mengakhiri kekuasaan borjuasi. Karena itu,
lenin selalu menegaskan bahwa proletariat harus dibentuk sebagai
kekuataan politik mandiri yang tidak hanya melawan kekuasaan feodal Tsar,
melainkan senantiasa sadar bahwa musuhnya yang sebenarnya adalah para pemilik
modal. Gagasan yang bagaikan benang merah ditemukan dalam segala tulisan,
seruan dan pidato lenin adalah peningkatan kesiap-siagaan dan tekad untuk
berevolusi dalam gerakam buruh rusia. Revolusi sosialis di rusia lalu akan
menyulut revolusi sosialis sedunia.
Namun usaha
mempersiapkan kaum buruh bagi revolusi mengalami hambatan dari suatu pandangan
yang cukup luas dipegang di kalangan kaum sosialdemokrat, yang oleh para
pengkritiknya disebut sebagai “ekonomisme”. Menurut ekonomisme, kelas buruh
hendaknya membatasi diri pada perjuangan di bidang ekonomi, sedangkan
perjuangan politik diserahkan terlebih dahulu kepada borjuasi saja. Jadi cukup
kalau kaum buruh memperjuangkan kepentingan-kepentingan langsung mereka melalui
serikat buruh, misalnya untuk memperoleh upah lebih tinggi. Tujuan perjuangan
politik, penggantian feodalisme dengan demokrasi, adalah kepentingan borjuasi.
Ekonomisme itu menjadi
sasaran kemarahan lenin dalam bukunya Berbuat Apa? (1902). Soalnya, lenin
khawatir bahwa apabila kaum buruh membatasi diri pada perjuanganan ekonomis,
mereka akhirnya akan kerasukan ideologi politik borjuasi. Untuk melawan bahaya
itu; kaum buruh juga harus diberi kesadaran politik dan melakukan perjuangan di
medan politik, misalnya melalui partai buruh. Namun kesalahan terbesar
ekonomisme adalah pengandaian bahwa semangat revolusioner-sosialis kaum buruh
akan berkembang dengan sendirinya melalui pengalaman perjuangan di bidang
ekonomi. Bagi lenin harapan itu sama dengan percaya bahwa kaum buruh akan
memperoleh kesadaran sosialis secara spontan.
“Kesalahan dasar semua kaum ekonomis adalah keyakinan bahwa kesadaran
politik kelas buruh dapat dikembangkang dari dalam, seakan-akan dari perjuangan
ekonomis mereka” (Berbuat Apa, lenin 1970 I, 98). Lenin mengejek ekonomisme sebagai “pemujaan
spontanitas” yang menganut” kebijakan asal-asal ikut saja” (ib., 77). Menurut
lenin, kalau kaum buruh dibiarkan mengikuti spontanitas mereka saja, mereka
hanya mengembangkan sebuah “kesadaran trade-unionistik’. Tetapi trade-unionisme
berarti berfikir menurut polo borjuasi. “Hanya perlu sedikit pemikiran untuk
memahami mengapa setiap pemujaan spontanitas gerakan masa, setiap prendahan politik sosialisdemokrat ke
politik trade-unionalistik justru akan berarti mempersiapkan tanah bagi
pengalihan gerakan buruh menjadi alat demokrasi borjuis. Gerakan buruh spontan
hanya mampu menghasilkan trade-unionisme…, tetapi trade-unionistik kelas buruh
adalah politik borjuis kelas buruh” (ib., 111)
Ada dua alasan mengapa
lenin tidak percaya bahwa sosialis-revolusioner dapat berkembang secara
spontan. Pertama, karena kepentingan
yang langsung di rasakan oleh para buruh terarahkan pada
kepentingan-kepentingan langsung mereka dan bukan pada revolusi sosialis. Maka
menurut lenin buruh yang masuk ke dalam partai dan menunjukkan kemampuan
berpolitik sebaiknya segera dicopot dari proses produksi dan dididik menjadi
orang revolusioner purna waktu. Kedua, semangat revolusi sosialis mengendaikan
sebuah teori revolusioner. Teori itu adalah sosialisme ilmiah. Tapi tidak
mungkin kaum buruh yang hanya berpendidikan rendah secara spontan dapat sampai
ke sosialisme ilmiah itu. “Sejarah semua Negara membuktikan bahwa kelas buruh
dari kekuatannya sendiri hanya dapat menghasilkan sebuah kesadaran kaum buruh
tidak boleh dibiarkan berkembang menurut irama pengalaman perjuangan mereka
sendiri adalah bahwa sosialisme berdasarkan sebuah teori ilmiah dan teori
ilmiah hanya dapat dikembangkan dan dipahami sepenuhnya oleh para ilmuwan,
artinya, oleh kaum intelektual. Itulah pengendalian dasar lenin.
Dari kenyataan itu
lenin menarik kesimpulan logis bahwa kesadaran revolusioner harus dimasukkan ke
dalam kelas buruh dari luar. Dalam keyakinan ini lenin mengikuti karl kautskty
yang menulis pada tahun 1901: “kesadaran sosialis modern hanya dapat muncul
atas dasar pengertian ilmiah mendalam. Adapun ilmu ekonomi kontemporer merupakan
prasyarat produksi sosialis, mirip
seperti juga tektnik kontempoorer, hanya proletariat debgan seegala upaya tidak
mampu untuk mencapai dua-duanya; ilmu ekonomi dan teknik merupakan hasil proses sosial. Namun yang mengembangkan
ilmu pengetahuan bukan proletariat, melainkan kaum intelgensia borjuis. Maka
sosialisme modern lahir dalam beberapa anggota lapisan itu dan baru oleh mereka
sosialisme diteruskan kepada orang-orang proletar yang unggul secara
intelektual yang lalu memasukkannya kedalam perjuangan kelas proletariat di
mana keadaan mengizinkannya”(dikutip dari Berbuat Apa, lenin 1970 I , 67)
Dengan demikian
jelaslah peranan kaum intelagensia dalam pembentukan kesadaran sosialis. Hanya
dengan dipimpin oleh mereka kelas buruh dapat menjadi kelas revolusioner.
Bentuk organisatoris kepemimpinan kelas adalah partai revolusioner. “Perjuangan
spontan proletariat menjadi ‘perjuangan kelas’ sungguhan selama perjuangan itu
dipimpin oleh sebuah organisasi kaum revolusioner yang kuat” (ib., 143). Oleh
karena itu sebagian besar pemikiran lenin menyangkut bentuk dan peran “partai
revolusioner” itu. Tesk kunci lenin tentang paham partai jenis baru itu adalah
Berbuat Apa?
Partai jenis baru itu
harus berbeda dari sebuah organisasi buruh pada umumnya. Melawan Martov dan
para pemimpin Partai Sosialdemokrat lain yang dalam kongres Partai 1903 akan
membentuk sayap Menshevik, lenin menegaskan bahwa partai itu memerlukan
struktur organisatoris sedemikian rupa, hingga betul-betul dapat memimpin
perjuangan buruh. Partai itu tidak boleh terbuka luas, melainkan terdiri atas
orang-orang yang “pekerjaan pokoknya adalah kegiatan revolusioner” (ib., 134).
Partai itu harus merupakan sebuah organisasi tertutup dan konspiratif yang
terdiri atas orang-orang revolusioner purna waktu, dengan tidak membedakan
antara kaum buruh dan kaum intelaktual (ib., 123). “Satu-satunya prinsip
organisasi sungguhan bagi para peserta gerakan kita harusnya: Konspirasi
seketat mungkin, pembentukan orang revolusioner profesional. Apabila ciri-ciri
itu terdapat, yang jadi terjamin adalah sesuatu yang lebih dari pada sekedar
‘demokratisme’: kepercacayaan sepenuhnya antar-kaum revolusionersebagai kawan”
(ib.,148).
Dari situ lenin menarik
kesimpulan: “perjuangan spontan proletariat akan menjadi ‘perjuangan kelas’ sungguh-sungguh
selama perjuangan itu dipimpin oleh sebuah organisasi kaum revolusioner yang
kuat” (ib.,143). Lenin ssangat menegaskan bahwa partai itu harus disusun secara
sentralistik dan birokratis dalam arti bahwa mutlak harus taa terhadap
unsur-unsur atas. Apalagi karena kaum intelektual, lain daripada kaum buruh,
cenderung suka tidak disiplin dan tidak mantap dalam sikap politik ( Maju Satu
Langkah, Mundur Dua Langkah, lenin I, 216). Maka mereka harus diikatkan ka
dalam tertib partai: ”Birokratismee melawan demorkratisme, artinya ya
sentralisme melawan otonomisme, itu lah prinsip organisasi kaum sosialdemokrat
opurtunis” (ib., 211) partai harus “dibangun dari atas kebawah”. Pandangan
bahwa partai harus dibangun dari bawah adalah “demokratisme” keliru (ib.).
Namun hal itu tidak
berarti berarti bahwa partai boleh lepas dari kaum buruh. Melwan kritik kaum
Menshevik bahwa paham partai perintis merupakan “Blanquisme” dan “Yakobinisme”,
dimana sebuah organisasi teroris kecil berkonspirasi untuk menggulingkan struktur
kekuasaan, lenin menegaskan bahwa partai harus bersatu dengan kaum buruh.
“Orang Yakobin yang secara tak terpisah bersatu dengan organisasi proletariatya
yang sadar akan kepentingan-kepentingannya sebagai kelas – itulah sang
Sosialdemokrat revolusioner” (ib. 199).ib. 199). Ang khas bagi konsepsi lenin
adalah kombinasi partai sebagai organisasi konspiratif ketat dengan masa buruh
dan kelas revolusioner lain.
Partai itu harus
dipimpim dengan ketat dari ataas. Sebagai organisasi terlarang yang terpaksa
bekerja dibawah tanah, kehidupan partai harus diatur dengan disiplin baja.
Pimpinan pusat memiliki wewenang mutlak. Organisasi partai harus mirip dengan
militer. Berulangkali lenin mengaskan bahwa apabila partai berada dalam situasi
gawat pemerintahannya harus berpola sentralisme mutlak. Mencoba melaksanakan
“demokratisme”- yang cirri utamanya adalh keterbukaan dan pemiliha semua
fungsionaris oleh para anggota partai--- dalam situasi partai ditindas oleh
pemerintah otokratik Tsar akan berarti bunuh diri (Berbuat Apa?, lenin 1970 I,
145).
Namun dalam keadaan lebih biasa prinsip dasar
organisasi partai adalah sentralisme demokrtis. Begitu dalam statute Partai
Sosial democrat Russia yang disahkan pada tahun 1906 oleh Kongres Partai ke-4
dinyatakan bahwa “ semua organisasi partai berdasarkan prinsip sentralisme
demokratis “[dikutip dari kernig II, 337]. Dan 14 tahun kemudian Lenin
menegaskan kepada Komintern bahwa “partai-partai yang termsuk dalam Asosiasi
Komunis Internasional harus diorganisasi menurut prinsip-prinsip sentralisme
demokratis “[Lenin 1966, Jl.31, 210]. Maksud sentralisme demokratis itu
sederhana :” Demokratis” berarti bahwa dalam kongres partai sekali setiap
beberapa tahun para anggota partai, dan para pemimpin partai dipilih dalam
kongres itu. Sesudah itutetap berlaku sentralisme, artinya partai harus taat
pada keputusan “komite sentral” yang memiliki wewenang mutlak untuk menentukan
kebijakan, strategi dan taktik perjuangan partai.
5. Pandangan Dunia Menyeluruh
Agar kelas buruh kebal
terhadap pengaruh ideologi borjuasi, kesadaran revolusioner kelas buruh menurut
Lenin harus dilengkapi oleh sebuah pandangan dunia yang lengkap. Hal itu sudah
disadari oleh Friedrich Engels. Maka dalam bukunya Anti- Diibring12 Engels
melengkapkan Materialisme Historis Karl Marx dengan pandangan dunia
materialis:Realitas pada dasarnya bersifat materi atau merupakan perkembangan
dari materi. Materi itu selalu berada dalam keadaan bergerak yang berlangsung
menurut hokum dialektika. Dialektika berarti bahwa materi secara hakiki begerak
dalam kontradiksi-kontradiksi; kontradiksi-kontradiksi itu merupakan mesin
pengembangannya. Melalui loncatan “dialektis”suatu perubahan “kuantitatif”
materi bisa menjadi “kualitatif”. Dengan demikian “ materialisme dialektis”
menjelaskan bagaimana dari materi tak bernyawa dapat berkembang materi bernyawa
dan akhirnya, sebagai produk tertinggi materi, manusia. Bertolak dari “
pandangan materialistis” itu, Engels membagi seluruh filsafat kedalam gua
“kubu”: Kubu “idealisme” dan kubu “ materialism”. Yang pertama mendahulukan roh
terhadap materi; dan kedua mendahulukan materi. Yang pertama menyatakan bahwa
pengetahuan manusia menciptakan apa yang dimengerti: yang kedua menyatakan ahwa
pengetahuan manusia benar sejauh mencerminkan apa yang memang nyata-nyata ada.
Ditahun 1907 Bogdanov,
seorang Marxis Russia, menerbitkan sebuah buku dengan judul Empiromonisme
dimana ia menyatakan bahwa sebuah aliran filsafat baru yang
bernama”empirokritisme” sangat cocok untuk Marxisme. Empirokritisme, bersama dengan
Neokantianisme, memang agak menjadi “mode” dalam kalangan sosialis Jerman di
awal abad ke-20. Neokantianisme, salah satu aliran filsafat Barat penting pada
waktu itu, berusaha mengangkat kembali epistemology dan etika Immanuel
Kant.Filsafat Kant dianggap paling cocok dengan pandangan dunia ilmiah. Nah,
etika Neokantian itu oleh beberapa tokoh partai social democrat Jerman dianggap
sangat cocok untuk mengisi sebuah kekosongan yang mereka rasakan ada dalam
Marxisme, yaitu bahwa Marxisme tdak memiliki sebuah etika. “Sosialisme etis”
itu memang di tentang keras oleh kaum marxis ortodoks pimpinan Karl Kautsky,
akan tetapi cukup berpengaruh.
Empirokritisme yang
dikembangkan oleh Richard Avenarius, seorang filosof, dan Ernst Mach, seorang
ahli fisika, memberikan penjelasan positivistic terhadap pengetahuan ilmiah:
menurut mereka, manusia dalam pengetahuan ilmiah tidak berurusan dengan
benda-benda, melainkan dengan data-data. Bagaimana relitas pada dirinya sendiri
bukan urusan kaum ilmuan. Semua hasil penelitian ilmiah diperlakukan sebagi
data saja.14
Waktu Lenin menbaca
buku Bogdanov ia “mengamuk kemarahan”.itu bukan Marxisme!” celanya [dikutip
dari Kolakowski II, 501]. Apa sebabnya Lenin begitu marah? Ada dua alasan.
Pertama, Empirokritisme bagi Lenin berbau” idealisme”. Kalau pengetahuan ilmiah
adalah mengenai “data” dan bukan mengenai realitas sungguh-sungguh, maka yang
benar adalah “idealisme” dan bukan “materialism”.padahal pandangan dunia
proletariat menurut Lenin bersifat materialis. Oleh karena itu, Lenin
mempertahankan dengan tegas bahwa pengetahuan “mencerminkan “ realitas objektif
yang ada diluar manusia. Itulah “teori
pencerminan kembali” termasyur Lenin tentang pengetahuan. Alasan kedua adalah
bahwa kalau yang kita ketahuai hanya data-data saja dan bukan kenyataan
sungguh-sungguh, maka hokum-hukum alam maupun hokum-hukum perkembangan
masyarakat juga tidak dapat diketahui dengan pasti, hal mana akan berarti bahwa
tak mungkin ada” pandangan dunia ilmiah proletariat”dan Marxisme tidak dapat
disebut sosialisme ilmiah.
Karena marahnya Lenin
yang bukan seorang filosof langsung menulis sebuah buku filosof yang diberinya
judul Materialisme dan Empirokrtisme. Buku itu bersama dengan Anti-Diibring
Engels kemudian menjadi dasar “ Materialisme Dialektik”, filsafat alam dan
epistemologipo resmi Marxisme-Leninisme. Dalam buku ini Lenin disatu pihak
mengkritik habis-habisan “idealisme”dan “subjektivisme”dalam filsafat
Kantianisme dan Empirokritisme, dilain pihak mengembangkan sebuah Epistemologi
sendiri. Melawan Kant, Lenin mengulangi argument sederhana Engels. Menurut
Engels keberhasilan eksperimen ilmiah dan teknik membuktikan bahwa alam luar
ada pada dirinya sendiri tak tergantung dari pemikiran manusia. Lenin mengutip
Engels.”Apabila kita sanggup untuk membuktikan ketepatan paham kita tentang
sebuah prose salami dengan cara membuat prose situ sendiri “ yang menurut Kant
tidak dapat diketahui “ [Materialism and Empirio-Criticism, Lenin 1952 (ME),
96]. Kalau kita memperkirakan bahwa batu bara mengandung zat alizarin, lalu
kita berhasil memproduksikan alizarin dari batu bara, maka menurut Engels hal
itu membuktikan bahwa kita mengetahui apa batu bara itu secara objektif : jadi
pengetahuan kita mencerminkan realitas sebagaimana adanya [ME 98].Jadi menurut
Engels kita dapat memastikan benda pada dirinya sendiri dengan cara kita
membuatnya, sama seperti kita dapat membuktikn bahwa ada emas dalam gunung dan
bukan hanya pikiran tentang gunung dengan menggali ditanah dan mengangkat emas
itu.
Dalam konteks ini Lenin
mengembangkan “teori pencerminan kembali “tadi: Pengetahuan harus dipahami
mirip dengan pemotretan. Kesadaran kita mencerminkan kembali dunia yang ada
diluar.apa yang ditangkap oleh indra kita adalah “ gambar realitas yang ada
diluar kita [ME 111].Ada “kecocokan antara kesadaran yang mencerminkan alam dan
alam yang dicerminkan oleh kesadaran.”[ME 135].Teori itu bertitik tolak dari
Anti Diibring:”Materi adalah yang pertama, dan gagasan, kesadaran, persepsi
indrawi adalah produk perkembangan [materi] yang sangat tinggi”[ME 69].”Alam
dan dunia luar bereksistensi lepas dari kesadaran dan perasaan manusia “[ME
68].
Seperti Engels, Lenin
tidak sadar bahwa ia di situ mencampurkan dua hal yang berbeda, materialisme
ontologis dan realisme epistimologis.16 Yang pertama adalah anggapan khas
materialism bahwa yang ada hanyalah materi atau apa yang berasal dari materi
(karena itu materialisme menolak eksistensi Allah). Yang kedua mengatakan bahwa
manusia mengetahui raelitas karena realitas itu memang ada, dan bukan
sebalinknya, realitas itu ada karena manusia mengetahuinya. Dalam kenyataan,
kebanyakan filosof menolak materialism, tetapi menganut salah satu bentuk
realisme.17Argumentasi Engels yang diangkat Lenin mau membuktikan kebenaran
pengetahuan mausia melalui prakteknya: Apabila sebuah eksperimen ilmiah
berhasil dan kemudian teknik berhasil memakai pengetahuan hasil ekperimen itu
untuk memproduksikan apa yang sebelumnya sudah diperkirakan mesti bisa
dproduksi, terbuktilah bahwa manusia bisa mencapai “kebenaran mutlak” tentang realitas.
Hasil positif eksperimen membuktikan bahwa manusia mengetahui hokum alam.
Setiap eksperimen memang terbatas dan relatif, tetapi dengan terus memperluas
bidang pengetahuan tentang alam, manusia terus menerus menyempurnakan
pengetahuannya.”Pemikiran manusia karena kodratnya mampu untuk memberikan, dan
memang memberikan, kebenaran mutlak yang merupakan jumlah kebenaran-kebenaran
relative”[ME 133]
Dapat ditambah bahwa pandangan epistemologis Lenin
sangat sederhana ini kemudian mengalami perkembangan. Dari catatan-catatannya
18 diketahui bahwa dalam suasana sepi dipengasingan di Swiss dimasa perang
Dubia I Lenin sempat mempelajari Hegel, khususnya buku Logika. Studi itu
membuka cakrawala baru bagi Lenin.19 Sebagai akibatnya Lenin merumuskan
teorinya bahwa pengetahuan terjadi sebagai pencerminan kembali realitas
material dengan lebih canggih. Kesan-kesan indrawi yang kita dapat dari apa
yang kita pandang harus direfleksikan dulu, baru bisa dimengerti dan dapat
membimbing perbuatan.”kalau pemikiran naik dari yang kongret ke yang abstrak,
pemikiran tidak.....menjauhi kebenaran, melainkan lebih mendekatinya. Abstrak
dari benda, hukum alam, abstraksi dari nilai dan sebagainya, dengan lain kata,
semua abstraksi ilmiah (yang betul, yang harus dipandang dengan sungguh-sungguh,
bukan yang aneh-aneh) mencerminkan alam dengan lebih mendalam, lebih setia,
lebih lengkap. Dari memandang langsung kepemikiran abstrak dan dari pemikiran
abstrak ke praktek –Itulah jalan dialektik pengetahuan kebenaran, pengetahuan
realitas objektif ‘[Lenin 1963,171]. Hegel membuat Lenin memahami pengetahuan
sebagai proses dialektis pendekatan pengetahuan terhadap realitas melalui tiga
langkah: persepsi indrawi,imaginasi dan pemikiran. Namun “Catatan-catatan” itu
baru dipublikasikan jauh kemudian dan tidak mempengaruhi ajaran resmi
Marxisme-Leninisme.
Iring Fetcher
[1975,176] mencatat bahwa rumusan ini juga mempunyai arti praktis politis bagi
Lenin. Kalau Lenin menegaskan bahwa arti pengalaman indrawi langsung jangan
dilebih-lebihkan, maka hal itu juga berlaku bagi pengalaman ditempat kerja
setiap hari jangan dilebih-lebihkan. Baru ditingkat lebih abstrak bisa tercapai
pengertian sosialis yang sebenarnya, yaitu kesadaran kelas. Pengertian sosialis
itu mengatasi kesadaran yang langsung terbentuk pada buruh dalam perjuangan
ekonomis, karena memerlukan kemampuan refleksi ilmiah dan karena itu kemampuan
intelektual tinggi. Kelihatan bahwa Lenin menemukan logika Hegel suatu
pembenaran atas anggapannya bahwa kaum buruh kalau dibiarkan mengikuti irama perkembangan
kesadaran mereka sendiri tidak akan sampai ke kesadaran kelas sosial demokrat
yang sebenarnya. Sekaligus Lenin melegitimasikan klaim bahwa partai sebagai
kumpulan kaum intelek dan bukan serikat buruh, harus memimpin kelas buruh.
Ada unsur penting lagi
yang sangat ditekankan Lenin dalam Materialistisme dan Empirokritisisme, yaitu
“sifat berpihak filsafat dalam masyarakat modern “[ME 364/370]. Filsafat dan
ilmu pengetahuan tidak pernah netral.”Filsafat yang tidak berpihak bukan lain
adalah pengabdian terselubung bagi idealisme dan fideisme”[ME 371].Keberpihakan
filsafat bagi Lenin berarti dua [cf.Kolakowski II.504]:pertama, seorang filosof
harus memilih apakah mau termasuk kubu idealisme atau kubu materialisme.20 Yang
pertama adalah reaksioner, yang kedua progresif. Kedua, semua teori filosofis
dan ilmiah selalu mengungkapkan suatu kepentingan kelas. Anggapan bahwa ilmu
pengetahuan bersfat netral merupakan tipuan dari borjuasi. Anggapan bahwa
pemikiran filosofis dan ilmiah adalah netral menguntungkan borjuasi.
Sebaliknya, para ilmuan dan filosof yang berpihak pada proletariat melakukannya
secara terbuka. Namun dengan berpihak pada proletariat, filsafat dan ilmu
pengetahuan justru menjadi bebas dari distorsi. Titik pandang proletariat bukan
salah satu titik pandang, melainkan titik pandang kelas yang akan membawa umat manusia
kepembebasan menyeluruh. Oleh karena itu, titik pandang proletariat memiliki
kebenaran objektif. Apabila para filosof dan ilmuan berpihak pada kepentingan
proletariat, mereka berpihak pada kepentingan seluruh umat manusia dan
berpartisipasi dalam kebenaran sejarah.21 Dengan berpihak pada proletariat
ilmuan menempatkan diri dalam kubu revolusi duai yang akan membebaskan manusia
yang dengan demikian merupakan kubu kebenaran objektif sejarah. Lenin
menulis:”Makin berpihak ilmu pengetahuan, makin benar dan objektiflah dia;
makin keras dan tegas kita berpegangan pada titik pandang subjektif
proletariat, makin benar dan objektif posisi kita”[dikutip dari Fetscher
1960,78].dan karena kepentingan ploretariat diperjuangkan oleh Partai-Komunis,
maka Marxisme-Leninnisme dengan tegas-tegas menuntut agar semua filosof dan
teoretisi selalu taat pada garis partai.
6. Lenin dan Agama
Kita melihat bahwa
sejak Engels dan Lenin dasar pandangan dunia proletariat adaalh materialisme.
Dengan demikian “sosialisme ilmiah” versi Lenin tidak mempunyai tempat bagi
agama. Materialisme berarti kepercayaan bahwa semula hanya ada materi dan apa
saja yang ada berkembang dari materi. Padahal Allah memang tidak bermateri dan
bahkan oleh kaum beriman diyakini menciptakan alam semesta dengan segala
isinya, termasuk seluruh materi. Suatu pandangan yang berpendapat bahwa segala
apa yang ada berasal dari materi dengan sendirinya menyangkal Allah dan
penciptaan. Materialisme selalu mengandung ateisme. Dan kalau tidak ada Allah,
tidak dasar bagi agama,. Lenin menulis:’proletariat modern mengaku menganut
sosialisme melawan kabut keagamaan dan membebaskan buruh dari imannya akan
hidup alam baka dengan mempersatukan meraka dalam perjuangan di hidup ini demi
kehidupan lebih baik di dunia.”[Lenin 1956,7].
Dalam praktek politik
Lenin selalu bersikap pragmatis. Juga dalam hal agama. Dalam sebuah karangan
dari tahun 1905 tentang”sosialisme dan agama” [Lenin 1956,6-11] Lenin menjelaskan
posisinya. Merebut hati buruh adalah lebih penting dari ada menyebarkan
ateisme. Oleh karena itu orang yang bukan ateis pun boleh masuk partai komunis.
Partai harus memperhatikan prasangka-prasangka religius kaum buruh, jangan
sampai mereka terasing dari partai karena sikap partai yang anti-agama. Dalam
arti ini Lenin menyatakan mengakui kebebasan beragama. Akan tetapi propaganda
komunis niscaya juga memuat propaganda ateis.
Namun mengenai prinsip
ateisme Lenin tidak mengenal kompromi. “Bagi partai proletariat sosialis agama
bukan urusan pribadi. Partai kita merupakan serikat pejuang demi kebebasan
kelas buruh yang sadar akan kedudukan kelas mereka dan progresif. Serikat
semacam itu tidak dapat dan tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap
ketidaktercerahkanan, ketidaktahuan dan kebodohan dalam bentuk kepercayaan
religius”[Lenin 1956,9].dalam negara yang dikuasai oelh partai komunis, agama
tidak boleh berperan sama sekali. Dalam kenyataan, gereja ortodoks Russia
sesudah revolusi oktober segera diserang. Hak milik Gera dan sekolah-sekolahnya
diambil alih. Gereja dilarang untuk melakukan kegiatan apa pun diluar gedung
gereja; tidak boleh menerbitkan buku dan majalah; pelanjaran agama dilarang dan
ditempat pendidikan calon pastor ditutup. Kebanyakan biara diwilayah Uni Soviet
ditutup. Ribuan pastor,biarawan dan biarawati dibunuh [Bochenski/Niemeyer
1958,54322].
Lenin sendiri sudah
tidak beragama sejak umur muda. Baginya ateisme begitu biasa sehingga tak
pernah dianggap perlu dibuktikan. Berbeda dengan Karl Marx yang juga seorang
ateis, tetapi bersikap dingin terhadapa agama karena menganggapnya masalah
sekunder, Lenin rupa-rupanya secara pribadi benci terhadap agama. Kritik agama
Lenin tajam: “Agama adalah candu bagi rakyat. Agama adalah semacam wisky rohani
murahan, didalamnya para budak modal menenggelamkan muka manusianya, hak mereka
atas hidup yang masih pantas bagi manusia “[Lenin 1956,7]. Yang menarik dalam
kutipan ini adalah bahwa Lenin menggantikan istilah Marx “ agama candu rakyat”
dengan “agama candu bagi rakyat”. Bagi Marx agama berfungsi sebagi hiburan
dalam situasi buruk, sedangkan menurut Lenin agama menjadi sarana yang dengan
sengaja dipakai oleh kelas-kelas berkuasa untuk menipu kleas-kelas dibawah.
Agama dianggap sebagai sarana kekuasaan. “Marxisme menganggap semua agama dan
gereja dewasa ini, segala dan segenap organisasi religius selalu sebagai alat
reaksi borjuis yang dipakai untuk melindungi eksploitasi dan mengelabuhi kelas
buruh “[Lenin 1956,20].Dan kepada penyair komunis Maxim Gorkij yang bergabung
dengan sebuah kelompok agama bebas, Lenin menulis: “Justru karena segenap
gagasan religius, segenap paham tentang Allah terlalu amat memuakkan, padahal
gagasan itu diterima oleh borjuis demokratis dengan amat toleran........justru
karena itu agama merupakan barang memuakkan yang paling berbahaya,wabah yang
paling menjijikkan.......”[Lenin 1956,45]. Sejak Lenin, kebencian terhadap
agama menjadi ciri khas semua rezim komunis dikemudian hari.
7. Negara Dan Kediktatoran Proletariat
Penjajahan Lenin
kedalam wilayah filsafat tadi menunjukkan kekhasan sosok Lenin: Pemikirannya
seluruhnya terfokus pada revolusi sosialis. Ia berfilsafat bukan demi
filsafatnya sendiri, melainkan ia berpendapat bahwa hanya sebuah pandangan
dunia menyeluruh dapat mengamankan kesadaran revolusioner proletariat.
Mempersiapkan revolusi sosialis secara kongkret berarti mempersiapkan
proletariat supaya dapat menghancurkan kekuasaan Tsar, merebut kekuasaan ke
dalam tangannya sendiri dan menghancurkan borjuasi. Dalam arti ini pemikiran
Lenin seratus persen pragmatis. Bukan kecocokan dengan teori Marxisme,
melainkan kecocockan dengan tercapainya tujuan, yaitu revolusi sosialis, yang
merupakan kriteria pemikiran yang tepat baginya. Maka Lenin di satu pihak
bersikap keras. Terutama mengenai peran partai dan kesadaran revolusioner ia
tidak mengenal kompromi. Dilain pihak ia bersikap fleksibel dan tidak dogmatis.
Apa pun yang mendukung perebutan kekuasaan ditangan kelas proletariat dapat
dibenarkannya. Lenin menyadari bahwa proletariat Russia terlalu kecil untuk
sendirian mengahncurkan kekuasaan Tsar dan Borjuasi. Oleh karena itu ia bicara
tentang koalisi proletariat dengan kelas tertindas terbesar di Russia, yaitu
kaum tani, dan dengan borjuasi kecil, yati orang-orang kecil dikota yang hidup
pas-pasan. Sesudah pemerintahan Tsar digulingkan pada bulan Pebruari 1917
dimana kaum Bolshevik tidak memainkan peranan yang berarti-Lenin merumuskan
program politik partai Bolshevik yang bermaksud mencari dukungan dari dua kelas
penting itu. Progran itu disingkat dalam semboyan “roti dan perdamaian”(chleh
da mir) dan terdiri dari tiga tuntutan: Akhirilah perang (Perang Dunia I)
sekarang juga!, negarakan perusahaan-perusahaan industri, dan bagikan tanah
para tuah rumah kepada para petani.Lenin tidak pernah mengkompromikan
prinsipnya bahwa revolusi harus dipimpin oleh proletariat dan sesudah revolusi
proletariat harus memegang hegemoni atas kelas-kelas revolusioner lain, maka
Lenin tanpa ragu-ragu membubarkan persekutuan itu pada waktu kaum tani mulai
melawan kebijakan ekonomis pemerintah komunis. Lenin tidak pernah
menyembunyikan bahwa apa yang didirikannya sesudah revolusi sosialis bukan”
kediktatoran proletariat,kaum tani miskin dan borjuasi kecil”, melainkan
“kediktatoran proletariat”. Kekalahan besar partai Bolshevikdalam pemilihan
bulan November 1917 untuk Konstituante Russia sedikitpun tidak merisaukan
Lenin. Ia memang tidak pernah mengakui prinsip mayoritas. Masih sebelum
Revolusi Oktober Lenin menulis: “
Dimasa revolusioner tak cukup mempermaklumkan kehendak mayoritas-bukan, disaat
yang menentukan orang harus membuktikan diri sebagai yang lebih kuat, orang
harus menang....kita melihat banyak contoh bagaimana sebuah minoritas yang
terorganisasi lebih baik, sadar akan tujuannya dan bersenjata dengan lebih baik
memaksakan kehendaknya pada mayoritas dan mengalahkannya.”[Lenin 1966,25,203].
Sikap pragmatis Lenin
dala hal kemungkinan persekutuan antara proletariat dan kelas-kelas tertindas
lainnya kemudian menjadi bagian penting ajaran Marxisme Leninisme tentang
“strategi dan taktik perjuangan revolusioner”dan “anti-fasis”lain. Namun
apabila dianggap lebih tepat secara strategis atau taktis, kaum komunis tanpa
ragu-ragu akan menghantam para bekas sekutu sebagai “kaum fasis-sosial”23.
Ditingkat internasional kebijakan persekutuan itu diwujudkan oleh Moskwa dengan
mengusahakan aliansi-aliansi strategis, misalnya dengan negara-negara bekas
jajahan atau “non-blok” melawan “kubu neo-kolonialis dan neo-imperalis”. Namun
prinsip hegemoni partai komunis dalam negara komunis tidak akan pernah
dilepaskan.
Adalah menarik bahwa
Lenin sampai pecahnya Revolusi Oktober tidak pernah menulis apaun tentang
susunan masyarakat sosialis sesudah revolusi. Masalah yang semakin mendesak
untuk dipikirkan pada tahun revolusi 1917 menyangkut negara. Sesudah revolusi
sosialis negara harus diapakan? Pertanyaan itu dijawab Lenin dalam brosur
“Negara dan Revolusi”24.seperti biasanya, Lenin memaparkan pandanganya dengan
menghantam pandangan-pandangan yang dianggapnya akan mengancam daya
revolusioner kelas buruh. Dalam “ Negara dan Revolusi” dua pihak diserang
dengan ganas. Pertama, kaum sosialdemokrat yang mengharapkan bahwa sosialisme
dapat diwujudkan melalui mekanisme demokratis. Kedua, kaum anarkis yang menuntut agar sesudah
revolusi negara langsung dihapus.
Pandangan pertama waktu
itu cukup luas diterima dalam partai sosial demokrat Jerman. Di satu pihak
semakin banyak penganut sosialisme memang meyakini demokrasi. Di lain pihak,
mereka berargumentasi bahwa menurut Karl Marx, kapitalisme, karena dinamikanya
sendiri, akan menyebabkan semakin banyak warga masyarakat tersapu kedalam
proletariat, sehingga lama kelamaan proletariat dengan sendirinya akan menjadi
mayoritas. Begitu proletariat menjadi mayoritas, proletariat akan menang dalam
pemilihan umum dan dengan demikian dapat mengambil alih kekuasaan negara secara
demokratis, sehingga mereka dapat menghapus hak milik atas alat-alat produksi
melalui undang-undang biasa. Dengan demikian sosialisme dapat diwujudkan tanpa
perlu memakai kekerasan. Pandangan itulah yang pada akhir Perang Dunia I
mendasari perpecahan partai-partai
sosialdemokrat kedalam sayap mayoritas yang moderat dan demokratis, dan
sayap komunis yang mengikuti pandangan Lenin.
Lenin menolak jalan
demokratis mentah-mentah. Baginya, membatasi perjuangan kelas pada kampanye
pemilihan umum berarti mengkhianati sosialisme dan revolusi. Lenin tidak pernah
percaya kepada demokrasi yang menjadi
cita-cita borjuasi. Anggapan bahwa pemilihan umum betul-betul bisa
mengungkapkan ilusi khas borjuasi picisan.25. demokrasi hanyalah tipuan belaka
yang dipakai oleh borjuasi untuk merusak semangat revolusioner proletariat, dan
hanya sebuah alat untuk menyelamatkan kapitalisme.26 Pendapat kedua yang
ditolak tega oleh Lenin adalah pandangan kaum anarkis. Anggapan mereka, bahwa
sesudah kemenangan revolusi sosialis negara harus dihapus, menurut Lenin naif.
Negara memang akan layu dan hilang apabila sosialisme sudah seluruhnya mantap,
tetapi kapan dan bagimana hal itu terjadi belum bisa ditentukan. Negara baru
akan menghilang apabila sudah tidak dibutuhkan lagi. Padahal sesudah revolusi
kekuasaan negara masih sangat dibutuhkan, karena tiga alasan. Pertama,
pembangunan sosialisme masih terancam oleh kekuatan kapitalis disekeliling yang
mengahancurkannya. Kedua, sesudah revolusi disamping proletariat masih terdapat
pelbagai kelas sosial lain yang dapat saja mengancam kemenangan proletariat.
Negara ditangan proletariat masih diperlukan untuk memastikan hegemoninya atas
kelas-kelas itu. Alasan ketiga adalah bahwa kemenangan revolusi proletariat
belum berarti bahwa sosialisme sudah langsung terwujud.
Lenin membedakan dua
tahap perwujudan sosialisme. Dalam tahap pertama, yang diubah secara radikal
baru tatanan hak milik: Hak milik pribadi atas alat-alat produksi diganti
dengan “milik sosial”, artinya sarana-sarana produktif seperti pabrik,toko,
bengkel dan tanah pertanian menjadi hak milik negara atau koperasi. Keadaan itu
masih ditandai oleh kekurangan dalam segala bidang. Dalam tahap itu masih
berlaku prinsip” kepada siapa menurut kecakapannya, kepada siapa menurut
prestasinya” [ Negara dan Revolusi,Lenin 1966,344]. Perbedaan dalm kebutuhan
dan kemampuan bekerja orang belum bisa diperhitungkan, sehingga pada permulaan
masih akan ada ketidaksamaan material dan banyak kekurangan.[ib.,341,ss]
Menurut Lenin pada tahap itu perlu pendekatan yang realis.pembangunan
sosialisme harus sesuai” dengan kodrat manusia seperti apa adanya, kodrat
manusia yang tidak jalan tanpa ketaatan, kontrol dan menejer-menejer’”, [ib.307]
oleh karena itu, aparat penindas negara masih dperlukan.27 Namun akan layu
menghilang sama sekali apabila masyarakat dapat menerapkan peraturan: dari
siapa menurut kemampuannya, bagi siapa menurut kebutuhann-kebutuhanya.’[ib.344]
Jadi menurut Lenin negara
jelas masih akan diperlukan unutk waktu yang sama. Pandangan ini menunjukkan
bahwa Lenin memahami negara pada hakikatnya sebagai aparat penindas.”Negara itu
pengorganisasian khusus paksaan; negara adalah pengorganisasiankekerasan demi
penidasan salah satu kelas. Gagasan darai tradisi Aris toteles dan Hegel
menyatakan bahwa negara juga merupakan sesuatu yang pada hakikatnya positif, sebuah tatanan rasional yang ditaati
karena sesuai dengan kebutuhan dan rasionalitas para warga, dimana ancaman
penindasan hanya sebagai penunjang. Gagasan seperti itu benar-benar asing bagi
Lenin. Paham negara berat sebelah semata-mata sebagai alat penindas itu kiranya
dapat menjelaskan ketidakmampauan
komunisme untuk mewujudkan pola kenegaraan, termasuk aparat pemaksa (yang
memang kiki bagi negara),yang rasional dan berwibawa berdasarkan pengakuan
masyarakat dan bukan hanya berdasarkan daya ancamnya.
Lalu negara macam apa
yang masih diperlukan sesudah revolusi sosialis? Disini Lenin dengan sangat
tajam melawan pandangan Karl Marx Kautsky. Melawan “ demokratisme” kaum
sosialdemorat tadi kautsky memang mempertahankan bahwa sosialisme hanya dapat
diciptakan lewat revolusi, akan tetapi revolusi sosialis itu dipahami secara
politis dalam arti bahwa melalui revolusi proletariat sekedar merebut kekuasaan
negara, negara borjuis, lalu memakai kekuatan negara itu untukl mendirikan
sosialisme. Jadi aparat negara sendiri dibiarkan berjalan terus, yang diganti
adalah pemerintah. Sama seperti setiap pemerintahan demokratis, pemerintah yang
dipegang oleh proletariat akan menciptakan struktur-struktur sosialis melalui
undang-undang.
Tetapi, menurut Lenin,
membebaskan kaum buruh dan menmbangun sosialisme dengan memakai negara borjuis
adalah mustahil. Soalnya, sesudah proletariat merebut kekuasaan, negara borjuis
masih tetap dikendalikan oleh birokrasi lama yang akan menggagalkan segala
usaha untuk betul-betul menjatuhkan kekusaan borjuasi. Karena itu, tidak cukup
lah kalau negara borjuis hanya dikuasai, dia harus dihancurkan. Tegas-tegas
Lenin menyatakan bahwa menurut Karl Marx “ kelas pekerja harus membongkar,
menghancurkan’ aparat negara siap pakai’ dan tidak hanya membatasi diri untuk
menguasainya”. Kata menghancurkan terus- menerus diulang-ulang Lenin. “
Revolusi proletariat tidak mungkin tanpa penghancuran paksa aparat negara
borjuis dan tanpa penggantianya oleh aparat negara baru yang menurut kata-kata
Engels ‘ sudah bukan negara dalam arti yang sebenarnya”.karena itu, perlu
langsung menghancurkan aparat birokrasi lama dan membangun aparat baru”. Dan
terhadap pendapat Kautsky bahwa pemerintahan pasca revolusi pun memerlukan
keahlian departemen-departemen negara lama, Lenin bertanya: “ mengapa
departemen-departemen tidak dapat digantikan oleh, katakan, komisi-komisi orang
spesialis yang bekerja dibawah soviet-soviet, deputi kaum buruh dan serdadu
yang berdaulat, maha kuasa?
Jadi tujuan langsung
revolusi sosialis adalah penghancuran negara borjuis, tetapi, berbeda dengan
harapan naif kaum anarkis, tidak untuk menghilangkan negara sama sekali, melainkan
untuk langsung membentuk negara penindas baru ditangan proletariat. Dengan kata
lain, hasil revolusi sosialis adalah kediktatoran proletariat.
Istilah kediktatoran
proletariat berasal dari Karl Marx (dalam kritik dan progran ghota). Marx tidak
memberi banyak keterangan, tetapi maksudnya cukup jelas. Dalam tahap langsung
sesudah revolusi sosialis sisa kapitalisme masih merupakan ancaman terhadap
kemenangan sosialisme. Maka kaum buruh yang baru saja merebut kekuasaan negara
perlu memakai kekusaaan itu untuk merebut segala usaha kaum kapitalis untuk
berkuasa kembali. Begitu ancaman sisa kapitalisme tidak ada lagi, kediktatoran
proletariat dengan sendirinya berakhir pula karena tidak ada yang perlu
didiktatori lagi.
Inilah paham yang
dipakai oleh Lenin untuk melegimitasikan pemakaian kekerasan oeh negara komunis
sesudaha revolusi sosialis. Apa itu kediktatoran proletariat dijelaskan Lenin
dalam polemiknya “ Revolusi proletar dan Renegat Kautsky” dari tahun 1918, yang
merupakan jawaban Lenin atas kritik Kautsky terhadap sistem Soviet (dalam
tulisannya Kediktatoran proletariat). Dengan kata “kediktatoran” Lenin mau
membuat jelas posisinya tentang negara pasca revolusi. Untuk merampungkan
penghancuran kapitalisme dan penciptaan masyrakat sosialis, proletariat harus
memegang kekuasaan negara. Yang mau ditegaskan Lenin adalah bawa negara
proletariat ini jangan dipahami menurut demokratisme kaum sosialdemokrat di
barat. “ Revolusi berarti bahwa proletariat akan menghancurkan’ aparat
administratif’ dan seluruh parat negara, dan menggantikannya dengan aparat aru
yang terdiri dari buruh-buruh bersenjata” [ Negara dan Revolusi, Lenin
1966,360]. Kediktatoran berarti bahwa prletariat akan mengambil segala tindakan
tanpa kenal ampun untuk menghancurkan segenap ancaman dan perlawanan terhadap
sosialisme.” Kediktatoran adalah kekuasaan yang langsung berdasarkan paksaan,
yang tidak terikat sama sekali pada undang-undang. Kediktatoran revolusioner
proletariat adalah kekuasaan yang disebut dengan paksaan oleh proletariat dari
borjuasi dan dipertahankan, sebuah kekuasaan yang tidak terikat oleh
undang-undang apapun “[Revolusi Proletar dan Renegat Kautsky, Lenin II, 285].
Akan tetapi, siapa yang
secara nyata harus menjalankan kediktatoran proletariat? Adalah cukup menarik
bahwa Lenin dalam Negara dan Revolusi tidak membahas sedikit pun peran partai
dalam negara pasca revolusi. Dalam kenyataan, sesudah kaum Bolshevik merebut
kekuasaan dalam Revolusi Oktober, peran dewan buruh dan serdadu yang begitu
penting didalamya justru dimatikan. Tak pernah soviet-soviet itu menentukan
segala-galanya secara eksklusif dan diktatoris adalah Komite Sentral Partai.
Dapat diperkirakan bahwa dalam situasi yang pada permulaan masih sangat kacau,
dimana kekuasaan komunis masih terancam, harapan bahwa partai akan melepaskan
kekuasaan dari tangannya tidak realistik. Namun yang tragis adalah bahwa partai
komunis kemudian tidak pernah melepaskan monopoli kekuasaan itu. Begitu pula di
semua Negara komunis tanpa kecuali, kekuasaan selalu dijalankan secara sentral
dan total oleh komite sentral partai komunis, bahkan dalam kenyataan oleh polit
bironya.
Akan tetapi, dalam
negara dan revolusi sebenarnya terdapat cukup banyak petunjuk bahwa lenin
sebelum revolusi oktober sudah menyadari bahwa kediktatoran proletarian dalam kenyataan akan dijalankan
oleh partai. Lenin selalu menegaskan bahwa peralihan kesosialisme sesudah
revolusi harus dipimpin oleh proletariat: proletariat membutuhkan kekuasaab
negara, paksaan terorganisasi dan tersentralisasi, pengorganisasian kekerasan,
demi tujuan penghabcuran perlawaran para pengisap dan untuk tujuan memimpin
masa besar rakyat- kaum tirani, borjusi kecil, semi proletariat-dalam pekerjaan
mengorganisasikan ekonomi sosialis” (negara dan resolusi, Lenin 1966,288).
Tetapi ia langsung melanjutkan : “ dengan mendidik partai kaum buruh, Marxisme
mendidik barisan depan proletariat yang mampu untuk merebut kekuasaan dan untuk
mengantar seluruh rakyat kesosialisme, mampu untuk memimpin dan
mengorganisasikan tatana baru, untuk menjadi guru, pandu dan pemimpin semua
[orang] yang bekerja dan terekploitasi dalm tugas membangun kembali kehidupan
sosial tanpa borjuasi dan melawan borjuasi.
Disini sudah ada
sindiran bahwa kediktatoran proletariat dalam kenyataan akan merupakan
kediktatoran partai diatas proletariat. Kalau kita lalu membaca ucapan-ucapan
tegas Lenin bahwa “ berjuta-juta buruh”harus” dilatih dan ditertibkan “ bahwa”
kita akan memasang disiplin keras, baja didukung oelh kekuasaan negara para
buruh bersenjata, maka munculnya totalitarisme kekuasaan partai pasca revolusi
tidak lagi kelihatan begitu mengherankan. Lenin selalu melihat segala tugas
sebagai masalah “pembuatan”, jadi masalah teknis yang memerlukan kekuasaan.
Sebagaimana kesadaran sosialis harus dimasukkan kedalam proletariat dari luar,
begitu pula tatanan sosialis tidak tumbuh dari suatu kepentingan atau
kecondongan dalam buruh sendiri,melainkan harus diciptakan dari atas oleh
partai yang menguasai teori sosialisme ilmiah. Partai mewakili proletariat
karena partai memiliki pengertian ilmiah tentang sejarah dan sosialisme. Maka
ia juga mengetahui apa yang harus dibangun sesudah proletariat merebut
kekusaaan dan bagaimananya. Sebagai pasukan garis depan kelas buruh, partailah
yang harus mengemudikan proletariat. Karena itu kediktatoran proletariat dalam
kenyataan harus dijadikan oleh partai.
Bahkan ada tempat
dimana Lenin bicara tentang “ kediktatoran partai”. Terhadap kritik Kautsky dan
kaum Sosialdemokrat Barat, Lenin menegaskan: “ apabila kami dituduh endirikan
kediktatoran sebuah partai...........maka kami mengatakan: betul, kediktatoran
sebuah partai! Kami mempertahankan itu, dan kami tidak dapat meninggalkan dasar
itu karena partai itu adalah partai yang selama berpuluh-puluh tahun merebut
kedudukan sebagai pasukan depan seluruh proletariat indistri “Tidak mungkin
massa buruh langsung menjadi mampu untuk menjalankan negara.” Apakah setiap
buruh tahu bagaimana memerintah negara? Orang-orang praktek tahu bahwa itu
sebuah ceritera utuk anak-anak.
Dalam masyarakat pasca revolusi
pun selalu akan ada pelbagai konflik. Konflik-konflik itu selalu harus
diselesaikan oeh instansi lebih tinggi, oleh partai komunis dan kalai
masalahnya menyangkut hubungan antara partai-partai komunis internasional, maka
oleh komintern. Dalam radikalisme kiri, penyakit kanak-kanak komunisme (1920),
Lenin berpolemik terhadap para pengkritik revolusi Soviet yang bertanya”
kediktatoran partai atau kediktatoran kelas? Menurut Lenin kelas-kelas sosial
mana pun yang selalu dipmpin oleh partai politik yang sendiri dipimpin oleh
orang-orang yang paling berwibawa dan berpengalaman. Maka “ seluruh omongan
apakah’dari atas’ atau ‘dari bawah’apakh kediktatoran para pemimpin atu
kediktatoran massa,dan seterusnya, kelihatan sebagai omong kosong, menggelikan,
kekanak-kanakan.
8. Lenin dan Marx
Belum lama Lenin
meninggal,Stalin sudah membukukan ajaran-ajaranya sebagai “Leninisme”. Sebagai
bagaian Marxisme-Leninisme, Leninisme dengan demikian menjadi unsur kunci dalam
sosok ideologis Komunisme diseluruh dunia. Tidak berlebihan dikatakan bahwa
hanya karena “ Leninisme” Marxisme menjadi alat perjuangan sebagian besar dari
gerakan-gerakan revolusioner abad ke-20, dan tidak hanya masuk al-mari musem
sejarah filsafat sosial. Dan betul juga bahwa Komunisme, yang merupakan salah
satu kekuatan poitik abad ke-20 yang paling ditakuti, tidak akan ada tanpa
Lenin.
Pertanyaan mengenai
bagaimana sampai pemikiran seorang Lenin, yang mengerahkan seluruh hidupnya
demi pembahasan kelas-kelas tertindas bisa menjadi bagian sebuah ideologi yang
menjadi legitimasi bebrapa dari kejahatan paling mengerikan dalam sejarah
manusia, akan saya ajukan dalam bagian terakhir buku ini. Disini saya membatasi
diri pada pertanyaan: sejauh mana pemikiran Lenin tentang revolusi masih dapat
disebut “ Marxis”,artinya dapat mengklaim sebagai pengembangan sah teori Karl
Marx. Ada dua hal yang akan saya pertanyakan : pertama paham partai kader,
kedua pandangan Lenin tentang kediktatoran proletariat.
Pertanyaan tentang
partai dapat dirumuskan: kalau kesadaran revolusioner proletariat tumbuh dari “
situasi kehidupannya,dari kedudukannya dalam proses produksi, untuk apa masih
diperlukan peran partai dalam mewujudkan kesadaran itu? Tetapi kalau
proletariat sendiri tidak dapat mengembangkan kesadaran revoluisner, yang lalu
harus dimasukkan kedalamnya oleh partai, bukanlah proletariat tetap hanya
sebagai objek kekuasaan, (kekuasaan epistemis, kemuadian kekuasaan kepemimpinan
politis) dan bukan sebagai subjeknya, dan itu akan berarti bahwa
keterasingannya, ketertundukkanya, dibawah pihak yang lebih tahu dan lebih
kuasa, berlangsung terus, alias pembebasan proletariat justru gagal? Kerena
pertimbangan itu Rosa Luxemburg menolak argumentasi Lenin.
Tidak sulit untuk
memperlihatkan bahwa konsepsi Lenin tentang partai kader membabat pengertian
kunci Marx muda tentang kesatuan anatar teori dan praxis pada akarnya. Bagi
Marx pemikiran filosofis merupakan bagian dalam dialektika perjuangan yang
memotori sejarah. Teori Marx bukan produk pemikiran orang pintar yang kemudian
dipakai untuk mengarahkan perjuangan proletariat, melainkan ungkapan teoretis
perjuangan itu sendiri. Apa yang nyata-nyata dirasakan proletariat dalam
kedudukannya sebagai kelas tertindas, dirumuskan dalam dimensi teori oleh Karl
Marx untuk dikembalikan ke proletariat yang mengenalnya sebagai ungkapan
konseptional realitasnya sendiri. “tujuannya dan tindakan historis proletariat
(apa yang dirumuskan dalam Marx tentang Sosialisme,FMS) sudah digariskan secara indrawi, tak
terbantah dalam situasi kehidupannya maupun dalam seluruh masyarakat borjuis
sekarang”. Dalam konsepsi ini kesadaran proletariat tentang sosialisme hanya
dapat, dan memang akan, tumbuh dari perjuangannya.begitu kesadaran
sosialis-revolusioner dipisahkan dari perjuangan buruh sendiri dan menjadi
sesuatu yang harus dipompakan kedalamnya dari luar, seluruh gagasan ini Marx
tetang emansipasi manusia menguap. Manusia tetap terasing dari dirinya sendiri,
kekuatan-kekuatan hakikatnya”tetap”terpecah belah” dan buruh, dari pada
memiliki diri dan mengalami revolusi sosialis keutuhan dirinya, tetap
tergantung dari kekuatan diluarnya.
Dari perspektif Marx muda konsepsi Lenin menanamkan kembali diinti
teorinya apa yang mau dihapus denganya, yaitu ketergantungan dan ketertindasan
baru.
Akan tetapi masalah
tidak sesederhana itu. Marx sendiri tidak mempertahankan keterkaitan dialektis
teorinya dengan praxis revolusioner proletariat secara konsisten. Sebagaimana
akan saya bahas dalam kaitan dengan pemikiran Korsh,Marx, dalam obsesinya untuk
membedakan pemikirannya dari apa yag disebutnya “sosialisme Utopis” semakin
memahanminya sebagai teori” ilmiah” sosialismenya adalah “ sosialisme ilmiah”
haisl penemuanya tentang hukum-hukum perkembangan masyarakat objektif,yang oleh
Engels, dengan persetujuan Marx sendiri, diperbandingkan dengan teori evolusi
Charles Darwin. Teori objektif semacam itu tidak mempunyai kaitan internal
dengan perjuangan kelas. Menurut Jurgen Habermas, Marx jatuh kedalam “ salah
satu positivistik” terhadap teorinya sendiri. Akhirnya “materialisme historis”
, nama resmi teori Marx, menjadi “pandangan dunia ilmiah proletariat”. Teori
itu bukan lagi proletariat sendiri, melainkan teori “demi proletariat” yang
lalu harus disosialisasikan dudlu kedalamnya.
Dalam kenyataannya,
seluruh Marxisme pasca- Marx, dan bukan hanya Lenin, sama sekali lupa akan
konsepsi Marx muda (yang kemudian diangkat kembali oleh lukacs dan Korsh).
Penegasan Marx tentang kaitan antara teori tentang revolusi sosisalis dan
perjuangan praktis proletariat sudah lama diabaikan. Pengertian Marxisme
sebagai”teori yang sudah benar tentang hukum-hukm perkembangan kapitalisme”
pada abad ke-19 menimbulkan perbedaan serius dikalangan kaum Marxis. Bagaimana
kenyataan yang semakin tidak terbantah ini harus dijelaskan, yaitu kapitalisme
dunia bukannya semakin rapuh sebagimana diramalkan oleh Marxisme, melainkan
semakin jaya? Berhadapan dengan masalah ini muncul empat posisi: (1) Eduard
Bernstein berpendapat bahwa Marxisme, seperti setiap teori ilmiah, harus
“direvisi” sesuai dengan tingkat pengetahuan baru yang lebih memadai. Ia
menarik kesimpulan bahwa transisi dari kapitalisme ke sosialisme bisa terjadi,
secara demokratis, tanpa revolusi, langkah kecil demi langkah kecil.
“Revisionisme” ini dikutuk oleh tiga posisi lainnya. (2) Karl Kautsky, si
penjaga “ Marxisme ortodoks” mempertahankan bahwa revolusi sosialis adalah
keharusan sejarah akibat niscaya kontradiksi-kontradiksi internal kapitalisme,
tetapi menolak segala usaha revolusioner sebelum kapitalisme sendiri sudah
“matang”. Artinya masuk kedalam krisis akhir. (3) Rosa Luxemburg sependapat
dengan Kautsky, tetapi mencela keras penolakannya terhadap usaha revolusioner
buruh. Kesadaran revoluisoner adalah syarat mutlak keberhasilan revolusi
sosialis, dan kesadaran itu harus dan akan berkembang dalm kelas buruh sendiri
sebagai hasil buah dari pengalaman perjuangan ekonomis maupun politis
revolusioner mereka. (4) Lenin sependapat dengan Luxemburg bahwa tidak ada
revolusi tanpa ada kesadaran revolusioner kelas buruh, tetapi menyangkal
anggapan luxemburg bahwa kesadaran kaum revolusioner kaum buruh akan berkembang
secara spontan sebgai naif. Dengan sendirinya kelas buruh tidak bisa melampaui,
kesadaran serikat buruh. Hanaya dibawah pimpinan sebuah partai kader
revolusioner kelas buruh dapat membentuk kesadaran teoretis benar yang akan
membuat mereka melaksanakan revolusi sosialis (anggapan mana segera ditolak
Luxemburg sebagai “Blanquisme”).
Yang mencolok disini
adalah betapa dekat posisi dua orang yang paling berlawanan, Lenin dan
Bernstein. Kedua-duanya berpendapat bahwa kaum buruh sendiri tidak
revolusioner. Yang berbeda hanyalah kesimpulan yang mereka tarik. Bernstein
bertolak dari kenyataan bahwa kaum buruh tidak revolusioner dan karena itu
melepaskan anggapan Marx bahwa sosialisme hanya dapat tercapai melalui
revolusi. Lenin, sebaliknya, bertolak dari perlunya revolusi dan karena itu
menggagagaskan partai revolusioner yang bertugas menggiring kaum buruh yang
sebenarnya tidak revolusioner ke revolusi itu. Karena bagi Lenin revolusi bukan
lagi hal yang tak terelakkan,revolusi tergantung dari adanya kehendak
revoluisoner. Karena itu, Marxisme Lenin bersifat voluntaristik. Lenin
menghendaki revolusi. Bernstein tidak.itulah perbedaan mereka. Keduanya menolak
otomatisme revolusi Kautsky maupun Luxemburg konsepsi mereka berdua yang sangat
jauh dari Karl Marx ini oleh sejarah kemudian dibuktikan realistik, karena yang
akhirnya menjadi kenyataan adalah sosialdemokratisme reformasi keturunan
Bernstein yang menjadi salah satu sokoguru”demokrasi Barat” dan Komunisme yang
dibidani Lenin.
Begitu kaum Bolshevik
merebut kekuasaan di Russia, Lenin melakukan apa yang sudah diantisipasinya
dalam tulisannya Negara Dan Revolusi (1917): atas nama kediktatoran proletariat
ia menghapus hak-hak demokratis masyarakat dan secara sistematik memakai teror
untuk menghancurkan segala perlawanan. Ia yakin bahwa adanya melaui
kediktatoran kelas buruh dapat mempertahankan kekuasaan yang diperlukan untuk
membangun sosialisme. Sebagai akibanya, gerakan sosialis sedunia pecah kedalam dua
kubu: pertama, sosialisme demokratis yang menolak kediktatoran komunis dan
meyakini hak-hak asasi manusia sebagai dasar kehidupan bersama masyarakat yang
etis:kedua, partai-partai komunis yang memecahkan diri dari partai-partai
sosialis demokratis dan menempatkan diri dibawah payung Komintern. Sejauh nama
Lenin berhak mengatasnamakan paham Karl Marx tentang kediktatoran proletariat?
Sebagaimana sudah
diuraikan diatas, Marx tidak pernah memikirkan kediktatoran proletariat sebagai
keadaan semi permanen yang bisa berjalan selama berpuluh-puluh tahun
sebagaimana diantisipasi Lenin. Pengandaian Marx dan Lenin sama sekali berbeda.
Menurut Marx revolusi sosialis baru mungkin dilaksanakan apabila yang
berhadapan dengan segelintir pemilik modal. Proletariat memang untuk sementara
waktu harus menjalankan kediktatoran keras untuk menindas usaha dari sisa-sisa
kaum kapitalis untuk bangkit sekali lagi. Tetapi, begitu usaha itu ditumpas,
masyarakat yang seluruhnya terdiri atas pekerja tidak mempunyai “ musuh kelas”
lagi dan karena itu aparat penindas negara tidak diperlukan lagi.
Situasi Lenin saam
sekali lain. Di Russia kelas buruh industri yang merebut kekuasaan dalam
Revolusi Oktober merupakan minoritas kecil diantara kelas-kelas lain (kelas
tani, borjuasi, dan kaum feodal). Kelas-kelas itu, mayoritas besar bangsa
Russia, menentang mati-matian monopoli kekuasaan kaum Bolshevik dan pemaksaan
sosialisme. Jelaslah bahwa dalam situasi itu hanyalah penindasan tanpa ampun,
kediktatoran tanpa kompromis,yang dapat menyelamatkan sosialisme. Begitu pula,
hanya kediktatoran total yang akn mampu menciptakan sosialisme dalam masyarakat
dimana mayoritas kelas sosial, dan bahakan sebagian proletariat yang masih
“diracuni” oleh semangat serikat buruh”melawan. Hanya dengan menindas segala
perlawanan dan melalui tindakan-tindakan diktatoris sosialisme akan dapat
dibangun dan kelas-kelas yang berbeda lama-kelamaan dileburkan menjadi satu
kelas pekerja. Mengingat keterbelakangan Russia, pembangunan sosialisme,dan
karena itu kediktatoran proletariat yang dilaksanakan oleh partai komunis, akan
berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya.
Tentu saja, argumentasi
ini tidak dapat dibantah. Yang menjadi salah satu masalah adalah apakah masuk
akal memaksakan sosialisme apabila prasyarat yang dianggap menentukan oleh
Marx, yaitu proletariat seluruh masyarakat, sama sekali belum terjadi? Itulah
sudut balik voluntarisme Lenin yang menggantikan dialektika keharusan sejarah
dengan tekad revolusioner partai. Bukankah Lenin, dengan bersedia memaksakan
sosialisme dalam situasi dimana sebagian besar masyarakat belum siap, sudah
salah sejak semula? Bak orang naik harimau tidak bisa lagi turun, begitulah
sosialisme Lenin. Alih-alih menjadi kebutuhan organik masyarakat
sendiri,sosialisme Lenin mau dipaksakan dari atas oleh partai. Sosialisme
seperti itu selalu akan melahirkan perlawanan baru yang hanya dapat ditindas
dengan kediktatoran yang lebih keras lagi. Alih-alih melahirkan “ kerajaan
kebebasan” (Engels), sosialisme komunis Lenin itu menjadi penjara terbesar dunia.
9. KARIR POLITIK
Rusia adalah negara
petani, salah satu negara Eropa paling tertinggal. Sosialisme tidak dapat
langsung di sana. Akan tetapi, karakter petani negara itu, dan kepemilikan
tanah yang luas oleh para tuan tanah, boleh jadi, dilihat dari pengalaman tahun
1905, memberi lingkup yang luar biasa luas bagi revolusi demokrasi Borjuis di
Rusia, dan menjadikan sebagai pengantar
dan langkah awal menuju revolusi sosialis dunia. Berkat pengalaman tahun 1905
serta musim semi 1917, seperti dikemukakan Lenin Parta Komunis dibentuk dan
menyatakan perang terhadap partai-partai lain. Kami akan berjuang demi gagasan
itu.
Lenin memiliki tujuan
yang pasti dibandingkan Marx dalam merealisasikan konsep komunisme, yakni
merebut kekuasaan dinegerinya (Uni Soviet) dengan melakukan perubahan radikal
dalam struktur politik, sosial, dan ekonomi.
Berbeda dengan Marx, ia lahir di abad 19, tetapi sikapnya lebih kepada
pemahaman akan pertumbuhan mengenai keunggulan dan kematangan yang terjadi di
abad 20. Ia percaya kepada keunggulan politik atas ekonomi, tidak semata
berakar dari penafsirannya mengenai sejarah dari segi ekonomi, lebih dari itu
didasari juga atas prasangka yang khas abad-19 bahwa kepercayaan yang tidak
terbatas akan kekuatan ekonomi. Ia mengerahkan sebagian dari kekuatan
revolusionernya untuk membangun suatu peralatan organisasi dalam zaman Tsar Uni
Soviet. Betapa pun ia menetap selama 17 tahun di Swiss, ia secara intens
melakukan hubungan yang erat dengan kegiatan harian kelompok Bolshevik yang dipimpinnya.
10. POLITIK
Gagasan Marx dengan
bungkusan ilmiahnya mengenai pembebasan manusia dari keadaan tertindas dengan
aksi revolusioner memang menjadi magnit kuat dikalangan kelompok radikal.
Bahkan Das Kapital, karya Marx yang penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Uni Soviet sebelum ke bahasa lain. Lenin, merupakan di antara pengikut Marx
yang secara teoritis sekaligus politikus yang cerdas dan berhasil.
Apa yang menjadi
gagasan Lenin mengenai bagaimana menerapkan teori Marx dalam interpretasinya
yang lebih praktis itu, benar-benar dioperasionalisasikan secara politik
praktis. Pada tahun 1917, saat pemerintahan
Kerensky terbentuk sebagai hasil revolusi Maret dengan memperlihatkan
tanda-tanda untuk mengadakan perubahan politik seperti yang diwujudkan oleh
golongan Borjuis di Eropa Barat, Lenin dengan tegas menolaknya. Dengan
semboyannya: “ia memperjuagkan cita-citanya ini. Akan tetapi, revolusi Oktober
1917 berhasil, Lenin menjadikan kediktatoran proletar dan petani itu menjadi kediktatoran
partai. Partai memegang posisi kunci di atas segala-galanya, bukan semata
partai dari kelas proletar, melainkan lebih penekanan kepada golongan komunis,
jadi bukan lagi menjadi masalah kelas yang diutamakan, melainkan partainya.
Lenin adalah tokoh komunis yang lebih merasakan kenyataan bahwa di tahun-tahun
awal (setidaknya) setelah usai revolusi Oktober 1917 bahwa yang mewujudkan
masyarakat komunis, membagun struktur kenegaraan yang baru, tidaklah mudah dan
tidak semudah apa yang dikonsepkan oleh Marx. Lenin menulis bahwa bila
kekuasaan itu berada ditangan dictator proletar, aparat pemerintahan yang ruwet
(dengan segala hierarki, pembagian dan susunan) tidak akan diperlukan. Tingkat
pengetahuan akan sangat menolong dalam hal ini.
Ia juga berseberangan
dengan konsep Marx yang mengatakan dibeberapa negara secara politik sudah maju
revolusi tidak perlu terjadi. Lenin dalam State and Revolution (1918), sebagai
sebab risalah politik yang terkenal menegaskan bahwa menjelang tahun 1917,
“pengecualian yang dibuat oleh Marx ini tidak berlaku lagi”. Ia dalam konteks
memandang negara-negara Barat yang telah maju, tetapi dimata Lenin tidaklah
demikian, apa yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat antara tahun 1872
sampai 1917 bertentangan dengan dogma Lenin. Bagi Lenin berpendirian bahwa
revolusi Borjuis di Rusia akan menjelma menjadi revolusi Sosialis, ia
berpendirian baha revolusi tidak terputus-putus, dari brosurnya “Dua Taktik”
(1905) dan dari artikelnya yang terkenal: “Sikap Sosial Demokrat terhadap Gerakan
Tani” dalam tahun 1905, dengan tegas mengatakan bahwa kita menyetujui revolusi
yang tidak terputus-putus dan kita tidak akan berhenti di tengah jalan.
Ia tidak mengakui bahwa
Inggris dan Amerika Serikat telah bergerak menuju demokrasi politik dan sosial
yang lebih luas sejak 1872, bahkan malah dia tetap mempertahankan pendapat
bahwa kedua negara itu telah menjadi semakin menindas, otoriter, dan
plutokratis. Konsep Lenin, mengenai diktator mengandung arti yang lebih
bersifat politik yakni diktator komunis dan kaum proletariat, sebab ia
meragukan kaum buruh memiliki pemahaman politik atau kemampuan organisasi yang
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menjamin eksistesi dan perluasan suatu
negara komunis.
Ekspansi Ideologis
Menembus Pakem Marxisme. Lenin, lebih melihat persoalan komunisasi masyarakat
dan negara lebih menitikberatkan sudut pandangan politik (bukan ekonomi
sebagaimana Marx). Oleh karena itu, tugas utama kaum revolusioner profesional
adalah menyerang dan menghancurkan sistem sosial dan politik yang ada dalam
kondisi yang paling lemah, yakni di sejumlah negara berkembang yang
perekonomiannya belum maju seperti di Eropa Timur, Amerika Latin, kawasan Asia,
dan Afrika. Ini berarti bagi Lenin tidak harus revolusi dilancarkan sampai
kapitalisme itu matang, sebagaimana dilakukannya di Uni Soviet. Untuk ekspansi
ideologis dalam rangka perluasan pengaruh diperlukan kekuatan yang relatif
kecil, tetapi berdisiplin tinggi serta terorganisasi dengan baik, kekuasaan
dapat direbut dari aparat sistem yang ada. Ia mengemukakan: “Berikan kepada
kami sekelompok kaum revolusioner, dan kami akan menguasai seluruh Uni Soviet”.
Tampaknya Lenin mengambil pandangan yang agresif, ekspansif serta mendunia,
setelah keberhasilan revolusi Oktober lalu, Uni Soviet akan menjadi basis dan
pusat, tempat dimulainya perekayasaan revolusi komunis di negara lain.
Demokrasi
Marxis-Leninisme. Suatu negara demokrasi yang dibangun atas penjabaran konsep
Marxisme yang dikembangkan oleh Lenin ketika membentuk negara sosialis
komunisme di Uni Soviet (kini Uni Soviet). Dalam membangun struktur politik dan
kenegaraan, pemerintahannya dikendalikan oleh segelintir orang yang memiliki
kedudukan berpengaruh dan strategis (elite). Ini dikenal dengan vanguard dalam
terminologi komunis; kelompok terdidik; paling revolusioner, memiliki kesadaran
kelas yang tinggi serta cita-cita komunisme berperan sebagai agen transformasi
sosial dan penggerak revolusi komunis. Tanpa vanguard cita-cita komunis
merupakan konsep idealis yang tidak akan terwujud dalam kenyataan politik.
Elite itu bergabung dalam partai dinamakan sebagai politbiro.
Dalam demokrasi
Marxisme-Leninisme ini memiliki ciri-ciri yang meliputi:
Pertama, negara
merupakan penentu dan yang mengatur segala aspek kehidupan yang berlaku dalam
masyarakat.oleh sebab itu, yang dinamakan kebebasan baik bersifat individu,
lembaga sosial, agama dan ekonomi sampai kepada politik tidak ada. Demikian
pula dalam soal hak pemilikan bersifat pribadi maupun kelompok dan institusi
swasta sangatlah dibatasi secara ketat. Kedua, dalam kegiatan ekonomi selain
hak pemilikan individu, kelompok dan swasta sangat dibatasi secara ketat, hal
lain sistem ekonomi yang diberlakukan bukan berdasarkan ekonomi pasar (anti
pasar; dengan catatan penulis telah ada pengecualian dalam perkembangan di
negara sosialis komunis dewasa ini). Harga dari suatu produksi barang kita
lempar ke pasar, negaralah yang menentukan bukan yang melakukan transaksi.
Ketiga, tidak adanya kompetisi politik yang didasarkan artisipasi politik yang
tumbuh dari kekuatan kelompok masyarakat sebab partai yang diberlakukan dan
diakui hanya satu yang dikenal sebagai sistem partai tunggal (single party atau
one party) sistem, dan tidak berlakukanya kebebasan berserikat dalam politik
yang di luar partai komunis yang berlaku. Demikian pula dalam soal kebebasan
pers dan kebebasan mengemukakan pendapat merupakan barang yang asing dalam
kultur kehidupan demokrasi ala Marxisme-Leninisme. Hal yang legal dalam politik
hanya berlaku yang dating dari penguasa pengendali utama partai, di luar itu
merupakan tindakan ilegal bahkan dianggap subversi politik.
Dapat dikatakan
demokrasi Marxisme dan Leninisme itu merupakan wujud pembentukan negara yang
kuat, negara yang stabil dalam politik namun tidak ada pengakuan adanya dalam
keberagaman aspirasi, bersifat mobilisasi politik baik suka rela atau tidak
rela. Ini yang dikatakn oleh Antonio Granci, dengan keberhasilan Lenin
membentuk negara komunis pertama itu telah terjadi penyimpangan mendasar dalam
penerapan konsep-konsep demokrasi Marx. Sebab Antonio Granci, sosok tokoh
komunis dari Italia menyebut Revolusi Bolshevik 1917 sebagai Revolusi against
Das Capital.
Gagasan Ekonomi Baru.
New Economic Policy, adalah gagasan Lenin yang memperkenalkan pemilikan
perorangan secara terbatas. Tujuan utama kebijaksanaa ini adalah mempertahankan
dan meningkatkan produksi pertanian, bengkel pabrik dengan tetap menerapkan
insentif efisien dan laba dari system kapitalis. Ini dilakukan selama 7 tahun,
ini dilakukan untuk member ruang kepada para penguasa baru mengkonsolidasikan
kekuasaannya secara lebih efektif serta memberikan kepada rakyat Uni Soviet
semacam ilusi sementara bahwa gonggongan komunisme lebih buruk daripada
giginya. Hal ini dilakukan oleh Lenin dengan melihat akibat Perang Dunia II
serta perang saudara mempersulit pembaruan sosial yang segera, dan bila konsep
prinsip komunis segera diterapkan dapat menimbulkan kelaparan bagi rakyat Uni
Soviet.
Dengan demikian
jelaslah, bahwa negara adalah badan pelaksana kelas penguasa dan bahwa kelas
penguasa telah hilang, kelas-kelas baru timbul. Jilas menulis buku The New
Class (Kelas Baru), ia menekankan bahwa tidaklah cukup banyak mensosialisasikan
alat-alat produksi. Anda dapat memiliki pemerintah yang menguasai alat-alat
produksi, tetapi Anda masih dapat juga memiliki kelas-kelas. Trostky, ketika
menyerang Stalin mengatakan bahwa seperti seorang laksamana yang berkata kepada
seorang kelasi: “Kapal ini adalah milik negara, jadi milik bersama kita berdua
menggunakannya. Saya (jelas Laksamana) di kabin kelas satu di atas dan saudara
di kabin kelas empat itu. Sang Laksamana tetap merupakan anggota suatu kelas
lain sekalipun dia ataukah negara yang memiliki kapal tersebut.